Bidikutama.com – Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta) resmi menerbitkan Surat Edaran (SE) No. B/386/UN43/PR.07.04/2025 tentang Efisiensi Anggaran Tahun 2025. Kebijakan ini memicu berbagai tanggapan, termasuk kritik dari mahasiswa yang mempertanyakan transparansi dan dampaknya terhadap fasilitas serta kegiatan akademik. Jumat (7/3)
Berdasarkan SE No. B/386/UN43/PR.07.04/2025 tentang Efisiensi Anggaran Tahun 2025, pimpinan fakultas, lembaga, biro, dan Unit Penunjang Akademik (UPA) diwajibkan melakukan efisiensi anggaran sebesar 73% dari pagu awal.
Kebijakan ini diklaim sebagai upaya mendukung program pemerintah, sebagaimana diatur dalam Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025 mengenai efisiensi belanja dalam pelaksanaan APBD, serta merujuk pada Surat Sekretaris Jenderal Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi No. 0326/B1/PR.07.04/2025 tentang Penyampaian Alokasi Efisiensi Anggaran di Lingkungan Ditjen Pendidikan Tinggi Tahun 2025.
Namun, pemotongan anggaran yang signifikan ini menimbulkan pertanyaan mengenai dampaknya terhadap operasional akademik dan kualitas layanan pendidikan di Untirta.
Asep Ridwan, Wakil Rektor Bidang Keuangan dan Umum, membenarkan bahwa penerbitan SE tersebut didasarkan pada Surat Sekretaris Jenderal Pendidikan Tinggi (Dikti).
“Iya betul, sesuai dengan surat Sekretaris Jenderal Dikti No.0326/BI/PR.07.04/2025 tanggal 19 Februari 2025 tentang penyampaian alokasi efisiensi anggaran di lingkungan pendidikan tinggi,” ucap Asep.
Meskipun Untirta menerapkan kebijakan efisiensi anggaran, Asep menegaskan bahwa layanan pembelajaran serta perbaikan sarana dan prasarana yang mendesak tetap menjadi prioritas. Namun, ia juga mengakui bahwa beberapa kegiatan akan dihentikan sementara.
“Beberapa kegiatan seperti seminar, workshop, dan perjalanan dinas harus dikurangi, serta pembangunan fisik untuk sementara dihentikan,” jelas Asep.
Kebijakan ini mendapat penolakan dari sejumlah mahasiswa, salah satunya Andreas Rendi Wahyu Nugroho, mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris. Ia menyatakan ketidaksetujuannya dan mengungkapkan kekhawatirannya terhadap dampak pemangkasan anggaran, terutama terkait fasilitas dan kegiatan akademik yang berpotensi terganggu.
“Tentu tidak setuju karena memunculkan kekhawatiran bagi mahasiswa. Semuanya diefisiensi mulai dari dana operasional kampus dan alat-alatnya sehingga bisa memunculkan inisiatif macem-macem, seperti bangun badan usaha, berubah jadi PTN-BH, dan menaikkan UKT mahasiswa,” ungkap Andreas.
Selaras dengan pendapat tersebut, Dimas Abdul Rasyid, mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa Indonesia, menilai bahwa kebijakan efisiensi anggaran merugikan banyak pihak, terutama mahasiswa. Menurutnya, keterbatasan anggaran dapat menghambat proses kerja serta membatasi ruang bagi inovasi dan kreativitas.
Ia juga menyoroti bahwa berbagai pihak yang terdampak tidak dapat bekerja secara maksimal akibat pemangkasan anggaran. Oleh karena itu, Dimas berharap para pejabat Untirta dapat berdiskusi dengan melibatkan seluruh pihak untuk mencari solusi yang lebih adil.
“Harapan saya semoga pejabat Untirta baik lingkup fakultas maupun universitas dapat berdiskusi langsung dengan melibatkan semua pihak dan mencari solusi agar seluruh pihak tidak ada yang dirugikan terutama mahasiswa,” harap Dimas.
Reporter : Esther, Salsa/BU
Penulis : Syifa/BU
Editor : Raffa/BU