Bidikutama.com – Definisi kata ‘perempuan’ dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) sempat menjadi perbincangan di sosial media, karena dinilai mengandung makna yang negatif. Kemudian ada penambahan definisi terkait kata ‘perempuan’. Lalu, bagaimana penjelasan terkait hal tersebut?
Dosen program studi Pendidikan Bahasa Indonesia (PBI) Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta), Ade Anggraini Kartika Devi, menjelaskan terkait hal ini.
Perlu diketahui bahwa pada kenyataanya KBBI ini akomodatif. Artinya, KBBI mengakomodasi kosakata-kosakata yang kerap digunakan oleh masyarakat Indonesia berdasarkan korpus kebahasaan yang ada. Kosakata tersebut lantas didefinisikan sesuai prinsip pendefinisian serta pola-pola definisi.
Sekait dengan definisi pada kata perempuan, Devi menyebut pendefinisiannya sudah tepat. Adapun pendefinisian tersebut memenuhi prinsip:
- Swatafsir
- Tidak mengandung kata-kata yang lebih sulit dipahami
- Definisi didahului oleh kata yang berkelas sama dengan yang didefinisikan
- Menghindari definisi memutar, dan
- Spesifik dengan memberikann satu fitur yang paling membedakan
“Dengan demikian, kata perempuan telah memiliki definisi yang tepat, tetapi memang tidak menutup kemungkinan untuk dimutakhirkan yang dasarnya ialah korpus yang tersaji secara apa adanya sesuai fakta kebahasaan,” jelas Devi.
“Sebab KBBI merupakan kamus umum yang historis, akomodatif, dan kamus yang hidup,” tambahnya.
Devi kemudian menjelaskan makna yang dianggap lebih positif yang sekarang sudah ditambahkan pada KBBI bukan muncul karena adanya desakan melainkan Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa tidak menutup masukan, guna penyempurnaan KBBI.
“Kembali pada sifat KBBI yang hidup (living dictionary), setiap ada konsep/makna baru yang muncul serta kekerapan kemunculannya yang tinggi maka kata tersebut dapat didaftarkan pada lema KBBI.
Tentunya, prinsip leksikografi digunakan. Jika tidak memenuhi, tidak akan masuk di entri/subentri KBBI,” tuturnya.
Devi menambahkan bahwa kamus yang ada saat ini bukan kamus etimologis sehingga asal suatu kata tidak dapat langsung diketahui.
Anggapan “diskriminasi memaknai kata di KBBI” cenderung muncul pada sebuah kata yang berkonotasi negatif. Padahal, tidak demikian.
Menurutnya, konotasi negatif didasarkan atas tautan nilai rasa pemakai bahasa terhadap kata yang didengar atau dibaca. Nilai rasa inilah yang memunculkan makna “positif” dan “negatif”.
Kata perempuan dianggap bermakna negatif sebab kerap didampingi oleh kata lain. Sublema seperti perempuan lacur, perempuan simpanan, perempuan jalang, dsb. digunakan secara berulang oleh penutur sehingga mempertegas konstruksi maknanya yang negatif.
Pada akhirnya, dapat dijustifikasi bahwa makna kata dalam KBBI merupakan fakta kebahasaan yang ada pada masyarakat. Makna kata tersebut turut merepresentasikan konteks sosial dan kultural yang terlibat.
Reporter : Audi/BU
Penulis : Resti/BU
Editor : Hafidzha/BU