Bidikutama.com – Era dimana manusia paling terhubung satu sama lain tapi sekaligus paling rawan dikoyak sepi. Mengapa? Manusia modern kini adalah generasi yang paling aktif, ramai, dan berisik dengan manusia-manusia lainnya. Namun, mengapa banyak orang justru merasa dekat tapi terasa jauh dan sebaliknya?
“Modern loneliness, we’re never alone
But always depressed, yeah
Love my friends to death
But I never call and I never text”
— Lauv, Modern Loneliness
Pernah dengar penggalan lagu di atas? dan yash!! Seketika merinding saat kepala dilintasi fakta realitas hari ini hubungannya dengan lirik, relatable. Sebagai seorang yang memiliki obsesi besar dan pengalaman nyata pernah sampai addictive di sosial media, lagu yang menghujam diri ini dan terbesit betapa akuratnya dengan kondisi hari ini.
Generasi milenial, mereka dalam rentang usia awal 20-an hingga akhir 30-an, juga generasi di bawahnya menjadi rombongan tau usia usia pengguna medsos terbesar. Dampak yang ditimbulkan macam-macam. Salah satunya, merujuk pada riset Elizabeth Miller dari University of Pittsburg, yaitu rasa kesepian yang makin kronis dan meningkat.
Betul dan benar jika modernitas dan teknologi menjadi elemen kemajuan era hari ini, bagaimana mungkin dulu ingin menerima balasan percakapan harus menunggu 3 sampai 4 hari melalui surat dan sekarang hanya beberapa detik saja pesan bisa tersampaikan secara real time.
Belum lagi sosial media bisa menjadi ladang mencari cuan dengan social media marketing-nya. Namun kadang lupa bahwa semua yang terjadi ada konsekuensinya, kesepian di era modern salah satunya.
Memang beda? Bagaimana?
Dari perspektif lain “modernitas”, istilah yang muncul pertama kali di bagian Eropa pasca-abad pertengahan yang berarti “terkini”. Dari mana asalnya? Dari beberapa sumber bahwa modernitas tumbuh dari kelaparan manusia akan rasa ingin tahu, yang kemudian menghasilkan pengetahuan membangun peradaban yang berkembang kian hari. Siapa sangka dari jaman dulu soal penemuan mesin cetak tahun 1440 manusia dapat mencapai titik sampai hari ini, sampai hampir semua aktifitas dilakukan dengan ketukan jari saja?
But then what? kemudahan dan transformasi ini era menghasilkan permasalahan yang nampak baru bagi manusia, yaitu keterasingan dan kesepian yang meradang.
Kesepian, secara terminologi bahasa Inggris “Loneliness” menurut Bruno (2000) adalah keadaan mental dan emosional yang dicirikan adanya perasaan terasing dan kurangnya hubungan yang bermakna dengan orang lain.
Pada tulisan ini ada dua pokok ciri kesepian di jaman modern dari kutipan di atas yaitu, perasaan terasing dan kurangnya hubungan bermakna.
Yang pertama adalah perasaan terasing. Lautan informasi dan teknologi, kita menjadi makhluk yang terasing lebih dari era manapun dalam sejarah manusia. Kini anak anak, pelajar, mahasiswa dan semua kian hari kian asing terhadap sesamanya, jari berselancar di atas gawai, mata terpaku menikmati konten dalam gawainya sendiri, dan kadang abai terhadap sesama di sekitar (bahkan di hadapannya), semua terlihat seperti Zombie saat di bus atau kereta misalnya.
Menyadari hembusan angin di luar jendela, melihat dengan tenang sunset yang indah atau sekedar melihat pemandangan unik diluar jendela kereta. Tidak hanya ponsel, kita asing. Kadang hingga menjadi akrab dengan keterasingan itu sendiri. Seberapa sering kita melakukan Phubbing (istilah untuk orang yang asik dengan gawainya saat berkumpul bersama orang lain).
Perasaan terasing atau kesepian ini yang seperti apa?
Kesepian adalah pengalaman subjektif yang tak tergantung pada keramaian di sekitar. Ada orang yang kesepian saat sendiri, tapi juga bisa saat berada di tengah banyak orang dan keramaian, yakni ketika ia tak mampu menjalin komunikasi yang berkualitas dan intens dengan orang di sekitarnya.
Beberapa riset peneliti sosial kemudian mengonfirmasi universalitas tentang fenomena kesepian, sebagaimana yang disebut Cox, dengan mengacu pada salah satu faktor utama penyebab kesepian bisa muncul yaitu karena media sosial.
Penelit, Miller mengungkap 1.787 orang dewasa berusia antara 19 dan 32 tahun tentang penggunaan 11 situs media sosial paling populer – Facebook,Twitter, Youtube , Instagram, Snapchat, Pinterest, Vine, dan LinkedIn.
Miller menemukan bahwa orang yang mengunjungi jejaring sosial lebih dari 58 kali seminggu cenderung tiga kali lebih besar kemungkinan merasa kesepian daripada mereka yang menggunakan situs atau sosial media di bawah sembilan kali.
Lebih lanjut kedua adalah kurangnya hubungan bermakna. Hubungan semu? yang asing datang kemudian asing lagi dan akhirnya sebatas penonton story. Kamu mengalami? Terlebih percakapan sebatas agenda sebatas kepentingan semata tanpa ada kedekatan secara langsung yang bermakna?
Sudah pasti kita paham bahwa berberapa pesan singkat atau voice note di Whatsapp tidak dapat menggantikan kepuasan dan sensasi dari interaksi dengan tatap muka langsung. Intimasi yang seharusnya di dapat kemudian di efisienkan dengan chat di gadget. Hal ini pun berimplikasi pada kurangnya makna yang dihasilkan.
Jika teman teman aktif di sosial media, punya teman banyak dan berkualitas dan tidak kesepian, artinya pandai dan bijak dalam mengelola diri. Terakhir, penulis tantang teman teman untuk detoks sosial media? dan lihat seberapa banyak yang peduli dan bermakna untuk kalian?
Penulis : Khaerul Tamimi /@nalurimuda Mahasiswa Pendidikan Sosiologi 2018
Editor : Hafidzha/BU