Bidikutama.com – Pemilihan umum raya (pemira) merupakan pesta demokrasi bagi mahasiswa Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta) untuk meneruskan estafet kepemimpinan bagi setiap organisasi mahasiswa (ormawa) di kampus.
Di sisi lain, Indonesia sedang dihadapkan dengan kondisi di mana Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) yang dulu sempat didemo oleh seluruh elemen masyarakat, telah disahkan menjadi KUHP oleh para pejabat negara dalam rapat paripurna.
Mahasiswa merupakan kaum intelektual bangsa yang merawat pikiran dan menjunjung tinggi keadilan. Mahasiswa sebagai muara harapan masyarakat harus berperan penting dalam proses pengawasan penyelenggaraan negara. KUHP telah disahkan pada (6/12) dalam rapat paripurna. Padahal masih terdapat pasal yang dianggap berisi ketidakadilan dan kontroversial oleh masyarakat. Maka, Mahasiswa sebagai kaum intelektual harus melawan pasal yang dianggap berisi ketidakadilan tersebut.
Pada 2019, mahasiswa dari berbagai universitas dan masyarakat sipil menggelar aksi demonstrasi penolakan terhadap RKUHP yang dianggap ngawur. Dalam aksi tersebut, banyak yang mengalami luka-luka bahkan menelan korban jiwa. Sebagai negara demokrasi, unjuk rasa merupakan salah satu simbol demokrasi sebagaimana yang terdapat dalam Undang-undang (UU) nomor 9 Tahun 1998 tentang kemerdekaann menyampaikan pendapat di muka umum. Banyaknya korban dalam aksi menunjukkan bahwa nyawa pun menjadi jaminan untuk melawan ketidakadilan.
Sejauh ini, akun Instagram Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Keluarga Besar Mahasiswa (KBM) pun belum menanggapi terkait RKUHP yang disahkan. Begitupun dengan sejumlah akun Instagram Ormawa lainnya. Melihat kekacauan kondisi bangsa Indonesia sekarang, Bagaimana mahasiswa Untirta melihat situasi yang ada?
Akankah sibuk dengan birahi pesta demokrasi dan mengabaikan konstitusi?
Penulis : Annisa/BU
Editor : Putri/BU