Bidikutama.com – Momentum bermaaf-maafan saat lebaran menjadi tradisi yang melekat pada masyarakat muslim Indonesia untuk memulai lembaran baru setelah mensucikan diri di bulan Ramadhan. Dalam psikologi, memaafkan mampu menjadikan salah satu cara individu melepaskan emosi-emosi negatif entah itu marah, dendam, iri, dengki, dan semacamnya. Momentum lebaran juga menjadi waktu yang tepat bagi individu untuk menjalin silaturahmi antar sesama. (10/4)
Banyak sekali hikmah yang terkandung dalam momentum lebaran. Namun, tak jarang juga ditemui momentum lebaran menjadi momen yang sangat menakutkan bagi sebagian individu, karena ada beberapa kalimat basa-basi bagi mereka yang sudah dianggap “basi” mampu menghantarkan antar individu menjadi mala petaka, yang seharusnya lebaran menjadi momentum yang mendamaikan menjadi tidak damai hanya karna basa-basi yang sudah “basi”. Entah itu ada pasangan yang belum dikaruniai anak ketika menghadiri acara keluarga kerap ditanya “kapan punya anak” padahal pasangan tersebut sudah berusaha semaksimal mungkin untuk memiliki anak. Atau ada seorang mahasiswa yang kerap ditanya “kapan lulus?” seakan akan mahasiswa tersebut tidak berusaha untuk lulus tepat waktu.
Barang kali kita tidak tahu bahwasannya mahasiswa tersebut memiliki prioritas lain yang mengharuskan ia kerja demi mencukupi kebutuhan sehari-hari sehingga lulus tepat waktu menjadi hal sulit baginya.
Semua orang punya rintangan masing-masing pastinya. Dengan kita berbasa-basi yang sudah “basi” ini dapat menghilangkan makna lebaran, yang seharusnya mempererat tali persaudaraan, malah menjadi mala petaka menyakiti perasaan orang. Bagi saya, bukan ranah kita lagi untuk menanyakan hasil atas upaya mereka perjuangkan. Itu semua hak prerogatif Yang Maha Kuasa.
Maka dari itu, patutnya kita sebagai muslim merenungkan betul makna lebaran. Perlu bagi kita untuk mengitropeksi diri, merangkul orang lain, dan memposisikan diri menjadi orang lain. Dengan meyakini bahwasannya momentun bulan suci Ramadhan menjadi wadah bagi kita individu muslim terus memperbaiki diri, percayalah nikmat dan ridha Allah akan selalu menghampiri.
Dengan kita menyadari betul bahwa memaafkan dan meminta maaf adalah salah satu langkah untuk maju dari terbelenggunya emosi negatif dalam diri, yakinkan bahwa diri ini memaafkan untuk ketenangan batin begitu juga sebaliknya. Jika kita mampu merenungkan makna lebaran menjadi momentum saling memaafkan berasal dari hati yang paling dalam. Maka umat muslim akan jauh lebih sehat secara mental dan tentunya nikmat Allah selalu hadir disetiap langkah kita.
Penulis: Nadira/BU
Editor: Rani/BU