Bidikutama.com – Mengacu pada definisinya, jurnalis merupakan pekerja yang tugasnya mencari, menghimpun, dan mengolah data serta fakta yang ada. Namun, pada praktiknya lebih kompleks daripada itu. Jurnalis juga sebagai wakil masyarakat tertindas yang tak mampu berbicara dengan bekerja mencari yang janggal dari suatu fakta yang ditemukan. Maka, memang sudah seharusnya seorang jurnalis berbicara apa yang sepatutnya masyarakat ketahui. (12/9)
Melebihi keniscayaan manusia kepada Tuhan, dalam perjalanannya, jurnalis sudah pasti mengalami tindakan represif dari pihak-pihak yang berkontraksi. Baik dianiaya, diancam nyawanya, maupun direnggut nyawanya.
Penganiayaan, pengancaman, dan pembunuhan merupakan tindakan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM). Tepat bulan ini, September dirayakan sebagai bulan hitam yakni pada tahun 1998 begitu banyak relawan yang hilang, yang suaranya dibungkam, bahkan hak hidupnya dihilangkan.
Wartawan merupakan salah satu dari bagian yang mendapat tindakan represif. Terutama ketika jurnalis berhubungan dengan konstitusi. Sudah tugas jurnalis untuk mencari sesuatu yang perlu diketahui oleh masyarakat. Jika hal yang dicari atau ditanyakan tidak bermasalah dan berdampak langsung kepada masyarakat, lantas mengapa konstitusi seolah alergi terhadap jurnalis?
“Hak asasi itu ada karena Anda adalah manusia, bukan karena sebuah konstitusi,” tutur Bung Haris Azhar pada salah satu forum diskusi.
Tulisan ini ada karena pelanggaran hak asasi kepada wartawan, yang mana wartawan juga manusia adalah benar adanya. Salah satu wartawan Bernas, Fuad Muhammad Syarifuddin (Udin), salah satu dari sekian wartawan yang matinya dianggap tak layak dan tak wajar.
Seusai Udin memuat karya jurnalistik tentang kasus korupsi mega proyek Parangtritis dan suap suksesi Bupati Bantul, Sri Roso senilai Rp1 miliar kepada Yayasan Dharmais milik Presiden Soeharto, ia menghilang. Udin hilang dan dianiaya sampai mati, hingga rupanya ditemukan 3 hari kemudian.
Kasus Udin sampai detik ini masih diklaim sebagai kasus penuh misteri. Usaha yang dilakukan oleh pihak yang berwenang seolah kurang hanya karena satu bukti, bukti yang sengaja dihilangkan oleh Edy, salah satu tersangka. Lantas mengapa?
Tak lagi puas menghilangkan nyawa, terkadang ‘mereka’ juga merampas barang pribadi seperti emas dan jam tangan. Kasus ini dialami oleh Naimullah yang ditemukan tewas di dalam mobilnya dalam keadaan kepala dan pelipisnya pecah. Nyawa hilang, barang-barang seperti kamera, tape recorder, jam tangan serta gelang miliknya ikut menghilang.
Lalu, apakah ada saat ini pemberitaan yang membahas siapa dalang dibalik semua kasus kematian wartawan? Bahkan, penyidikan pembunuhan Udin ditutup dengan alasan kurangnya bukti.
Ferdi Sambo gagal dihukum mati dengan alasan HAM, lalu bagaimana nasib Udin (1996), Naimullah (1997), dan rekan wartawan lainnya yang hak untuk hidupnya diambil? Apakah wartawan tidak layak untuk mendapatkan HAM? Padahal kenyataannya wartawan juga manusia.
Penulis : Aya/BU
Editor : Gayatri/BU