Bidikutama.com – Mereka adalah anak jalanan, pemulung, dan pengemis yang saya jumpai di area Kota dan Kabupaten Serang. Anak jalanan, pemulung, dan pengemis adalah sesuatu hal yang berbeda, mereka punya definisinya masing-masing.
Depsos (2001: 20) mendefinisikan bahwa anak jalanan adalah anak yang sebagian besar menghabiskan waktunya untuk mencari nafkah atau berkeliaran di jalanan atau tempat-tempat umum lainnya.
Adanya berbagai macam faktor penyebab timbulnya anak jalanan, yaitu keadaan ekonomi keluarga, ketidakserasian dalam keluarga, sehingga menyebabkan anak tidak betah di rumah, dan faktor lingkungan, seperti anak-anak yang mengikuti temannya yang berada di jalanan.
Dalam penelitian saya, saya menjumpai lima anak jalanan di sekitaran Warung Pojok, Ciwaru, Kota Serang. Mereka adalah Difta (13), Regi (12), Manda (8), Diana (8), dan Destri (16).
Mereka ada yang ngamen, dan ada pula yang membawa kemoceng untuk membersihkan mobil atau motor agar mendapatkan upah dari pemilik kendaraan tersebut.
Mendengar cerita mengenai mengapa mereka berada di jalanan, cukup memprihatinkan. Difta, dia ngamen untuk membantu kedua orang tuanya dalam memenuhi kebutuhan hidup.
Awalnya dia bersekolah di tingkat SMP, tapi terputus karena tidak ada biaya yang mencukupi untuk sekolahnya. Dia sambil menangis saat bercerita. Bapaknya berjualan tempe di pasar dengan hasil yang hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya.
Adapun Destri dan Manda, mereka kakak-beradik kandung, kedua orang tua mereka sudah meninggal. Manda adalah seorang tunarungu, dia kesulitan untuk berkomunikasi dengan orang yang baru ditemuinya.
Dia bersama sang kakak ngamen di tengah kota pada setiap lampu merah, dan sang kakak yang selalu membawa gitar kecilnya ke manapun untuk ngamen.
Untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya, mereka harus ngamen ataupun mengemis. Saat ini hanya Destri yang bersekolah, dia masih melanjutkan pendidikannya di tingkat SMA.
Regi dan Diana juga ngamen dan mengemis, sama seperti Manda dan Destri. Mereka berempat selalu bersama untuk ngamen dan mencari uang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Saat melihat langsung, sebenarnya sangat memprihatinkan, bagaimana seusia mereka yang seharusnya masih bermain dan belajar di sekolah, tapi sudah harus mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Harapan? Tentu mereka masih punya harapan dalam hidupnya. Mereka ingin seperti anak-anak seusia mereka pada umumnya, yaitu bermain dan belajar di sekolah.
Mendapatkan kasih sayang dan perhatian dari orang lain, yang mana seusia mereka masih sangat membutuhkan kasih sayang dan perhatian, khususnya dari orang tua. Itu cerita dari anak jalanan yang saya temui di Kota Serang.
Selanjutnya, saya bertemu dengan dua orang pemulung bernama Junaedi (42) dan Suriah (70). Saya berjumpa dengan Pak Junaedi yang sedang memulung di sekitaran lampu merah Kebon Jahe.
Pak Junaedi ini hanya tinggal dengan seorang anak laki-laki yang masih bersekolah tingkat SMA. Dalam kehidupannya, beliau hanya mengandalkan hasil dari memulung karena sulitnya mencari pekerjaan dan tidak ingin terikat atau terbatasnya dalam melakukan sesuatu.
Sehingga, memilih memulung yang dianggapnya pekerjaan yang bebas tanpa terikat oleh pihak manapun. Adapun Nenek Suriah, beliau sudah lansia sekali. Saat ditanya umurnya, Nenek Suriah bahkan sudah lupa berapa umurnya. Perkiraannya sekitar 70 tahun ke atas.
Beliau memiliki tiga anak perempuan, semuanya sudah menikah. Saat ini, semua anaknya dibawa oleh suami mereka masing-masing. Ada yang ke Tangerang, Jakarta, dan Bogor.
Oleh sebab itu, Nenek Suriah saat ini hidup sendiri karena suaminya juga sudah meninggalkannya terlebih dahulu.
Untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya, Nenek Suriah memulung dan melakukan aktivitas lainnya, yang penting dapat menghasilkan upah, seperti bekerja serabutan.
Tentang harapan? Mereka punya harapan, yang mana mungkin menurut kita bisa tercapai, tapi menurut mereka mustahil.
Pak Junaedi berharap anaknya dapat menyelesaikan pendidikan SMA-nya sampai lulus. “Ya, minimal berpendidikan sampai SMA,” katanya.
Sementara itu, Nenek Suriah berharap setiap harinya bisa makan. Ya minimal sehari sekali, dan melihat anak-anaknya bahagia.
Lalu, bagaimana sosiologi memandangnya? Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari masyarakat. Dari cerita di atas mengenai anak jalanan, pengemis, dan pemulung bisa masuk ke dalam Teori Aksi.
Teori Aksi, yaitu bahwa tindakan manusia muncul dari kesadarannya sendiri sebagai subjek dan dari situasi eksternal dalam posisinya sebagai objek.
Sebagai subjek, manusia bertindak atau berperilaku untuk mencapai tujuan tertentu. Tindakan manusia muncul dari kesadarannya sendiri sebagai subjek dan dari situasi dalam posisinya sebagai objek.
Dalam bertindak, manusia menggunakan cara, teknik, prosedur, serta perangkat yang cocok untuk mencapai tujuan.
Kelangsungan tindakan manusia hanya dibatasi oleh kondisi yang tak dapat diubah dengan sendirinya. Teori Aksi dikemukakan oleh Hinkle dalam buku “Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda” karangan Alimandan yang merujuk karya Mac Iver, Znaniecke, dan Parsons.
Jadi, apa yang mereka lakukan adalah sebuah aksi dan tindakan untuk mencapai tujuannya, yaitu bisa hidup dengan baik.
Jadi, apa yang dapat disimpulkan dari cerita di atas? Yup, semua orang punya harapan dan mimpinya masing-masing, dan cara menggapainya pun berbeda-beda.
Harapan orang yang mungkin menurut kita mudah untuk dicapai, tapi menurut orang lain itu sulit dan mustahil untuk dicapai.
Jadi, yuk banyakin rasa bersyukurnya kepada Allah Subhanahu Wata’ala. Bahkan, sampai saat ini kita masih diberikan kesehatan dan kemudahan dalam melakukan aktivitas kita.
Dan jangan lupa, di sebagian rezeki kita itu ada hak orang lain. Yuk, kita berbagi kepada sesama. Berbagi tidak akan membuat anda miskin, justru akan semakin membuatmu semakin kaya, yaitu kaya hati.
Jangan sampai kita miskin hati. Cobalah untuk berbagi kepada mereka yang membutuhkan, dan rasakan kebahagiaan mereka saat anda memberikan sesuatu kepada mereka.
Mereka akan senang dan akan mendoakan yang baik untuk anda. Bahagia itu simpel, ketika kita bisa membantu dengan berbagi kepada orang lain.
Terima kasih yang sudah membaca.
Penulis : Yullianty Indah Permata Sari (Mahasiswi Pendidikan Sosiologi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Semester V)
Editor : Thoby/BU