Bidikutama.com — Jujur penulis suka heran ketika menyaksikan fenomena pacaran online, yang bahkan belum pernah bertemu sama sekali. Namun, bisa-bisanya menjalin hubungan ke tahap lebih dari teman?
Penulis paham bahwa ini semua terjadi karena pergeseran zaman, di era sekarang, apa sih yang enggak bisa dilakukan? Menjadi viral dengan melakukan hal “bodoh” aja bisa, asal tidak memiliki urat malu, apalagi ini bukan?
Namun, kembali lagi ke topik, mengapa hal ini bisa terjadi? Mengapa perasaan bisa tumbuh hanya dengan ketikan barisan pesan virtual, yang bahkan tidak mampu menerangkan secara utuh sisi emosi seseorang? Kemudian ada seseorang dari luar sana berteriak
“Loh kan ada emote bang? Bukankah emote adalah visualisasi emosi dalam ruang pesan virtual?”
Penulis hanya mampu mengernyitkan dahi, dan teringat ungkapan lama bahwa “Dibalik tertawanya seseorang, ada permasalahan yang sedang disembunyikan” apalagi emote yang hanya sekedar visualisasi (bukan projeksi).
Tentu saja barisan kalimat di atas akan memunculkan sebuah pembelaan, “Kita ini bukan cuma chat-an kok, tapi juga video call, sleep call, dan call-call yang lain,”
Tapi ketika mereka ditanya, apakah pernah bertemu secara langsung? Menatap wajahnya secara langsung? Merasakan deg-degan karena takut tidak sesuai ekpektasi doi? Jawaban mirisnya, belum pernah dan mungkin ke depannya akan. What! Baru akan ketemu aja bisa memiliki hubungan yang orang sebut sebagai pacar.
Ke depannya fenomena ini akan masif kita temui di kalangan generasi Z, mungkin juga anak-anak zaman sekarang tidak memiliki mental seperti orang terdahulu, yang siap mendapatkan penolakan bahkan ketika tahap awal berkenalan. Meskipun penulis bukan termasuk orang-orang terdahulu itu. Namun, penulis setuju akan statement itu.
Sebagai orang yang ber-media sosial seringkali penulis baca urut-urutan soal hubungan daring entah itu di twitter ataupun di quora. Rata-rata dari mereka menganggap hubungan ini lazim dilakukan. Penulis juga paham, bahwa tidak ada aturan baku yang mengatur soal perasaan.
Penulis juga mengamini (meng-iya-kan -red) bahwa perasaan adalah bentuk abstrak yang di beberapa kasus tidak masuk akal dan tidak mampu didefinisikan tetapi, anda juga mesti hati-hati, bahwa berapa banyak kasus penipuan, pelecehan seksual, dan penyebaran konten sensitif yang berawal dari pesan virtual, dan sukar dipercaya tidak sedikit korbannya yang bahkan belum pernah menemui tersangkanya, atau baru pertama bertemu dan ‘langsung kejadian’.
Kadang-kadang penulis menyepakati ungkapan lawas “lebih baik mencegah daripada mengobati” atau “sedia payung sebelum hujan”, dengan maraknya kasus-kasus tersebut kita sebagai pengguna media sosial, perlu mengerti batas-batas yang boleh dan tidaknya.
Penulis sangat mendukung pertemanan yang terjalin melalui media sosial, karena fungsi esensial media sosial adalah sarana dalam berjejaring. Mendekatkan yang jauh, dan merekatkan yang sudah dekat. Namun, jika untuk menjalin hubungan tanpa ada ihwal pertemuan, rasa-rasanya anda perlu pikirkan dua kali, bahkan seratus kali.
Penulis menyadari bahwa tujuan orang berpacaran itu sangat beragam. Ada yang benar benar ingin diberi perhatian, ada yang benar-benar ingin kasih sayang dari orang lain, ada yang menjadikan pacaran sebagai jembatan sebelum memutuskan untuk menikah.
Tapi ada juga loh, yang tak ingin kalah gengsi, ada yang hanya ingin mendapatkan tumpangan ojek gratis, ada yang hanya membutuhkan sesuatu, bahkan ada yang ingin tapi tak ingin. Tentunya semua pilihan berada di tangan anda juga pasangan anda, atau jika ada hal yang kurang anda bisa tambahkan sendiri.
Jadi, mulailah untuk membenahkan diri, tulisan ini tentu saja bukan untuk memojokan mereka yang ‘merasa’. Penulis hanya menyajikan keresahan atas suatu fenomena dan ujung artikel ini akan kembali membawa kita ke dalam pertanyaan “mengapa?” Tidak ada paksaan untuk anda mendukung tulisan ini, dan tidak ada larangan jika anda mengungkapkan opini yang bernada oposisi.
Penulis : Naufal Al Rafsanjani/Mahasiswa Untirta
Editor : Owen/BU
Udahlah hidup sehat aja tanpa pacaran. Terutama dikampus untirta nih.. wahay para mahasiswa dan mahasiswi untirta rusaknya reputasi dan kualitas kalian karena pacaran tersebut. Hindarilah pacaran