Bidikutama.com – Denda akhir-akhir ini menjadi tren untuk mempidana masyarakat yang tidak memakai masker. Besarannya variatif, mulai Rp 50.000 hingga Rp 150.000, dan telah ditetapkan melalui pergub atau perbup/perwal oleh beberapa pemerintah daerah seperti Pemprov DKI Jakarta, Pemprov Jawa Barat, Pemkab Depok, Pemkab Lebak, Pemkab Gresik, Pemkab Bantul, Pemkab Banjarmasin. Dari beberapa daerah di atas, ada yang sudah diberlakukan dan yang hanya menunggu hitungan hari pemberlakuannya.
Bagaimana sebenarnya hukum melihat permasalahan ini? Apakah diperbolehkan pergub/perbup/perwal memuat ketentuan pidana untuk masyarakatnya?
Pergub atau perpub/perwal adalah suatu peraturan yang dalam Pasal 8 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UUPPP). Pergub atau perbup/perwal merupakan jenis peraturan perundang-undangan, akan tetapi baru diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan. Namun, pergub atau perbup/perwal tidak boleh memuat ketentuan pidana. Hal ini karena ketentuan dalam UUPPP menjelaskan bahwa peraturan di tingkat daerah yang bisa memuat sanksi pidana hanyalah peraturan daerah (perda).
Hal ini berdasarkan Pasal 15 UUPPP yang menyebutkan bahwa, “Materi muatan mengenai ketentuan pidana hanya dapat dimuat dalam Undang-undang dan Peraturan Daerah”, serta Pasal 238 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang menyebutkan bahwa, “(1) Perda dapat memuat ketentuan tentang pembebanan biaya paksaan penegakan/pelaksanaan Perda seluruhnya atau sebagian kepada pelanggar sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; (2) Perda dapat memuat ancaman pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah); (3) Perda dapat memuat ancaman pidana kurungan atau denda selain dimaksud pada ayat (2), sesuai dengan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.” Hal ini karena sanksi merupakan pengurangan hak seseorang atau warga negara, dan karena merupakan pengurangan hak, produknya harus dihasilkan oleh pemerintah dan perwakilan masyarakat, dalam hal ini DPRD.
Sesuai dengan ketentuan Pasal 7 Ayat (1) UUPPP, disebutkan bahwa jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan adalah sebagai berikut: a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat; c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang; d. Peraturan Pemerintah; e. Peraturan Presiden; f. Peraturan Daerah Provinsi; dan g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota. Sesuai dengan pasal ini, maka status perda tidak menjadi lebih rendah dari peraturan yang dikeluarkan pemerintah dalam bentuk keppres, permen, dan kepmen, karena aturan tersebut tidak masuk dalam hierarki.
Dengan mengacu pada UUPPP dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, sebaiknya pergub atau perbup/perwal ini memuat landasan yuridis, sosiologis, dan filosofis dalam suatu naskah akademik, sehingga dapat dipertanggungjawabkan secara akademik.
Lalu, bagaimana mekanisme pemberlakuan tindak pidana ringan (denda karena masker) ini?
Mekanisme dari pemberlakuan denda akibat tidak memakai masker ini tentu harus melalui pengadilan negeri. Mekanismenya mirip dengan tilang, yakni menggunakan proses beracara tindak pidana ringan. Karena pengenaan denda pada warga yang tidak memakai masker hanya dikenakan instrumen pemidanaan berupa denda antara Rp 50.000-Rp 150.000.
Yahya Harahap dalam bukunya berjudul Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP: Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali menyatakan antara lain bahwa tipiring merupakan jenis tindak pidana yang dapat digolongkan ke dalam acara pemeriksaan tindak pidana ringan.
KUHAP tidak menjelaskan mengenai tindak pidana yang termasuk dalam pemeriksaan acara ringan. Namun, KUHAP menentukan patokan dari segi ‘ancaman pidananya’. Pasal 205 Ayat (1) KUHAP menjelaskan bahwa, “Yang diperiksa menurut acara pemeriksaan tindak pidana ringan ialah perkara yang diancam dengan pidana penjara atau kurungan paling lama tiga bulan dan atau denda sebanyak-banyaknya tujuh ribu lima ratus rupiah dan penghinaan ringan kecuali yang ditentukan dalam paragraf 2 bagian ini.”
Pemberlakuan peraturan mengenai denda masker ini hanya bisa diimplementasikan dengan mendasarkan terlebih dahulu kepada perda (jika daerah yang menetapkan), dan tidak cukup jika hanya pergub atau perbup/perwal. Pasal 6 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman menjelaskan bahwa tidak seorangpun dapat dihadapkan di depan pengadilan selain daripada yang ditentukan oleh undang-undang. Pasal 6 Ayat (1) UU Kekuasaan Kehakiman ini mengandung asas legalitas, yang menginginkan bahwa setiap orang yang dihadapkan ke pengadilan haruslah orang yang dianggap telah melanggar undang-undang, dalam arti jika orang tersebut melakukan perbuatan yang dilarang oleh undang-undang.
Jika dianggap melanggar perda haruslah orang yang dianggap telah melanggar perda. Jika tidak, pengenaan denda melalui dasar pergub atau perbup/perwal akan batal demi hukum, apalagi jika pengenaan denda tidak melalui pengadilan, yang mana satu-satunya yang berhak memutus (judicial power), memeriksa, dan mengadili perkara yang menjadi wewenang pengadilan, menyatakan warga bersalah atau tidaknya, melanggar atau tidaknya suatu peraturan yang telah ditetapkan dan diberlakukan oleh pemerintah, yang dalam hal ini eksekutif dan legislatif.
Penulis : Yusril Hardiansyah Pratama (Mahasiswa Ilmu Hukum, Fakultas Hukum (FH) Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta) angkatan 2017)
Editor : Thoby/BU