• Kontak
  • Pedoman Pemberitaan Media Siber
Selasa, 20 Mei 2025
Tidak ada hasil
Lihat semua hasil
SUBSCRIBE
BidikUtama.com
  • Beranda
  • Berita Mahasiswa
  • Sudah Tahukah?
  • Akademik
    • Opini
  • Inspirasi
    • Sosok
    • Usaha Mahasiswa
  • Jalan-Jalan
  • Beranda
  • Berita Mahasiswa
  • Sudah Tahukah?
  • Akademik
    • Opini
  • Inspirasi
    • Sosok
    • Usaha Mahasiswa
  • Jalan-Jalan
Tidak ada hasil
Lihat semua hasil
BidikUtama.com
Tidak ada hasil
Lihat semua hasil
  • Berita Mahasiswa
  • Sudah Tahukah?
  • Akademik
  • Inspirasi
  • Jalan-Jalan
  • PEDOMAN PEMBERITAAN MEDIA SIBER
Beranda Akademik Opini

Pembebasan Warga Binaan dalam Diskursus Hukum

11 Apr. 2020
pada Opini
0
Pembebasan Warga Binaan dalam Diskursus Hukum

Ilustrasi seseorang yang tengah mendekam di dalam penjara. (Foto: kabar24.com)

197
DILIHAT
Bagikan

Bidikutama.com – Akhir-akhir ini publik dibuat kaget atas rencana Menteri Hukum dan HAM RI, Yasonna Laoly, yang berencana untuk merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan dan membebaskan 35.000 warga binaan di lembaga pemasyarakatan (lapas) seluruh Indonesia. Hingga kemarin, Minggu tanggal 05 April 2020, Kementerian Hukum dan HAM telah mengeluarkan 31.786 warga binaan berdasarkan Surat Keputusan Kementerian Hukum dan HAM Nomor: M.HH-19.PK.01.04.04 Tahun 2020 tentang Pengeluaran dan Pembebasan Narapidana dan Anak melalui Asimilasi dan Integrasi dalam Rangka Pencegahan dan Penanggulangan Penyebaran COVID-19. Sistem pemasyarakatan yang dikenal khalayak umum adalah “penjara” atau pembinaan oleh lapas. Namun jika merujuk pada sistem pemidanaan modern, maka akan dijumpai bahwa tugas pokok dan fungsi sistem pemasyarakatan juga mencakup pelayanan terhadap tahanan, perawatan terhadap barang sitaan, pengamanan, serta pembimbingan terhadap warga binaan pemasyarakatan dan klien pemasyarakatan. Oleh karenanya, sub-sub sistem dari sistem pemasyarakatan (yang kemudian disebut Unit Pelaksana Teknis Pemasyarakatan) yang melakukan pembinaan tidak hanya oleh lapas, namun juga Rumah Tahanan Negara untuk pelayanan tahanan, Rumah Penyimpanan Barang Sitaan Negara untuk perawatan barang-barang milik warga binaan atau yang menjadi barang bukti, serta Balai Pemasyarakatan untuk pembimbingan warga binaan dan klien pemasyarakatan.

Jika dikaji lebih dalam, maka filosofis pemasyarakatan adalah sistem pemidanaan yang sesuai dengan konsep pidana sebagaimana teori retributif-teleogis, yang pada akhirnya akan berlabuh pada konsep restorative justice sebagai konsep hukum modern. Dengan sistem pemidanaan sebagaimana penulis sebutkan, maka sistem pemasyarakatan Indonesia sudah jauh meninggalkan teori pemidanaan retributive (pembalasan), deterrence (penjeraan), dan resosialisasi. Dengan kata lain, pemidanaan tidak ditujukan untuk membuat derita sebagai bentuk pembalasan, tidak ditujukan untuk membuat jera dengan penderitaan, juga tidak mengasumsikan terpidana sebagai seseorang yang kurang sosialisasinya. Pemasyarakatan sejalan dengan filosofi reintegrasi sosial yang berasumsi kejahatan adalah konflik yang terjadi antara terpidana dengan masyarakat. Sehingga pemidanaan ditujukan untuk memulihkan konflik atau menyatukan kembali terpidana dengan masyarakatnya (reintegrasi). Sebagaimana Pasal 2 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, ditegaskan bahwa sistem pemasyarakatan diselenggarakan dalam rangka membentuk warga binaan pemasyarakatan agar menjadi manusia seutuhnya, menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan, dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab.

Setiap warga binaan memiliki hak. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 14 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, bahwa warga binaan berhak: a. melakukan ibadah sesuai dengan agama atau kepercayaannya; b. mendapat perawatan, baik perawatan rohani maupun jasmani; c. mendapatkan pendidikan dan pengajaran; d. mendapatkan pelayanan kesehatan dan makanan yang layak; e. menyampaikan keluhan; f. mendapatkan bahan bacaan dan mengikuti siaran media massa lainnya yang tidak dilarang; g. mendapatkan upah atau premi atas pekerjaan yang dilakukan; h. menerima kunjungan keluarga, penasihat hukum, atau orang tertentu lainnya; i. mendapatkan pengurangan masa pidana (remisi); j. mendapatkan kesempatan berasimilasi termasuk cuti mengunjungi keluarga; k. mendapatkan pembebasan bersyarat; l. mendapatkan cuti menjelang bebas; dan m. mendapatkan hak-hak lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Menurut harian Kompas, saat ini terdapat 254.750 warga binaan di seluruh Indonesia dengan kapasitas lapas hanya 131.931 warga binaan. Artinya, kapasitas lapas di Indonesia over kapasitas sebesar 123.320 warga binaan. Hal ini tentu akan menyebabkan dampak sistemik seperti kerusuhan, APBN yang membengkak karena memberi makan ratusan ribu orang, serta yang paling penting adalah gagalnya pembinaan yang diberikan di dalam lapas. Tentunya dampak ini tidak sejalan dengan prinsip pemidanaan modern, sehingga Kementerian Hukum dan HAM mengambil jalur membebaskan sekitar 35.000 warga binaan melalui program asimilasi dan integrasi Pembebasan Bersyarat, Cuti Bersyarat, dan Cuti Menjelang Bebas, serta merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.

Masyarakat memiliki peran dan fungsi yang vital dalam bidang pelaksanaan kegiatan kerja guna menunjang keberhasilan dari program pembinaan yang telah ditentukan oleh lapas. Dalam melakukan pembinaan terhadap narapidana diperlukan program pembinaan yang menunjang ke arah integrasi dengan masyarakat. Seluruh proses pembinaan narapidana selama proses pemasyarakatan merupakan satu kesatuan yang integral guna menuju kepada tujuan mengembalikan narapidana ke masyarakat bebas, dengan bekal kemampuan seperti mental, fisik, keahlian, keterampilan, agar sedapat mungkin finansial dan materi yang dibutuhkan untuk menjadi warga negara yang baik dan berguna.

Asimilasi adalah proses pembinaan narapidana dan anak didik pemasyarakatan yang dilaksanakan dengan membaurkan narapidana dan anak didik pemasyarakatan dalam kehidupan masyarakat. Sejalan dengan tujuan dari fungsi sistem pemasyarakatan sebagaimana tercantum dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, bahwa sistem pemasyarakatan berfungsi menyiapkan warga binaan pemasyarakatan agar dapat berintegrasi secara sehat dengan masyarakat, sehingga dapat berperan kembali sebagai anggota masyarakat yang bebas dan bertanggung jawab.

Terdapat beberapa syarat mengajukan asimilasi yang harus dipenuhi, hal ini sebagaimana tercantum dalam Pasal 36 Ayat (2) huruf a Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan, dan syarat ini kemudian dibedakan untuk warga binaan yang dipidana karena melakukan tindak pidana terorisme, narkotika dan prekursor narkotika, psikotropika, korupsi, kejahatan terhadap keamanan negara, kejahatan hak asasi manusia yang berat, serta kejahatan transnasional terorganisasi lainnya harus memenuhi syarat sebagaimana Pasal 36 Ayat (2) huruf c Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.

Selain dari asimilasi, Kementerian Hukum dan HAM juga membebaskan warga binaan dengan program integrasi pembebasan bersyarat, cuti bersyarat, dan cuti menjelang bebas sebagaimana tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.

Opsi ini dipilih oleh Kementerian Hukum dan HAM karena sedang terjadi pandemi di Indonesia dan negara-negara lain, sehingga perlu kiranya Kementerian Hukum dan HAM membuat suatu terobosan hukum yang tentunya berdasar pada tujuan hukum itu sendiri, sebagaimana adagium “solus popoli suprema lex” (keselamatan rakyat adalah hukum tertinggi). Dengan lapas yang telah melebihi kapasitasnya, akan menyebabkan kemungkinan semakin cepat pula COVID-19 menyebar kepada setiap warga binaan dan petugas lapas. Tentunya ini sangat membahayakan keselamatan, kesehatan, dan keamanan, serta bertolakbelakang pada hak-hak yang harus negara penuhi kepada para warga binaan sebagaimana tercantum dalam Pasal 14 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. Oleh karenanya, sudah barang tentu membebaskan warga binaan dengan program asimilasi, cuti bersyarat, pembebasan bersyarat, dan cuti menjelang bebas adalah pilihan yang baik. Namun, hal ini tidak relevan apabila warga binaan kasus korupsi ikut dibebaskan, karena lapas untuk warga binaan yang dipidana karena korupsi dipisahkan alias khusus dari pada lapas kasus lainnya. Menurut data Kementerian Hukum dan HAM, warga binaan yang dipidana karena kasus korupsi sekitar 3.000 warga binaan saja, tidak ada 1% dari keseluruhan warga binaan di seluruh Indonesia. Dan tentunya ini akan mencederai rasa keadilan di masyarakat, sehingga akan menimbulkan ketidakpercayaan terhadap hukum di lingkungan masyarakat.

Kasus narkotika menjadi penyumbang terbanyak kedua setelah kasus tindak pidana umum. Menurut data Kementerian Hukum dan HAM, bahwa terdapat 23.000 warga binaan kasus gembong atau produsen narkotika, 34.000 pengedar narkotika, dan 20.171 warga binaan kasus pemakai narkoba. Sehingga menurut hemat penulis, bahwa lebih tepat untuk mengurangi kapasitas lapas selain dari tindak pidana umum yang harus mendapatkan prioritas program integrasi asimilasi, cuti bersyarat, pembebasan bersyarat, dan cuti menjelang bebas adalah warga binaan yang terjerat kasus pemakaian narkoba.

Selain dari pembebasan, pemerintah pun akan merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan sebagai upaya untuk merespon ketertinggalan hukum akan suatu peristiwa. Revisi ini akan dilakukan untuk membuat warga binaan yang di atas umur 60 tahun, mendapatkan prioritas mendapatkan program integrasi karena umur tersebut dirasa adalah umur yang rentan terkena COVID-19. Revisi tersebut tentunya harus mengedepankan keadilan bagi setiap warga binaan dan harus mencerminkan nilai yang terkandung dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, yakni “sistem pemasyarakatan diselenggarakan dalam rangka membentuk warga binaan pemasyarakatan agar menjadi manusia seutuhnya, menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan, dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab”. Demi terciptanya tujuan dari hukum itu sendiri, karena hukum adalah untuk manusia, dan bukan manusia untuk hukum (Prof. Satjipto Rahardjo).

Penulis: Yusril Hardiansyah Pratama (Mahasiswa Ilmu Hukum, Fakultas Hukum (FH) Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta) Angkatan 2017)
Editor: Thoby/BU

Tag: bebasberitadiskursusdiskursus hukumhukummahasiswamenkumhamopiniopini mahasiswapenjarawarga binaanyasonna laoly
KirimBagikanTweetBagikan
Pos Sebelumnya

Sidang Online: Memudahkan atau Malah Membebankan?

Pos Selanjutnya

Begini Tanggapan Mahasiswa Pasca Informasi SP Ditunda

BERITA TERKAIT

RUU Sisdiknas dan Student Loan, Menuju Komersialisasi Pendidikan

RUU Sisdiknas dan Student Loan, Menuju Komersialisasi Pendidikan

2 Mei. 2025
25
Evakuasi Warga Palestina, Antara Kemanusiaan dan Tantangan Kenegaraan

Evakuasi Warga Palestina, Antara Kemanusiaan dan Tantangan Kenegaraan

15 Apr. 2025
33
Pos Selanjutnya
Begini Tanggapan Mahasiswa Pasca Informasi SP Ditunda

Begini Tanggapan Mahasiswa Pasca Informasi SP Ditunda

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Rekomendasi

Langkah Pongah Anak Pak Lurah

Langkah Pongah Anak Pak Lurah

23 Okt. 2023
100
Debat Visi Misi, 5 Bacalon Rektor Untirta Saling Adu Gagasan

Debat Visi Misi, 5 Bacalon Rektor Untirta Saling Adu Gagasan

24 Mei. 2023
65

Berita Populer

Polemik Penyampaian Kritik Melalui Mural

Polemik Penyampaian Kritik Melalui Mural

29 Nov. 2021
244
Untirta Umumkan Kalender Akademik TA 2024/2025

Untirta Umumkan Kalender Akademik TA 2024/2025

11 Mei. 2024
5.9k
Tragedi Kawin

Tragedi Kawin

20 Mei. 2022
1.6k
Rendahnya Tingkat Literasi dan Numerasi Indonesia: Alasan dan Solusinya

Rendahnya Tingkat Literasi dan Numerasi Indonesia: Alasan dan Solusinya

5 Mei. 2024
2.5k
Ini Referensi Keyword Power Point Canva, Bikin Presentasi Makin Estetik

Ini Referensi Keyword Power Point Canva, Bikin Presentasi Makin Estetik

5 Okt. 2023
1.4k
Untirta Segera Luncurkan Prodi Baru Pendidikan Agama Islam

Untirta Segera Luncurkan Prodi Baru Pendidikan Agama Islam

20 Mei. 2025
28

Komentar Terkini

  • Toko Bubuk Minuman pada Kurangi Minuman Manis, Jika Tak Ingin Tua Nanti Menangis
  • rinatha photografer rangkas bitung pada Usai Konferensi Pers, Besok Jawara Datangi Kemendikbud
  • Dwi Arini pada Peran AI dalam Dunia Jurnalistik
  • Abdul kosim pada Meta Luncurkan Fitur Meta AI, Apa Saja Manfaatnya?
  • Arastyo pada KPUM FEB Tetapkan Dua Paslon pada Pemira 2024

BidikUtama.com

Redaksi Bidik Utama menerima karya berupa cerpen, opini, dan resensi. Karya disertai identitas pengirim berupa nama dan asal instansi/Universitas. Karya yang telah masuk menjadi milik redaksi. Dikirim melalui email ke redaksi@bidikutama.com

Kategori

  • Akademik
  • Berita Mahasiswa
  • Cerita Pendek
  • Feature
  • FKIP
  • Inspirasi
  • Jalan-Jalan
  • Karya Mahasiswa
  • Opini
  • Puisi
  • Resensi
  • softnews
  • Sosok
  • Suara Kita
  • Sudah Tahukah?
  • Tentang Bidik Utama
  • Usaha Mahasiswa
  • Kontak
  • Pedoman Pemberitaan Media Siber

© Bidik Utama. Hak Cipta dilindungi undang-undang. | Awan Studio

Tidak ada hasil
Lihat semua hasil
  • Beranda
  • Berita Mahasiswa
  • Sudah Tahukah?
  • Akademik
    • Opini
  • Inspirasi
    • Sosok
    • Usaha Mahasiswa
  • Jalan-Jalan

© Bidik Utama. Hak Cipta dilindungi undang-undang. | Awan Studio