Bidikutama.com – Putra sulung Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming, resmi dipilih menjadi Calon Wakil Presiden oleh Koalisi Indonesia Maju (KIM) pada Minggu (22/10) kemarin untuk mendampingi Prabowo Subianto yang telah lebih dulu dicalonkan sebagai calon presiden untuk pemilihan presiden 2024. Prabowo–yang juga menjabat sebagai menteri pertahanan–mengatakan langkah tersebut merupakan hasil rembukan dari pimpinan partai yang tergabung dalam KIM yakni Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), Partai Golongan Karya (Golkar), Partai Demokrat (PD), Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Bulan Bintang (PBB), dan Partai Gelombang Rakyat Indonesia (Gelora Indonesia). (23/10)
Diputuskannya Gibran si Anak Pak Lurah (panggilan untuk Jokowi) untuk ikut bertarung dalam pertarungan politik nasional, seolah menjadi klimaks dalam kisah culas perjalananan walikota Solo itu untuk berperan sebagai penerus tahta sang ayah. Dari mulai mengotak-atik sejumlah peraturan yang dianggap dapat menghambat proses klimaks itu, hingga gosip Presiden Jokowi yang ikut cawe-cawe pada pagelaran demokrasi nanti.
Nama besar sang ayah, memungkinkan Gibran memiliki peluang besar dalam menggapai prestasi politiknya. Apalagi, salah satu hakim Mahkamah Konstitusi (MK) yang ikut mengotak-atik Undang-undang Pemilu pasal 169 huruf q–peraturan yang dianggap menghambat langkah pencalonan Gibran–adalah pamannya sendiri, Anwar Usman.
Sebenarnya praktik “jual nama bokap” seolah sudah menjadi fenomena umum. Tapi bila menyangkut kepentingan dan masa depan 200 juta lebih penduduk Indonesia, seharusnya hal ini layak disebut praktik yang paling menjijikan. Slogan “saatnya anak muda memimpin” hanya terlihat sebagai omong kosong. Ada berapa anak muda yang memiliki kompetensi yang sama, atau bahkan melebihi Gibran terhalang karena tidak bernasib lebih baik darinya? dan itu menjadi pertanyaan yang wajar, kenapa harus Gibran?
Gibran diduga jelas menjadikan sang ayah sebagai role model utamanya dalam berpolitik. Sebab, pijakan politik pertama Jokowi juga dengan menjadi walikota Solo. Namun bedanya kali ini Gibran tak perlu repot-repot untuk masuk gorong-gorong untuk mendapatkan atensi layaknya sang ayah. Kesamaan kedua dari dugaan tersebut, bisa dilihat pada Gibran dan Jokowi yang sama-sama tidak menggenapkan amanahnya sebagai kepala daerah selama 5 tahun–Jokowi tak menuntaskan masa jabatannya sebagai Gubernur DKI Jakarta ketika dicalonkan sebagai calon presiden 2014.
Mungkin beberapa orang sudah menduga ending dari drama politik dinasti ini. Meski memang, hasilnya belum dipastikan karena masih harus dibuktikan tahun depan. Dengan tak menolaknya dicalonkan seperti itu, Gibran seakan berjalan dengan pongah untuk menggapai langkah politiknya. Dan tentunya itu semua atas sepengetahuan Pak Lurah.
Penulis : Alif Bintang/BU
Editor : Uswa/BU