Bidikutama.com – Hutan Papua dikenal dengan keindahan alamnya yang masih alami dan keanekaragaman hayati yang berperan penting dalam mencegah perubahan iklim, tetapi industri kelapa sawit merusaknya untuk membuka lahan perkebunan. “All Eyes on Papua” muncul sebagai bentuk dukungan kepada masyarakat adat Papua yang sedang memperjuangkan hak nya kepada perusahaan-perusahaan besar yang mengalihkan hutan adat menjadi perkebunan sawit demi keuntungan dan keserakahan. Rabu (5/6)
Kasus ini sudah ramai di media sosial, ada beberapa unggahan yang memperlihatkan aksi masyarakat adat suku Awyu, Papua di depan Gedung Mahkamah Agung (MA) Jakarta, dengan memakai pakaian tradisional dan melaksakan ritual adat serta doa. Mereka rela menempuh perjalanan 48 jam ke Jakarta tanpa uang yang cukup untuk bisa menuntut dan mendesak pemerintah mengembalikan hak nya yang telah dirampas pada kasus pengalihan hutan adat oleh perusahaan sawit.
Sebelumnya, hutan adat Awyu dan Moi di Papua berubah menjadi perkebunan sawit terbesar di Indonesia melalui Proyek Tanah Merah yang dioperasikan oleh tujuh perusahaan. Salah satu perusahaan yaitu PT. Indo Asiana Lestari (IAL), yang mendapatkan izin lingkungan hidup oleh Pemerintah Provinsi setempat atas lahan seluas 36.094 hektar di hutan adat suku Awyu.
Akibatnya Masyarakat adat suku Awyu merasa kehilangan tempat tinggal, sumber mata pencaharian, dan warisan budaya mereka. Selain itu, proyek perkebunan sawit ini juga menghasilkan emisi C02 yang berpotensi merusak lingkungan.
Perjuangan Masyarakat adat demi mempertahankan tanah dan budayanya tidaklah mudah. Gugatan mereka sempat ditolak oleh pengadilan, dan saat ini kasus tersebut dibawa ke MA yang menjadi harapan terakhir bagi mereka.
Masyarakat adat berharap MA dapat mencabut izin lingkungan hidup PT. Indo Asiana Lestari yang dikeluarkan oleh Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi Papua.
Grace Novelin Rumakito, Mahasiswa Program Studi (Prodi) Manajemen Untirta, yang berasal dari Papua turut mendukung aksi yang dilakukan masyarakat adat papua tersebut agar kelestarian hutan papua tetap terjaga.
“Menurut saya hutan Papua harus diselamatkan dari pembangunan/pembukaan kelapa sawit di lahan tersebut, karena akan berdampak besar terhadap alam dan juga masyarakat setempat. Perlu diketahui bahwa hutan tersebut adalah tempat mereka mencari makan, belajar, dan warisan leluhur yang perlu dilestarikan. Masyarakat adat perlu di dengar karena mereka mempunyai hak atas tanah mereka dan kasus ini juga perlu diperhatikan, jika tidak bukan hanya kehidupan sosial, ekonomi, budaya, dan lingkungan saja yang berdampak, lebih dari itu kasus ini akan memicu konflik kemanusiaan yang lebih besar. Papua bukanlah tanah kosong, hutan mereka adalah paru-paru dunia,” ujar Grace.
Grace berharap pemerintah dapat memberikan jalan keluar yang tepat supaya tidak masyarakat adat papua tidak semakin dirugikan.
“Saya berharap pemerintah bisa lebih memperhatikan kasus tersebut dan dapat memberikan jalan keluar yang tepat. Untuk membuka kebun kelapa sawit tersebut perlu adanya kesepakatan dengan masyarakat adat di sana dan penting sekali untuk menghargai peraturan adat di sana, dan jika ingin membangun sesuatu harus diperhatikan dampak lingkungan sosial serta ekologisnya agar tidak merugikan pihak lain atau hanya menguntukan satu pihak saja,” harap Grace.
Reporter: Herviani/BU
Penulis: Herviani/BU
Editor: Rani/BU