Bidikutama.com – Di tengah kekhawatiran yang meningkat akan dampak negatif media sosial terhadap anak-anak. Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) tengah mengkaji aturan pembatasan penggunaan media sosial bagi anak-anak. Menteri Komunikasi dan Digital, Meutya Hafid, menyampaikan bahwa pemerintah masih mempelajari wacana ini secara mendalam, sambil menegaskan bahwa prosesnya akan berlangsung lama. Sabtu (15/2)
Dilansir dari suara.com, melalui konferensi pers Teguh Arifiyadi, Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Strategi dan Kebijakan Pemerintah Digital Komdigi, menjelaskan bahwa terdapat tiga aspek penting yang harus dicapai dalam aturan pembatasan media sosial bagi anak-anak, yaitu:
Penentuan spesifikasi usia anak-anak yang akan dikenakan pembatasan.
Penyediaan fitur keamanan data yang dirancang khusus untuk melindungi anak-anak.
Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) diwajibkan untuk menyediakan mekanisme pelaporan guna ditemukan penyalahgunaan fitur atau konten yang melibatkan anak-anak.
Namun, Indonesia belum memiliki mekanisme yang jelas untuk hal ini. Sebagai perbandingan, beberapa negara seperti Australia, Prancis, Belanda, dan Amerika Serikat telah lebih dulu menerapkan aturan serupa. Hal ini memberikan peluang bagi pemerintah untuk belajar dari pengalaman negara lain sebelum melaksanakan kebijakan yang bertujuan melindungi anak-anak dari dampak negatif media sosial.
Perbandingan Mekanisme di Berbagai Negara
1. Australia
Pemerintah Australia baru-baru ini memperkenalkan aturan yang mewajibkan penyedia layanan media sosial untuk mencegah pengguna yang berusia di bawah 16 tahun agar tidak memiliki akun di platform tertentu, seperti Snapchat, TikTok, Facebook, Instagram, dan X. Namun, platform gaming, pesan instan, dan situs yang dapat diakses tanpa akun, seperti YouTube, tidak termasuk dalam pembatasan ini. Penyedia layanan yang tidak mematuhi batasan usia yang ditetapkan akan dikenakan penalti sipil, dengan sanksi berupa denda hingga 50 juta dolar Australia (sekitar Rp516 miliar), demikian dilaporkan oleh BBC News. Para peneliti digital juga memperingatkan bahwa pembatasan ini bisa dengan mudah diakali melalui alat seperti VPN, yang dapat menyamarkan lokasi pengguna dan membuat mereka tampak seolah-olah mengakses platform dari negara lain.
2. Amerika Serikat
Negara bagian Florida telah mengesahkan undang-undang yang melarang anak di bawah 14 tahun memiliki akun media sosial. Anak berusia 14-15 tahun masih diizinkan dengan persetujuan orang tua. Perusahaan yang melanggar aturan ini dapat didenda hingga US$10.000 atau setara Rp155 juta setiap pelanggaran.
Namun, Utah telah menjadi negara bagian pertama di Amerika Serikat yang mengesahkan undang-undang mewajibkan persetujuan orang tua untuk akses media sosial bagi anak-anak. Perusahaan media sosial diharuskan memverifikasi usia pengguna, membatasi akses anak-anak di bawah 18 tahun pada jam tertentu, serta melarang iklan yang ditargetkan kepada mereka.
3. China
China juga memiliki regulasi ketat yang melarang anak-anak menggunakan sebagian besar layanan internet antara pukul 22.00 hingga 06.00. Waktu akses harian pun dibatasi sesuai usia, mulai dari 40 menit untuk anak di bawah 8 tahun hingga dua jam untuk remaja 16-18 tahun. Selain itu, pemerintah China telah membatasi waktu bermain game online dan menerapkan ‘mode remaja’ di berbagai platform digital. Namun, banyak anak yang tetap mengakali aturan ini dengan menggunakan identitas orang lain.
4. Prancis
Undang-undang mewajibkan media sosial memverifikasi usia pengguna dan melarang anak di bawah 15 tahun memiliki akun tanpa izin orang tua. Presiden Emmanuel Macron juga mengusulkan aturan lebih ketat, termasuk larangan penggunaan ponsel bagi anak di bawah 11 tahun.
5. Belanda
Tidak memiliki batasan usia untuk media sosial, tetapi melarang penggunaan ponsel di ruang kelas sejak Januari 2024 guna mengurangi gangguan belajar.
Melalui beragam upaya dan perbandingan dengan negara-negara maju, diharapkan Indonesia dapat membuat suatu mekanisme yang jelas terhadap pembatasan media sosial bagi anak-anak dan memberlakukan aturan tersebut sehingga anak-anak dapat terhindar dari paparan pengaruh hal negatif yang bertebaran di media sosial.
Penulis : Nazwa Fitriani/Mahasiswi Fakultas Hukum Untirta
Editor : Nadira/BU