Bidikutama.com – Diduga salah satu mahasiswa Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta) menjadi pelaku rudapaksa dan kasus ancaman penyebaran video asusila atau Revenge Porn. Kasus ini menimpa mahasiswa hukum yang berasal dari Pandeglang, Banten. (26/6)
Setelah ditelusuri melalui Pangkalan Data Pendidikan Tinggi (PDDikti), pelaku yang berinisial AHM tercatat sebagai mahasiswa Untirta jurusan Akuntansi dengan status “hilang.” Namun setelah ditelusuri kembali saat ini pelaku merupakan mahasiswa teknik sipil Untirta angkatan 2021.
Hal ini diketahui melalui thread yang diunggah oleh akun Twitter dengan username @zanatul_91 yang merupakan kakak dari korban pada hari ini (26/6), pukul 11.34 WIB.
Dalam akun tersebut sang kakak menjelaskan peristiwa memilukan yang menimpa adiknya. Menurut kakak korban, peristiwa ini bermula pada 14 Desember 2022.
“Adik laki-laki kami, RK (kami 8 bersaudara) menerima pesan pribadi dari akun instagram tidak dikenal. Ketika di klik, isinya video asusila korban (adik kami) yang sedang divideokan tidak sadar.” tulis isi thread.
Kakak korban menjelaskan pada video tersebut berisikan 4 layar. Pada 3 layar berisikan foto korban dan layar 1 lainnya berisi video rudapaksa dengan kamera dipegang pelaku.
Pada tanggal 16 Desember 2022, kakak korban mencari informasi kepada teman korban dan ternyata mereka telah mengetahui video tersebut.
“Hal ini terjadi karena pelaku selalu mengirim video porn revenge pada teman-teman yang dianggap terlalu dekat dengan korban (adik kami),” jelas kaka korban dalam thread tersebut.
Kemudian ia juga mengungkapkan bahwa pelaku mengancam akan mengirim video tersebut kepada dosen. Kakak korban juga menjelaskan bahwa korban kerap mendapatkan kekerasan mulai dari pukulan, jambakan hingga dibenturkan ke tangga.
“Satu hal yang membuat kami tidak mundur sekalipun, adalah cerita korban (adik kami) saat dipukul, ditonjok, dijambak, digusur dan terbentur tangga saat ditarik paksa oleh pelaku,”
Mirisnya, korban telah menutupi dan menderita selama hampir 3 tahun. Dalam thread juga kakak korban menuliskan pelaku berniat membunuh korban bahkan meminta korban untuk bunuh diri.
Pihak keluarga pun akhirnya melaporkan kepada pihak cyber crime Polda Banten dan kasus ini disidangkan pertama kali tanggal 16 Mei 2023.
Selama persidangan berlangsung, Iman menilai proses persidangan memiliki kejanggalan. Ia beserta keluarga pun mengaku mendapatkan perlakuan intimidasi dari pihak kejaksaan.
“Saat sidang pertama kasus ini berlangsung, korban (adik kami), keluarga dan kuasa hukum sama sekali tidak mendapatkan informasi mengenai jadwal sidang kasus ini. Jadi kita nggak tahu kalau sudah masuk persidangan,” ungkapnya.
Intimidasi dilakukan pada saat sebelum pelaksanaan sidang yang kedua, salah satu jaksa memanggil korban dan salah satu kakak korban untuk masuk ke dalam ruang pribadi jaksa tersebut untuk menutup kasus tersebut.
“Ia berkali-kali menggiring opini psikologis korban (adik kami) untuk ‘memaafkan’, ‘kami harus bijaksana,’ ‘kamu harus mengikhlaskan’.”
Intimidasi lainnya yang dirasakan oleh keluarga dan penasehat hukum korban berdasarkan pernyataan Iman melalui thread, mereka kerap kali diusir dari ruang persidangan saat menghadiri persidangan secara offline maupun online via aplikasi zoom meeting. Iman juga mengungkapkan banyak kejanggalan dan intimidasi lainnya selama proses persidangan berlangsung hingga saat ini.
Perlakuan yang diterima oleh korban ini juga dibenarkan oleh salah satu teman dekat korban yang enggan disebutkan namanya. Saksi mengungkapkan bahwa tujuan pelaku salah satunya adalah untuk memeras korban.
Saksi pun membenarkan bahwa pelaku melakukan pengancaman tersebut untuk mendapatkan kepuasan dan untuk memeras korban secara finansial.
Reporter : Hanum/BU
Penulis : Putri Purnama/BU
Editor : Adit/BU