Bidikutama.com – Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) menyatakan tidak bisa mengubah putusan Nomor 90/PUU-XXI.2023 meskipun Ketua MK Anwar Usman dan delapan hakim konstitusi lain terbukti melanggar etik. Menanggapi hal ini salah satu dosen Hukum Tata Negara (HTN) Fakultas Hukum (FH) Untirta, Lia Riesta Dewi memberikan tanggapannya. (13/11).
Menurut Lia, keputusan MKMK sudah sesuai dengan tugas dan izinnya.
“Putusan sudah sesuai, karena kewenangan mereka hanya melakukan pengawasan dan pemeriksaan terhadap pelanggaran etik yang dilakukan oleh hakim konstitusi. Jadi enggak mungkin mereka memutus hal yang melampaui batas kewenangannya,” ujarnya.
Lia menyebut, MK menyadari bahwa konstitusi sebagai norma hukum secara tegas sudah menyatakan bahwa keputusannya sudah final. Maka, putusan nomor 90/PUU-XXI/2023 yang dikeluarkan MK memiliki daya laku tanpa menunggu proses apapun.
“Keputusan MK sudah final. Jadi tidak bisa dilakukan upaya hukum lainnya apapun itu. Untuk saat ini Indonesia belum memiliki lembaga yang memiliki kewenangan untuk membatalkan putusan MK karena UUD belum mengaturnya, karena sudah final dan mengikat,” ujarnya.
Solusi lain yang bisa dilakukan untuk membatalkan putusan MK yakni dengan mengamandemen UUD. Namun, cara tersebut akan terlampau sulit dan memakan waktu lama.
“Ada yang namanya amandemen UUD, cuma prosesnya lama dan sulit. Hanya saja, perkara tidak akan bisa dibahas kembali, kecuali UU tentang syarat presiden dan wakil presiden itu dilakukan perubahan mengikuti putusan MK, maka WNI bisa langsung mengajukan gugatan ke MK,” ujarnya.
Adapun Lia melihat bahwa keputusan yang dikeluarkan Anwar Usman sarat dengan kepentingan politik. Penegakkan HAM bukan alasan utama agar semua pihak secara terbuka dapat mencalonkan diri. Melainkan hal ini sengaja diperuntukkan keponakannya.
“Memang betul setiap warga negara berhak untuk memilih dan dipilih tidak diberikan batasan umur, hanya UUD memberi batasan terhadap HAM termasuk hak untuk memilih dan dipilih. Jadi, seolah-olah keputusan itu memang sengaja diperuntukkan untuk keponakannya, memberikan kesempatan besar untuk keponakannya,” ucapnya.
Terakhir, ia berpesan, khususnya bagi pelajar hukum untuk selalu mengatur aturan secara ketat setelah terjadinya fenomena ini.
“Kalau kita mau melakukan upaya hukum lain terhadap putusan yang sudah dibuat, maka lakukan sesuai norma. Seperti amandemen UUD atau melakukan revisi. Kalau kita melakukan penyelesaian dengan melanggar norma hukum, sama saja kita dengan Anwar,” harapnya.
Reporter : Arif/BU
Penulis: Ardhilah/BU
Editor : Uswa/BU