• Kontak
  • Pedoman Pemberitaan Media Siber
Selasa, 26 Januari 2021
Tidak ada hasil
Lihat semua hasil
SUBSCRIBE
BidikUtama.com
25°c
Kota Serang
  • Beranda
  • Berita Mahasiswa
  • Sudah Tahukah?
  • Akademik
    • Opini
  • Inspirasi
    • Sosok
    • Usaha Mahasiswa
  • Jalan-Jalan
  • Beranda
  • Berita Mahasiswa
  • Sudah Tahukah?
  • Akademik
    • Opini
  • Inspirasi
    • Sosok
    • Usaha Mahasiswa
  • Jalan-Jalan
Tidak ada hasil
Lihat semua hasil
BidikUtama.com
BerandaAkademikOpini

Pembebasan Warga Binaan dalam Diskursus Hukum

olehRedaksi Bidik Utama
11 Apr. 2020
padaOpini
0
Pembebasan Warga Binaan dalam Diskursus Hukum

Ilustrasi seseorang yang tengah mendekam di dalam penjara. (Foto: kabar24.com)

189
DILIHAT
Bagikan
IKLAN

Bidikutama.com – Akhir-akhir ini publik dibuat kaget atas rencana Menteri Hukum dan HAM RI, Yasonna Laoly, yang berencana untuk merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan dan membebaskan 35.000 warga binaan di lembaga pemasyarakatan (lapas) seluruh Indonesia. Hingga kemarin, Minggu tanggal 05 April 2020, Kementerian Hukum dan HAM telah mengeluarkan 31.786 warga binaan berdasarkan Surat Keputusan Kementerian Hukum dan HAM Nomor: M.HH-19.PK.01.04.04 Tahun 2020 tentang Pengeluaran dan Pembebasan Narapidana dan Anak melalui Asimilasi dan Integrasi dalam Rangka Pencegahan dan Penanggulangan Penyebaran COVID-19. Sistem pemasyarakatan yang dikenal khalayak umum adalah “penjara” atau pembinaan oleh lapas. Namun jika merujuk pada sistem pemidanaan modern, maka akan dijumpai bahwa tugas pokok dan fungsi sistem pemasyarakatan juga mencakup pelayanan terhadap tahanan, perawatan terhadap barang sitaan, pengamanan, serta pembimbingan terhadap warga binaan pemasyarakatan dan klien pemasyarakatan. Oleh karenanya, sub-sub sistem dari sistem pemasyarakatan (yang kemudian disebut Unit Pelaksana Teknis Pemasyarakatan) yang melakukan pembinaan tidak hanya oleh lapas, namun juga Rumah Tahanan Negara untuk pelayanan tahanan, Rumah Penyimpanan Barang Sitaan Negara untuk perawatan barang-barang milik warga binaan atau yang menjadi barang bukti, serta Balai Pemasyarakatan untuk pembimbingan warga binaan dan klien pemasyarakatan.

Jika dikaji lebih dalam, maka filosofis pemasyarakatan adalah sistem pemidanaan yang sesuai dengan konsep pidana sebagaimana teori retributif-teleogis, yang pada akhirnya akan berlabuh pada konsep restorative justice sebagai konsep hukum modern. Dengan sistem pemidanaan sebagaimana penulis sebutkan, maka sistem pemasyarakatan Indonesia sudah jauh meninggalkan teori pemidanaan retributive (pembalasan), deterrence (penjeraan), dan resosialisasi. Dengan kata lain, pemidanaan tidak ditujukan untuk membuat derita sebagai bentuk pembalasan, tidak ditujukan untuk membuat jera dengan penderitaan, juga tidak mengasumsikan terpidana sebagai seseorang yang kurang sosialisasinya. Pemasyarakatan sejalan dengan filosofi reintegrasi sosial yang berasumsi kejahatan adalah konflik yang terjadi antara terpidana dengan masyarakat. Sehingga pemidanaan ditujukan untuk memulihkan konflik atau menyatukan kembali terpidana dengan masyarakatnya (reintegrasi). Sebagaimana Pasal 2 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, ditegaskan bahwa sistem pemasyarakatan diselenggarakan dalam rangka membentuk warga binaan pemasyarakatan agar menjadi manusia seutuhnya, menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan, dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab.

Setiap warga binaan memiliki hak. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 14 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, bahwa warga binaan berhak: a. melakukan ibadah sesuai dengan agama atau kepercayaannya; b. mendapat perawatan, baik perawatan rohani maupun jasmani; c. mendapatkan pendidikan dan pengajaran; d. mendapatkan pelayanan kesehatan dan makanan yang layak; e. menyampaikan keluhan; f. mendapatkan bahan bacaan dan mengikuti siaran media massa lainnya yang tidak dilarang; g. mendapatkan upah atau premi atas pekerjaan yang dilakukan; h. menerima kunjungan keluarga, penasihat hukum, atau orang tertentu lainnya; i. mendapatkan pengurangan masa pidana (remisi); j. mendapatkan kesempatan berasimilasi termasuk cuti mengunjungi keluarga; k. mendapatkan pembebasan bersyarat; l. mendapatkan cuti menjelang bebas; dan m. mendapatkan hak-hak lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Menurut harian Kompas, saat ini terdapat 254.750 warga binaan di seluruh Indonesia dengan kapasitas lapas hanya 131.931 warga binaan. Artinya, kapasitas lapas di Indonesia over kapasitas sebesar 123.320 warga binaan. Hal ini tentu akan menyebabkan dampak sistemik seperti kerusuhan, APBN yang membengkak karena memberi makan ratusan ribu orang, serta yang paling penting adalah gagalnya pembinaan yang diberikan di dalam lapas. Tentunya dampak ini tidak sejalan dengan prinsip pemidanaan modern, sehingga Kementerian Hukum dan HAM mengambil jalur membebaskan sekitar 35.000 warga binaan melalui program asimilasi dan integrasi Pembebasan Bersyarat, Cuti Bersyarat, dan Cuti Menjelang Bebas, serta merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.

Masyarakat memiliki peran dan fungsi yang vital dalam bidang pelaksanaan kegiatan kerja guna menunjang keberhasilan dari program pembinaan yang telah ditentukan oleh lapas. Dalam melakukan pembinaan terhadap narapidana diperlukan program pembinaan yang menunjang ke arah integrasi dengan masyarakat. Seluruh proses pembinaan narapidana selama proses pemasyarakatan merupakan satu kesatuan yang integral guna menuju kepada tujuan mengembalikan narapidana ke masyarakat bebas, dengan bekal kemampuan seperti mental, fisik, keahlian, keterampilan, agar sedapat mungkin finansial dan materi yang dibutuhkan untuk menjadi warga negara yang baik dan berguna.

Asimilasi adalah proses pembinaan narapidana dan anak didik pemasyarakatan yang dilaksanakan dengan membaurkan narapidana dan anak didik pemasyarakatan dalam kehidupan masyarakat. Sejalan dengan tujuan dari fungsi sistem pemasyarakatan sebagaimana tercantum dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, bahwa sistem pemasyarakatan berfungsi menyiapkan warga binaan pemasyarakatan agar dapat berintegrasi secara sehat dengan masyarakat, sehingga dapat berperan kembali sebagai anggota masyarakat yang bebas dan bertanggung jawab.

Terdapat beberapa syarat mengajukan asimilasi yang harus dipenuhi, hal ini sebagaimana tercantum dalam Pasal 36 Ayat (2) huruf a Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan, dan syarat ini kemudian dibedakan untuk warga binaan yang dipidana karena melakukan tindak pidana terorisme, narkotika dan prekursor narkotika, psikotropika, korupsi, kejahatan terhadap keamanan negara, kejahatan hak asasi manusia yang berat, serta kejahatan transnasional terorganisasi lainnya harus memenuhi syarat sebagaimana Pasal 36 Ayat (2) huruf c Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.

Selain dari asimilasi, Kementerian Hukum dan HAM juga membebaskan warga binaan dengan program integrasi pembebasan bersyarat, cuti bersyarat, dan cuti menjelang bebas sebagaimana tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.

Opsi ini dipilih oleh Kementerian Hukum dan HAM karena sedang terjadi pandemi di Indonesia dan negara-negara lain, sehingga perlu kiranya Kementerian Hukum dan HAM membuat suatu terobosan hukum yang tentunya berdasar pada tujuan hukum itu sendiri, sebagaimana adagium “solus popoli suprema lex” (keselamatan rakyat adalah hukum tertinggi). Dengan lapas yang telah melebihi kapasitasnya, akan menyebabkan kemungkinan semakin cepat pula COVID-19 menyebar kepada setiap warga binaan dan petugas lapas. Tentunya ini sangat membahayakan keselamatan, kesehatan, dan keamanan, serta bertolakbelakang pada hak-hak yang harus negara penuhi kepada para warga binaan sebagaimana tercantum dalam Pasal 14 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. Oleh karenanya, sudah barang tentu membebaskan warga binaan dengan program asimilasi, cuti bersyarat, pembebasan bersyarat, dan cuti menjelang bebas adalah pilihan yang baik. Namun, hal ini tidak relevan apabila warga binaan kasus korupsi ikut dibebaskan, karena lapas untuk warga binaan yang dipidana karena korupsi dipisahkan alias khusus dari pada lapas kasus lainnya. Menurut data Kementerian Hukum dan HAM, warga binaan yang dipidana karena kasus korupsi sekitar 3.000 warga binaan saja, tidak ada 1% dari keseluruhan warga binaan di seluruh Indonesia. Dan tentunya ini akan mencederai rasa keadilan di masyarakat, sehingga akan menimbulkan ketidakpercayaan terhadap hukum di lingkungan masyarakat.

Kasus narkotika menjadi penyumbang terbanyak kedua setelah kasus tindak pidana umum. Menurut data Kementerian Hukum dan HAM, bahwa terdapat 23.000 warga binaan kasus gembong atau produsen narkotika, 34.000 pengedar narkotika, dan 20.171 warga binaan kasus pemakai narkoba. Sehingga menurut hemat penulis, bahwa lebih tepat untuk mengurangi kapasitas lapas selain dari tindak pidana umum yang harus mendapatkan prioritas program integrasi asimilasi, cuti bersyarat, pembebasan bersyarat, dan cuti menjelang bebas adalah warga binaan yang terjerat kasus pemakaian narkoba.

Selain dari pembebasan, pemerintah pun akan merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan sebagai upaya untuk merespon ketertinggalan hukum akan suatu peristiwa. Revisi ini akan dilakukan untuk membuat warga binaan yang di atas umur 60 tahun, mendapatkan prioritas mendapatkan program integrasi karena umur tersebut dirasa adalah umur yang rentan terkena COVID-19. Revisi tersebut tentunya harus mengedepankan keadilan bagi setiap warga binaan dan harus mencerminkan nilai yang terkandung dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, yakni “sistem pemasyarakatan diselenggarakan dalam rangka membentuk warga binaan pemasyarakatan agar menjadi manusia seutuhnya, menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan, dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab”. Demi terciptanya tujuan dari hukum itu sendiri, karena hukum adalah untuk manusia, dan bukan manusia untuk hukum (Prof. Satjipto Rahardjo).

Penulis: Yusril Hardiansyah Pratama (Mahasiswa Ilmu Hukum, Fakultas Hukum (FH) Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta) Angkatan 2017)
Editor: Thoby/BU

Tag:bebasberitadiskursusdiskursus hukumhukummahasiswamenkumhamopiniopini mahasiswapenjarawarga binaanyasonna laoly
IKLAN

BERITA TERKAIT

Indonesia, Mau Sampai Kapan?

Indonesia, Mau Sampai Kapan?

13 Jan. 2021
117
Mereka Juga Punya Harapan

Mereka Juga Punya Harapan

17 Des. 2020
126
Pos Selanjutnya
Begini Tanggapan Mahasiswa Pasca Informasi SP Ditunda

Begini Tanggapan Mahasiswa Pasca Informasi SP Ditunda

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

IKLAN

Rekomendasi

Untirta Sediakan 3.500 Kouta Mahasiswa Baru

Untirta Sediakan 3.500 Kouta Mahasiswa Baru

4 tahun yang lalu
19
Dekan Petahana Kembali Terpilih, Mahasiswa Faperta: Semoga Lebih Maksimal

Dekan Petahana Kembali Terpilih, Mahasiswa Faperta: Semoga Lebih Maksimal

1 tahun yang lalu
90

Berita Populer

Rektorat Sebut Awal Perkuliahan Mahasiswa Tak Serentak!

Kategori Penyesuaian UKT Bertambah, Kini Jumlahnya 3

21 Jan. 2021
510
Ini UPT yang Pertama Kali Berkantor di Kampus Sindangsari

Sejumlah Mahasiswa Dapati Nominal UKT yang Berubah

25 Jan. 2021
403
Mahasiswa Minta Refund UKT, Rektor: Untirta Ini Bukan PTS

Ingat, Pembayaran UKT Dibuka Mulai Besok

24 Jan. 2021
221
Jadwal Keberangkatan Shuttle Bus Bertambah, Yuk Catat!

Jadwal Keberangkatan Shuttle Bus Bertambah, Yuk Catat!

25 Jan. 2021
189
Penundaan UKT Diterima, 222 Mahasiswa KRS Manual

Layanan Shuttle Bus Rute Kampus Pakupatan-Sindangsari Segera Beroperasi

24 Jan. 2021
166
Ketua LPPM: Jangan Sampai Peserta Terlaporkan Positif Covid-19

Dear Peserta KKM, Jangan Lupakan Larangan-Kewajiban Ini

19 Jan. 2021
159

Komentar Terkini

  • Redaksi Bidik Utama pada Sejumlah Mahasiswa Dapati Nominal UKT yang Berubah
  • anonym pada Sejumlah Mahasiswa Dapati Nominal UKT yang Berubah
  • - pada KKM Dilaksanakan Online, Begini Reaksi Mahasiswa
  • - pada KKM Dilaksanakan Online, Begini Reaksi Mahasiswa
  • Tukang gali kuburan pada Mahasiswa Diminta Akses Siakad setelah Batas Akhir Input Nilai
IKLAN
IKLAN

BidikUtama.com

Redaksi Bidik Utama menerima karya berupa cerpen, opini, dan resensi. Karya disertai identitas pengirim berupa nama dan asal instansi/Universitas. Karya yang telah masuk menjadi milik redaksi. Dikirim melalui email ke redaksi@bidikutama.com

Kategori

  • Akademik
  • Berita Mahasiswa
  • Inspirasi
  • Jalan-Jalan
  • Opini
  • Sosok
  • Suara Kita
  • Sudah Tahukah?
  • Tentang Bidik Utama
  • Usaha Mahasiswa
Kota Serang, Indonesia
Selasa, 26 Januari, 2021
Humid
25°c
32c24c
Ming
31c24c
Sen
30c24c
Sel
31c24c
Rab
  • Kontak
  • Pedoman Pemberitaan Media Siber

© Bidik Utama 2013-2020. Hak Cipta dilindungi undang-undang. ❤️ by Awan Studio

Tidak ada hasil
Lihat semua hasil
  • Beranda
  • Berita Mahasiswa
  • Sudah Tahukah?
  • Akademik
    • Opini
  • Inspirasi
    • Sosok
    • Usaha Mahasiswa
  • Jalan-Jalan

© Bidik Utama 2013-2020. Hak Cipta dilindungi undang-undang. ❤️ by Awan Studio