Bidikutama.com – Gagasan Presiden Prabowo Subianto untuk menampung sementara warga Palestina ke Indonesia memicu perdebatan publik yang cukup hangat. Pada satu sisi, kebijakan ini mencerminkan semangat kemanusiaan dan solidaritas yang telah lama menjadi bagian dari politik luar negeri Indonesia. Tetapi disisi lain, sejumlah tantangan dan konsekuensi, baik dalam ranah geopolitik maupun domestik, juga patut menjadi perhatian serius. Selasa (15/4)
Secara prinsip, langkah ini menunjukkan konsistensi Indonesia dalam mendukung perjuangan rakyat Palestina. Evakuasi sementara yang difokuskan pada perawatan medis dan trauma healing dapat menjadi bentuk nyata solidaritas global. Namun, dilansir dari Tempo.com, muncul kekhawatiran bahwa relokasi tersebut dapat dimanfaatkan sebagai alat propaganda oleh pihak-pihak tertentu. Kekhawatiran juga muncul terkait kemungkinan langkah ini justru dapat memperlemah posisi Palestina dalam menghadapi Israel. Kritik dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan ketidaksinkronan pernyataan antara Presiden dan Kementerian Luar Negeri memperlihatkan belum terbangunnya narasi kebijakan yang solid di tingkat nasional.
Tantangan tidak hanya hadir dari sisi luar negeri. Secara domestik, menampung pengungsi dalam jumlah besar akan menuntut kesiapan logistik yang luar biasa. Ketersediaan infrastruktur dasar seperti tempat tinggal, layanan kesehatan, pendidikan, hingga integrasi sosial, menjadi hal yang harus direncanakan secara komprehensif. Indonesia bukan negara dengan sumber daya tak terbatas maka potensi tekanan pada layanan publik, persaingan lapangan kerja, hingga munculnya resistensi sosial, harus menjadi bagian dari skenario mitigasi risiko.
Oleh sebab itu, gagasan ini tidak bisa semata-mata dilihat sebagai tindakan populis bermuatan simbolik. Diperlukan pendekatan kebijakan yang terstruktur, dengan dukungan lintas sektor dan partisipasi masyarakat. Program penampungan harus disertai dengan strategi reintegrasi yang memungkinkan para pengungsi untuk mandiri dan berkontribusi positif, sembari tetap menghormati nilai-nilai kedaulatan nasional.
Langkah Presiden Prabowo memang mencerminkan keberanian dalam menunjukkan solidaritas kemanusiaan. Namun, keberanian itu harus diimbangi dengan kebijakan yang matang dan diplomasi yang terukur. Dikutip dari Tempo.com, Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI), Amirsyah Tambunan menyatakan bahwa pemerintah harus memastikan dengan matang bahwa kebijakan ini dan tidak membuka celah manipulasi geopolitik atau memicu ketegangan domestik. Keberhasilan rencana ini bergantung pada perencanaan yang cermat dan diplomasi yang kokoh. Oleh karena itu, diperlukan kajian mendalam dan diskusi publik yang lebih luas untuk memastikan bahwa gagasan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Penulis: Intan Agustina/Mahasiswi Ilmu Komunikasi Untirta
Editor: Natasya/BU