Bidikutama.com – Demonstrasi yang dilakukan oleh Mahasiswa se-Kabupaten Pandeglang pada hari Kamis, 26 Desember 2019, yaitu gabungan dari Organisasi Internal Kampus (BEM) dan Organisasi Eksternal Kampus (PMII, HMI, GMNI, LMND, IMM) merupakan langkah yang harus diapresiasi dan didukung atas kesadaran dan kecintaannya terhadap daerah tempat tinggal, yang harus bebas dari masifnya penyalahgunaan kewenangan yang diduga keras banyak dilakukan oleh oknum kekuasaan Pemerintah Daerah Kabupaten Pandeglang dan oknum kekuasaan DPRD Kabupaten Pandeglang, serta lemahnya penegakan hukum yang dilakukan Kejaksaan Negeri Pandeglang. Hal tersebut bisa mengganggu juga yang berdampak menghambat pada tingkat kesejahteraan masyarakat di Kabupaten Pandeglang.
Organisasi mahasiswa yang tergabung se-Kabupaten Pandeglang tersebut telah menyampaikan beberapa tuntutannya terkait dengan: bahwa Kepala Daerah (Bupati) dan Wakil Kepala Daerah (Wakil Bupati), DPRD Kabupaten Pandeglang, untuk mundur dari jabatannya karena dianggap gagal dalam melaksanakan tugasnya, termasuk Kejaksaan Negeri Pandeglang tidak mampu menegakkan hukum dan keadilan untuk menuntaskan kasus-kasus yang melibatkan orang yang berkuasa di Pandeglang. Hal tersebut disampaikan oleh mahasiswa dengan dasar bahwa adanya kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum sesuai yang diatur di dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998, melalui demonstrasi yang dilakukan di depan Kantor Bupati Pandeglang, Kantor DPRD Pandeglang, dan Kantor Kejaksaan Negeri Pandeglang.
Jika memotret latar belakang lahirnya tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum, bahwa pada waktu rezim Presiden Soeharto telah mengisolasi hak-hak warga negara, tidak bisa mengemukakan pendapatnya untuk memberikan kritik terhadap penyalahgunaan kekuasaan dan terjadinya kekuasaan yang sewenang-wenang.
Pada saat itu terjadi perlawanan, khususnya dari kaum intelektual mahasiswa (DESAKAN PUBLIK). Mahasiswa dari semua kampus berkumpul untuk melawan rezim Presiden Soeharto dan akhirnya terjadi chaos (kekacauan) sampai Pak Soeharto memundurkan diri dari jabatannya sebagai Presiden dan digantikan oleh BJ. Habibi sebagai Presiden.
Dari latar belakang itulah warga negara dijamin hak-hak menyampaikan pendapatnya sesuai Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, khususnya yang diatur didalam Pasal 28E Ayat (3), bahwa setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat. Dan dijamin oleh Undang-Undang tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum Nomor 9 Tahun 1998, khususnya yang diatur di dalam Pasal 1 Ayat (1), bahwa kemerdekaan menyampaikan pendapat adalah hak setiap warga negara untuk menyampaikan pikiran dengan lisan, tulisan, dan sebagainya secara bebas dan bertanggungjawab sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dari catatan di atas, muncul 3 pertanyaan di benak Penulis:
(1). Apakah Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Pandeglang bisa berhenti untuk mengundurkan diri atas permintaan (DESAKAN PUBLIK) gabungan mahasiswa se-Kabupaten Pandeglang karena gagal melaksanakan visi misinya?
(2). Apakah Anggota DPRD Kabupaten Pandeglang yang tidak melakukan hak angketnya (fungsi kontrol) bisa berhenti untuk memundurkan diri atas permintaan (DESAKAN PUBLIK) gabungan mahasiswa se-Kabupaten Pandeglang karena tidak memeriksa Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Pandeglang yang gagal melaksanakan visi dan misinya?
(3). Apakah Kepala Kejaksaan Negeri Pandeglang bisa berhenti untuk memundurkan diri atas permintaan (DESAKAN PUBLIK) gabungan mahasiswa se-Kabupaten Pandeglang karena tidak mampu menegakkan hukum dan keadilan untuk menuntaskan kasus-kasus yang melibatkan orang yang berkuasa di Pandeglang?
3 pertanyaan tersebut menjadi tugas khusus para intelektual yaitu dosen dan mahasiswa yang dapat menjawabnya secara teknis dan operasional melalui diskusi bersama. Penulis berpendapat bahwa jalan keluarnya harus mengedepankan tiga tujuan hukum yaitu kepastian, keadilan, dan kemanfaatan.
Kita semua sangat prihatin dan menyadari bahwa Daerah Kabupaten Pandeglang yang sampai saat ini masih bisa dikatakan daerah yang tertinggal, bahkan program pemerintah tentang P3T (Percepatan Pembangunan Pedesaan Tertinggal) diduga keras adanya penyalahgunaan dana program tersebut oleh oknum DPRD Kabupaten Pandeglang, oknum pengusaha, dan kemungkinan ada oknum Pemerintah Kabupaten Pandeglang terlibat yang sampai saat ini, Kejaksaan Negeri Pandeglang yang sudah sekian lamanya (1 tahun lebih) tidak mampu memberikan informasi kepada publik secara terbuka dan memberikan kepastian hukum untuk menuntaskan kasus tersebut dan kasus besar lainnya yang diduga keras melibatkan orang yang punya kekuasaan.
Semoga catatan dari penulis ini bisa menjadi kontribusi pemikiran yang positif dan konstruktif untuk para pimpinan di Pemerintahan Kabupaten Pandeglang, baik di lembaga eksekutif, legislatif, maupun yudikatif yang ada di Daerah Kabupaten Pandeglang. Tidak lain penulis hanya bertujuan untuk kemajuan Kabupaten Pandeglang dan kesejahteraan masyarakat Pandeglang. Semoga hal ini bisa diwujudkan oleh kepemimpinan berikutnya di Kabupaten Pandeglang.
Mohon maaf bila terselip kata-kata yang kurang berkenan di hati, bagi pembaca maupun yang lainnya.
Demikian, Pandeglang 27 Desember 2019.
Penulis: Dede Kurniawan, S.H., M.H. (Pemerhati Sosial)
Editor: Thoby/BU