Perbincangan mengenai penyakit masyarakat (Pekat) belakangan ini nampaknya menjadi bahan pembicaraan yang menarik untuk dibawakan, tidak saja dikalangan para pemerhati masalah sosial tetapi juga di lapisan masyarakat kelas bawah. Munculnya ketertarikan berbagai elemen masyarakat untuk berwacana perihal Pekat nampaknya dipicu oleh semakin memperihatinkannya perkembangan penyakit sosial ini di tengah-tengah masyarakat.
Pekat yang selama ini dianggap ” subur ” hanya pada lingkup masyarakat perkotaan sedikit demi sedikit sudah mulai menunjukan perkembangannya hingga kepedesaan yang selama ini justru dikenal sebagai wilayah religius dengan kehidupannya yang serba agamis. Memang ironis, indonesia yang selama ini memposisikan diri sebagai negara yang mayoritas penduduknya memeluk agama (masyarakat religius) ternyata penyakit masyarakatnya tak kunjung habis bahkan cenderung semakin meningkat dari waktu ke waktu. Pertanyaannya adalah siapakah yang harus bertanggung jawab terhadap masalah ini. Apakah aparat penegak hukum yang belum mampu secara tegas memberantas masalah tersebut, keluarga yang tidak mampu memberikan pendidikan yang memadai, para guru yang sudah tidak mampu lagi memberikan tauladan ataukan para rohaniawan / alim ulama yang belum sepenuhnya memberikan ceramah/khotbah kepada seluruh lapisan masyarakat.
Apabila kita perinci satu persatu siapa yang harus bertanggung jawab terhadap masalah ini, tentunya tidak akan ada satu pihak pun yang dengan legowo menyatakan bertanggung jawab mengingat sudah sifat dasar manusia yang tidak mau dipersalahkan. Yang lebih penting adalah bagaimana kita semua elemen masyarakat bergandengan tangan dengan erat untuk bersama-sama memberantas penyakit masyarakat ini secara tuntas.
Dalam tulisan ini saya ingin mengajak semua pihak untuk saling bahu-membahu mencarikan solusi yang terbaik dalam memberantas penyakit masyarakat dengan beberapa alasan yang sangat penting dijadikan pedoman antara lain :
Pertama, adanya komitmen bersama dari semua elemen masyarakat, khususnya alim ulama, untuk bersama-sama dengan aparat keamanan memberantas penyakit masyarakat hingga keakar-akarnya. Harus saya kemukakan, tanpa bermaksud melepaskan diri dari tanggung jawab, selama ini masyarakat selalu melimpahkan maraknya penyakit masyarakat di pundak aparat penegak hukum (Polri) dengan alasan Polri kurang tegas menindak para pelakunya bahkan dianggap sebagai pelindung (backing) mereka yang terlibat.
Kedua, bagaimana masyarakat harus bersikap dalam mengatasi penyakit masyarakat ini sehingga tidak mengarah pada tindakan anarkis.
Ketiga, strategi apa yang dapat diterapkan guna mendukung upaya pemberantasan penyakit masyarakat. Menurut akar sosiologi, penyakit masyarakat usianya sama tuanya dengan peradaban manusia akibatnya pemberantasannya pun tidak semudah yang dibayangkan terlebih apabila penanganannya hanya dibebankan pada satu institusi saja (sektoral), bahkan ahli agama menyatakan pekat sudah terjadi pada berbagai tingkatan era dan zaman.
Di zaman teknologi informasi seperti sekarang ini bahkan Pekat sudah semakin komplek dan bervariasi modusnya. Lahirnya teknologi informasi yang pada mulanya dimaksudkan untuk memudahkan manusia dalam beraktifitas sekarang malah diselewengkan menjadi media untuk memudahkan pekat (penyakit masyarakat) semakin menyebar contohnya: judi, pornografi dan lain-lain.
Maraknya penyakit masyarakat tentunya tidaklah datang secara tiba-tiba namun merupakan hasil suatu proses yang berlangsung dalam waktu yang relatif lama. Secara garis besar munculnya pekat ini dapat dilihat dari 2 (dua) sisi yaitu eksternal dan internal.
Faktor eksternal yatu adanya pengaruh budaya luar yang langsung ditiru oleh masyarakat tanpa dilakukan upaya penyaringan. Munculnya sikap seperti ini lebih banyak menimpa masyarakat yang menganggap bahwa semua pengaruh dari luar berarti mengarah pada kemajuan dan modernisasi. Akibatnya, upaya penyaringan tidak secara tepat dilakukan bahkan bisa terjadi perilaku yang selama ini telah mengakar dalam masyarakat akan mudah digantikan dengan perilaku yang baru. Kondisi ini akan semakin mudah terjadi manakala pengaruh teknologi informasi sudah merambah ke pelosok – pelosok daerah.
Faktor internal, faktor ini bersumber dari diri masyarakat itu sendiri baik yang berasal dari keluarga maupun masyarakat secara luas. Pemicu Pekat yang sifatnya internal bisa disebabkn tingkat pendidikan masyarakat yang relatif rendah, tingkat kesejahteraan yang minim, rendahnya pemahaman spiritual/moralitas masyarakat. Misalnya munculnya kekerasan masa sekarang ini marak terjadi di masyarakat dipicu oleh adanya kesenjangan yang sangat dalam antara simiskin dan sikaya. Kesenjangan ini menyebabkan timbulnya rasa iri dan frustasi sehinga memunculkan dendam yang mendalam yang setiap saat dapat berubah menjdai amuk massa ( kerusuhan) apabila ada pemicunya.
Upaya penanggulangan penyakit masyarakat hendaknya dilakukan secara terus menerus mulai dari lingkungan terkecil yaitu keluarga. Sedemikian pentingnya peran keluarga dalam masyarakat sehingga segala hal yang terjadi dalam keluarga dapat mempengaruhi kehidupan masyarakat secara umum. Oleh karena itu, pembekalan moral yang teguh sejak dini oleh keluarga mampu mencegah semakin berakarnya penyakit masyarakat.
Masyarakat sebagai salah satu mitra aparat keamanan dalam upaya memujudkan masyarakat yang aman dan tertib serta bebas dari penyakit masyarakat diharapkan mampu , mengungkapkan berbagai pesan moral dalam perwujudannya.
Julio Laily Domingo Ahad
Anggota UKM Jurnalistik Untirta 2010
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa