Bidikutama.com – Dewasa ini masyarakat Indonesia merasa sangat digerahkan oleh tingkah laku para elit politiknya dalam menyikapi pandemi Covid-19, seperti halnya sebuah drama, banyak sekali pernyataan-pernyataan elit negeri ini yang melantur dan kontroversial. Perlu kita sadari bahwa nasib kita, nasib masyarakat Indonesia, dan nasib bangsa ini ada di tangan mereka, para elit bangsa ini, dimana mereka terlalu keseringan bercanda dalam melaksanakan tupoksinya. Jangan sampai akibat para elit yang keseringan bercanda, keseringan melantur, kita sebagai warga masyarakat Indonesia yang terkena imbasnya, sehingga banyak orang tua yang kehilangan pekerjaan akibat PHK, banyak masyarakat yang kelaparan, banyak anak dan orang tua yang pusing lantaran mahalnya biaya sekolah dan kuliah sehingga mereka tidak bisa membayarnya, dimana seyogianya kehidupan kita itu dijamin oleh negara, pendidikan kita dijamin oleh negara, bahwa mencerdaskan kehidupan bangsa adalah tanggung jawab dari negara.
Dalam lingkup pendidikan tinggi, dampak daripada pandemi Covid-19 telah mengakibatkan perubahan sistem perkuliahan tatap muka menjadi perkuliahan jarak jauh (PJJ) atau perkuliahan secara daring, dimana perubahan sistem perkuliahan ini merupakan tindak lanjut daripada kebijakan pemerintah melalui surat edaran Mendikbud No. 36962/MPK.A/HK/2020 mengenai pembelajaran secara daring sebagai upaya pencegahan penyebaran Virus Corona. Semenjak tanggal 18 Maret 2020, mahasiswa tidak lagi beraktivitas di lingkungan kampus serta tidak mempergunakan fasilitas pembelajaran yang ada di kampus, yang mana seharusnya fasilitas ini didapatkan selama perkuliahan biasanya.
Dalam perkuliahan tatap muka seperti biasa, mahasiswa mendapatkan pemenuhan atas haknya seperti fasilitas penunjang selama pembelajaran. Namun selama perkuliahan secara daring diberlakukan, mahasiswa hanya mendapatkan pemenuhan hak atas pembelajarannya saja yang dilakukan secara daring, namun tidak dapat menikmati fasilitas kampus seperti biasanya. Kondisi ini membuat pemenuhan hak mahasiswa atas biaya kuliah (UKT) yang telah dibayarkan oleh mahasiswa menjadi tidak sebanding dengan kewajiban kampus yang seharusnya juga dipenuhi dalam hal ini fasilitas pembelajaran. Sehingga penulis menganggap perlu adanya kompensasi atas hal tersebut, mengingat palaksanaan kuliah daring itu membuat biaya operasional kampus jadi berkurang (menghemat).
Akibat daripada kebijakan pemerintah dalam memberlakukan pembatasan sosial selama pandemi juga berdampak pada kondisi ekonomi masyarakat, sehingga penghasilan masyarakat mengalami penurunan, banyak para pekerja yang dirumahkan, bahkan sampai ada yang di-PHK. Hal ini juga tentu dirasakan oleh orang tua mahasiswa, terlebih yang penghasilannya harian, dimana penghasilan mereka menurun, bahkan tidak ada selama pandemi ini, dan banyak dari mereka yang tidak memiliki jaminan untuk membayar biaya kuliahnya.
Seperti halnya kampus-kampus lain, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa atau lebih akrab dengan sebutan Untirta sebagai salah satu perguruan tinggi negeri juga menindaklanjuti surat edaran yang dikeluarkan oleh Mendikbud di atas, dengan mengeluarkan surat edaran No. B/UN43TU.00.00/2020 tentang Kebijakan Umum Pencegahan Covid-19 di Lingkungan Untirta tertanggal 16 Maret 2020, yang diperkuat dengan surat edaran lanjutan No. B/5/UN43/TU.00.00/2020 tentang Kebijakan Akademik dalam Rangka Tanggap Darurat Covid-19 di Lingkungan Untirta tertanggal 27 Maret 2020, dimana dalam surat edaran tersebut rektorat menetapkan kebijakan PJJ atau perkuliahan daring. Seiring berjalannya waktu, banyak mahasiswa yang merasa PJJ ini kurang efektif dan sangat memberatkan mahasiswa akibat mahasiswa yang hampir setiap minggunnya dibebankan oleh banyaknya tugas dan mengaharuskan mahasiswa mengakses internet, bahkan tidak jarang pemberian tugas ini tidak diimbangi dengan penyampaian materi yang seharusnya didapat oleh mahasiswa. Jadi, mahasiswa hanya dicekoki oleh tugas-tugas tanpa diimbangi materi perkuliahan. Hal ini tentu tidak sebanding dengan kewajiban mahasiswa, yang mana telah membayar penuh biaya kuliah selama semester genap ini, namun tidak mendapatkan fasilitas atau hak yang seharusnya didapatkan, sehingga sangat perlu adanya kompensasi dari kampus.
Meski telah keluar Surat Keputusan Rektor Untirta No. 217/UN43/KPT.KM.01.01/2020 tentang Pemberian Subsidi Pulsa kepada Mahasiswa Aktif dalam Pembelajaran Daring di Lingkungan Untirta tertanggal 7 April 2020, mahasiswa menganggap keputusan ini masih jauh daripada harapan mahasiswa, dimana mahasiswa juga merasa kecewa karena tidak dilibatkan dalam penyusunan kebijakan, serta besaran pulsa yang hanya sebesar Rp 50.000/mahasiswa/3 bulan, yang jika dikalkulasikan hanya sebesar Rp 150.000, dan itupun pemberiannya akan diberlakukan dengan cara pemotongan UKT bagi mahasiswa aktif di semester berikutnya pada tahun akademik 2020/2021. Lantas bagaimana dengan teman-teman mahasiswa penerima beasiswa Bidikmisi? Mengingat teman-teman mahasiswa Bidikmisi itu UKT-nya dibayarkan langsung oleh pemerintah ke rekening kampus. Akankah teman-teman Bidikmisi juga akan mendapatkan haknya, sehingga kami berharap perlu adanya kejelasan mengenai hal ini.
Kemudian pada tanggal 5 Juni 2020 terbit surat pemberitahuan tentang komitmen Untirta pada masa pandemi Covid-19 terkait besaran UKT tahun akademik 2020/2021, dimana penulis menganggap dalam surat pemberitahuan tersebut hanya bentuk gimmick semata dari pihak kampus yang seolah peduli, namun realitanya tidak sama sekali.
Dalam poin ke-1 surat pemberitahuan tersebut menyatakan Untirta memastikan tidak ada kenaikan UKT di masa pandemi Covid-19 ini, yang memang pada kenyataannya kenaikan UKT itu jarang adanya dan tidak rasional apabila hal itu terjadi di masa sekarang ini, sehingga kami menganggap apa yang tercantum dalam poin ini tidak ada korelasinya terhadap permasalahan mahasiswa sekarang ini.
Kemudian pada poin ke-2, dengan memperhatikan kesepakatan Majelis Rektor Perguruan Tinggi Negeri Indonesia (MRPTNI) terhadap mahasiswa yang terdampak pandemi untuk mengatasi biaya UKT, Untirta memberlalukan kebijakan di antaranya: menunda pembayaran UKT, memperpanjang pembayaran UKT, dan melakukan penyesuainan UKT. Padahal jikalau kita lihat hasil daripada siaran pers MRPTNI No. 052/SP/MRPTNI/V/2020 melalui kebijakan sebagaimana diatur dalam Pasal 6 Permen Dikti No. 39/2017 tentang Perubahan UKT menetapkan kebijakan berupa: pembebasan UKT sementara, pengurangan UKT, pergeseran klaster UKT, dan pembayaran mengangsur dan penundaan pembayaran UKT. Lantas, mengapa Untirta tidak memberlakukan kebijakan pembebasan UKT Sementara dan pengurangan UKT?
Sejauh penulis membaca surat pemberitahuan, hanya poin ke-3 saja yang menurut penulis itu sesuai dengan kondisi yang dialami oleh mahasiswa saat pandemi ini. Maka dari itu, kami selaku mahasiswa meminta kepada pihak kampus untuk memperhatikan permasalahan yang dihadapi oleh mahasiswa Untirta, berkaitan dengan pembiayaan UKT dengan melakukan pembebasan atau relaksasi biaya kuliah untuk semester depan akibat pandemi Covid-19 ini.
Penulis : Imaduddin (Mahasiswa Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Sultan Ageng Tirtayasa)
Editor : Thoby/BU