Bidikutama.com – Pelaksanaan Pemilihan Umum Raya Mahasiswa (Pemira) Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta) adalah sarana aktualisasi Demokrasi mahasiswa dalam organisasi Keluarga Besar Mahasiswa (KBM) yang dilakukan untuk memilih Presiden mahasiswa (Presma) dan Wakil presiden mahasiswa (Wapresma), Ketua dan Wakil Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas dan Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) /Program Studi yang berdasarkan Undang-Undang (UU) Keluarga Besar Mahasiswa (KBM) Untirta.
Dalam perhelatan demokrasi di Kampus Untirta ini seyogyanya nilai-nilai Demokrasi itu harus dijunjung tinggi terlebih dalam ruang-ruang akademisi (red: Kampus), dan sangat disayangkan proses pengaktualisasian demokrasi yang seharusnya sehat ini harus tercoreng dengan adanya upaya-upaya penjegalan dalam proses Administrasi di Komisi Pemilihan Umum Mahasiswa (KPUM) oleh beberapa oknum yang tidak bertanggungjawab.
Seperti yang kita ketahui bersama memang dalam menjalankan dinamika aktivisme mahasiswa tidak terlepas dari yang namanya politik, termasuk juga politik kampus, namun yang harus kita pahami bersama ialah politik mahasiswa bukanlah politik praktis yang menghalalkan segala cara termasuk jegal-menjegal. Politik mahasiswa adalah politik nilai yang menjunjung tinggi nilai-nilai akademis yang berdasarkan ntegritas, kejujuran dan tanggung jawab.
Namun di kampus Untirta harapan-harapan itu tidak ter realisasikan. Berikut ini adalah fakta-fakta yang ada dalam pelaksanaan Pemira Untirta 2020,
- Tidak sesuai aturan dan ketentuan yang disepakati oleh KPUM
Dalam pelaksanaan sidang verifikasi terbuka tidak sesuai aturan dan ketentuan yang telah disepakati sebelumnya bahwa peserta sidang verifikasi terbuka yaitu terdiri dari maksimal 5 orang per-tim dengan rincian (3 orang timses 1 orang calon presiden mahasiswa (capresma) dan 1 orang calon wakil presiden mahasiswa (cawapresma)) dari tiap-tiap bakal pasangan calon (bapaslon) Presma dan Wapresma, sementara yang terjadi peserta sidang melebihi batas maksimal sehingga mengacaukan jumlah kuorum (jumlah minimum anggota yang harus hadir) dalam persidangan sehingga menyebabkan persidangan tidak kondusif, banyak terjadi intervensi dan intimidasi.
- Menyalahi aturan pasal 22 UU KBM Nomor 3 Tahun 2020
Dalam pasal 22 UU KBM dikatakan Bahwa dalam Sidang Verifikasi dilakukan oleh KPUM yang dihadiri oleh KP2UM dan setiap bapaslon, sementara yang terjadi adalah persidangan verifikasi tersebut tidak dihadiri oleh KP2UM selaku pengawas dalam penyelenggaraan Pemira Untirta ini.
- Menyalahi aturan pasal 25 UU KBM Nomor 3 Tahun 2020
Dalam pasal 25 UU KBM dikatakan bahwa mengenai verifikasi terdapat bapaslon yang tidak memenuhi syarat administratif dan mengakibatkan hanya terdapat 1 (satu) bapaslon, maka KPUM memberikan waktu 1×24 jam untuk melengkapi persyaratan administratif tersebut. Sementara dalam kenyataannya aturan dalam pasal 25 UU KBM ini tidak dilaksanakan oleh KPUM dan langsung menetapkan Zarly-Attabieq sebagai pasangan calon (paslon) aklamasi tanpa ada waktu 1×24 jam untuk melengkapi syarat administratif bagi paslon lain.
Dalam hukum pun kita mengenal nomenklatur hierarki perundang-undangan dan sehingga ketetapan sidang yang menyatakan paslon Zarly-Attabieq sebagai aklamasi yang dikeluarkan oleh KPUM ini telah bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi atau diatasnya yaitu, UU KBM pasal 25 UU KBM Untirta Nomor 3 Tahun 2020, sehingga dari segi hukum ketetapan tersebut tidak sah.
- Melanggar aturan pasal 18 UU KBM Untirta Nomor 3 Tahun 2020
Bahwa sesuai Pasal 18 UU KBM Untirta Nomor 3 Tahun 2020 salah satu persyaratan capresma dan wapresma ialah tidak sedang menjabat strategis baik di organisasi intra maupun ekstra kampus yang dibuktikan dengan surat keterangan bermaterai dari organisasi yang bersangkutan.
Sementara, dalam proses pembuktian dalam persidangan verifikasi terbuka yang dilaksanakan oleh KPUM Untirta tersebut memperlihatkan surat keterangan tidak sedang menjabat strategis baik di intra maupun ekstra kampus dari pasangan calon Zarly-Attabieq tidak disertakan materai, hanya cap basah saja. Pada saat persidangan tim sukses (timses) dari paslon Zarly-Attabieq menganggap cap basah saja sudah cukup sebagai legalitas surat pernyataan dan mendesak KPUM agar mengesahkan surat pernyataan tersebut.
Namun jika kita telisik lebih mendalam mengenai surat pernyataan yang harus disertai materai sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 70 Tahun 2014 Tentang Tata Cara Pemateraian bahwa surat pernyataan yang digunakan sebagai alat bukti dalam suatu persidangan di pengadilan itu harus disertakan dengan materai. Aturan ini dapat dilihat dalam Pasal 2 PMK nomor 70 Tahun 2014 Tentang Tata Cara Pemateraian dikatakan bahwa dalam salah satu poin pemeteraian, kemudian dilakukan atas dokumen yang akan digunakan sebagai alat pembuktian di muka pengadilan. Jadi kesimpulannya, materai itu diperlukan dalam hal surat pernyataan tersebut digunakan dalam pembuktian sebuah persidangan dan tentu ini relevan dengan apa yang sedang dilakukan oleh KPUM (red: sidang verifikasi terbuka)
- KPUM tidak memiliki Integritas dalam memutuskan aturan dan ketetapan
Pertama yaitu mengenai waktu, seperti yang telah diinfornasikan melalui akun official Instagram KPUM Untirta berkaitan dengan sidang verifikasi terbuka seharusnya dilakukan 1×24 jam setelah verifikasi tertutup namun menjelang pukul dini hari terdapat perubahan yang cukup mendadak yang menetapkan pelaksanaan sidang verifikasi terbuka bakal dilaksanakan pukul 03.00 dini hari.
(3 macam versi Berita Acara Penetapan Calon Presma dan Wapresma Untirta yang dikeluarkan oleh KPUM)
Kedua, yaitu terkait Berita Acara Persidangan Ketetapan Calon Presma dan Wapresma oleh KPUM yang menyatakan Paslon Zarly-Attabieq aklamasi, kemudian dalam hal ini beredar di mahasiswa berita acara persidangan yang berbeda-beda dalam hal penomoran dan penanggalan, tercatat ada 3 macam versi Berita Acara Persidangan yang penulis temukan pertama Berita Acara No. 01/UN.43/PEMIRA/KPUM/III/2021 tertanggal 17 Maret 2021, kedua Berita Acara No. 05/UN.43/PEMIRA/KPUM/III/2021 tertanggal 20 Maret 2021, ketiga Berita Acara No. 01/UN.43/PEMIRA/KPUM/III/2021 tertanggal 18 Maret 2021. Ini menunjukkan bahwa Integritas dari KPUM Untirta sangat dipertanyakan.
Penulis : Imaduddin, Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta)
Editor : Rara/BU