Bidikutama.com – Kesehatan mental, yang juga dikenal sebagai mental health, selalu menjadi topik yang hangat diperbincangkan di kalangan generasi muda, terutama generasi Z yang lahir antara tahun 1997 hingga 2012. Kesehatan mental dan inner child memiliki keterkaitan erat dan dapat saling memengaruhi. Inner child merujuk pada bagian dalam diri kita yang menyimpan kenangan, perasaan, dan pengalaman masa kecil. Fenomena inner child muncul sebagai hasil dari pengalaman masa kecil yang membentuk kepribadian seseorang, baik itu positif maupun negatif. Pengalaman masa kecil yang penuh dengan kenangan negatif cenderung membentuk inner child yang terluka dan tersembunyi, meninggalkan bekas yang mungkin tidak disadari dalam diri seseorang. Dampaknya adalah adanya rasa sakit terpendam yang pada akhirnya dapat memengaruhi perilaku dan tindakan seseorang saat dewasa. (19/2)
Dilansir dari website halodoc.com, Kesehatan mental merupakan kesehatan jiwa yang berkaitan dengan kondisi emosi, pengendalian diri, dan segala sesuatu yang berkaitan dengan kondisi psikis. Sedangkan yang dimaksud dengan inner child adalah suatu kondisi atau sifat kepribadian kenak-kanakan yang masih bersarang pada orang dewasa, karena pengalaman dari masa lalunya yang secara tidak disadari membekas menjadi luka. Apabila inner child kita terluka, lama kelamaan akan mendampak pada sikap kita yang bisa berubah menjadi negatif, karena inner child menjadi salah satu komponen pembentukan kepribadian.
Inner child dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti pengalaman yang tidak menyenangkan dalam keluarga (perceraian), mengalami kekerasan fisik dimasa kecil, dan ketidak adilan keluarga untuk setiap anak. Salah satu tanda seseorang yang mengalami inner child adalah dia selalu mempunyai cara pandang dan prasangka buruk terhadap dunia kepadannya, dia selalu menyalahkan diri sendiri. Bahkan salah satu penyebab susah move on pun dapat terjadi karena dia memiliki inner child yang terluka.
Dilansir dari liputan6.com, luka inner child ini sendiri terbagi menjadi 4 bagian, yaitu:
• Abandonment Wound
Luka yang pertama ini dipicu karena ditinggalkan oleh seseorang yang sangat berarti dan dicintai semasa kecil. Seperti perceraian, sering ditinggal kerja, dibiarkan ketika menangis sebagai bentuk hukuman, dan lainnya. Hal seperti ini dapat menyebabkan orang yang mengalaminya menjadi sangat posesif, dan sering kali ketergantungan karena ia merasa memiliki trauma atas kepergian seseorang dari hidupnya.
• Neglect Wound
Luka ini tidak jauh beda dengan yang pertama, karena pemicu utamanya adalah diabaikan oleh orang-orang terdekat, ia kerap kali merasa tidak mendapatkan perlindungan, selalu diabaikan, tidak pernah dipuji atas prestasi yang ia dapatkan, bahkan pendapatnya tidak pernah didengar. Luka ini umumnya sering dialami oleh anak kedua atau anak tengah, karena ia selalu dipaksa dewasa untuk adiknya dan mengimbangi prestasi kakaknya.
Orang yang mengalami luka ini kerap kali akan menjadi orang yang haus validasi, bersikap pasif, bahkan enggan berbagi perasaan sehingga cenderung menjadi seorang pemendam.
• Guilt Wound
Orang yang memiliki luka ini kerap kali menyalahkan dirinya sendiri. Bahkan dia juga akan menjadi people pleasure, karena merasa tidak enak untuk menolak permintaan orang lain. Selain itu, dia juga akan sungkan untuk meminta pertolongan kepada orang lain. Penyebab dari luka ini ini adalah perasaan bersalah yang sangat mendalam karena saat dia kecil, dia sering mengalami kekerasan fisik saat melakukan kesalahan, dimarahi, dipermalukan didepan umum, bahkan masalahnya akan selalu diungkit-ungkit kembali.
• Trust Wound
Luka yang terakhir ini berhubungan dengan kepercayaan dia terhadap orang lain, karena dimasa kecil dia sering menerima janji-janji palsu dari orang terdekat di sekitarnya. Orang yang memiliki luka ini akan susah percaya terhadap janji, menyepelekan janji, dan cenderung akan menaruh rasa curiga yang tinggi kepada orang lain.
Setiap orang pasti memiliki sisi inner child nya masing-masing, dilansir dari website hellosehat.com, luka ini perlahan-lahan akan sembuh apabila kita bisa berdamai dengan diri sendiri, menerima keberadaan luka tersebut, menjadi terbuka dengan orang sekitar, melakukan meditasi dengan tujuan untuk lebih menyeimbangkan emosi pada diri, melakukan hobi yang disukai, dan juga mendapatkan kebahagiaan diri sendiri. Selain cara yang telah dipaparkan, berkonsultasi dengan psikolog juga menjadi alternatif utama.
Penulis: Natasya/BU
Editor: Rani/BU