Bidikutama.com – Onward adalah film baru keluaran Disney yang rilis pada 29 Februari 2020 di Indonesia. Film yang mengambil latar di suatu dunia fantasi ini diisi oleh peri peri, troll, putri duyung, dan mahkluk fantasi lainnya. (29/3)
Seperti diketahui, sejak era ’90-an Disney sudah dikenal menghasilkan sejumlah film animasi orisinal yang dicintai oleh banyak orang. Kualitas dari film-film animasinya pun meningkat, tatkala perusahaan milik Walt Disney tersebut membeli Pixar pada 2006. Keduanya pun kerap merilis sejumlah film animasi berkualitas, salah satunya Onward yang dirilis pada 2020 ini. Film animasi ini diarahkan oleh Dan Scanlon, orang yang sama di balik film animasi Disney lainnya yaitu “Monster University”.
Seperti tema filmnya yang bertemakan sihir, penonton pun seperti ikut disihir oleh keajaiban-keajaiban yang menghangatkan hati dan tak jarang juga meneteskan air mata setelah menonton film ini. Mungkin bukan Disney kalau tidak bisa membuat film-film yang berkesan di hati penonton setianya. Film ini menceritakan Ian (Tom Holland) dan Barley (Chris Pratt), lightfoot dua kakak-beradik peri yang tinggal dengan peliharan naga dan ibunya (Julia Louis-Dreyfus) yang telah kehilangan ayahnya saat kecil, bahkan Ian belum lahir saat ayahnya meninggal. Kerinduan dan keinginan Ian memiliki kenangan dengan ayahnya inilah yang memulai segalanya, berawal saat Ia berulang tahun ke -17, ibunya memberikan tongkat sihir yang diamanahkan ayahnya sebelum meninggal untuk diberikan kepada Ian dan Barley saat mereka sudah berusia di atas 17 tahun.
Barley yang memang sangat menyukai sihir ini sangat bersemangat dan mengajarkan Ian, yang sebenarnya tidak terlalu antusias akan sihir, tapi mengetahui dia memiliki kesempatan untuk bertemu ayahnya. Inilah yang akhirnya membuat dia sama antusiasnya dengan Barley, namun ternyata proses untuk mengembalikan sang ayah tidaklah semudah mengayunkan tongkat sihir dan melafalkan mantra saja. Saat Ian melafalkan mantra sihir, perlahan tubuh ayahnya muncul dari mulai kaki lalu ke atas badannya, tetapi saat mencapai pinggang, sihirnya berhenti karena batu ajaib peninggalan ayahnya yang dinamakan Phoenix Stone kurang. Mereka membutuhkan batu ajaib itu lagi, akan tetapi waktu mereka tidak banyak, karena mantranya hanya bertahan 24 jam saja, yang berarti waktu mereka cuma sehari untuk menemukan Phoenix Stone, untuk menyelesaikan mantranya agar tubuh sang ayah utuh dan membuat kenangan dengan ayah yang selalu mereka rindukan.
Tapi, apakah semudah itu perjalanan mereka? Karena seperti yang Barley selalu katakan, jalan yang jelas adalah jalan yang salah, sehingga mereka harus mencari jalan yang rumit untuk menemukan Phoenix Stone. Premis Onward sebenarnya tergolong usang. Kisah “Coming of Age” dimana tokoh utama menjadi dewasa dengan keluar dari zona nyaman sudah terlalu sering dipakai. Namun, sutradara, Dan Scanlon, memiliki cara yang unik dalam menyampaikan kisah generik tersebut. Ia mengambil pendekatan ala Role Playing Game (RPG).
Ya, Onward sangat kental dengan referensi ke western RPG ala Dungeon and Dragons (D&D) Grinding, leveling, puzzle, magic, monster, semua ada di Onward, bahkan petualangan Ian dan Barley didesain menyerupai quest yang berada di game-game RPG. Sebagai gambaran, agar Ian dan Barley bisa mendapatkan lokasi Phoenix Stone, mereka harus berpetualang dari satu lokasi ke lokasi. Di tiap lokasi mereka harus bertanya kepada penduduk setempat untuk mendapatkan petunjuk. Terkadang, mereka harus berhadapan langsung dengan makhluk-makhluk mengerikan nan jenaka ala manticore (Octavia Spencer), seorang singa dengan sayap kelelawar berekor scorpion dan rambut keriting.
Dari sisi komedi, Onward juga tampil jenaka. Ada banyak momen-momen lucu yang siap menimbulkan gelak tawa. Adapun komedi yang kerap mencuri perhatian hadir dari ayah Ian dan Barley, yang mana hadir hanya dari kaki sampai pinggang saja, ia banyak melakukan gerakan-gerakan aneh yang akan mengingatkan penonton dengan pola physical comedian seperti Mr. Bean, Charlie Chaplin, Buster Keaton, ataupun Jacques Tati. Kalau pernah menonton film komedi klasik berjudul “Weekend at Bernies” (1988), nah komedi yang dihadirkan sang ayah sangat mirip dengan film itu.
Di luar segala kelebihan, Onward memiliki satu kekurangan yang sangat kentara, yakni filmnya yang terlalu ringan. Onward tidak memiliki bobot yang sama kuatnya dengan film-film Pixar sebelumnya. Penonton tidak ditantang untuk memikirkan ulang pesan-pesan yang dihadirkan, sehingga apa yang terjadi adalah Onward berakhir menjadi hiburan saja. Sangat berbeda apabila dibandingkan dengan “Inside Out”, dimana penonton ditantang untuk memikirkan dampak dari emosi, motivasi, dan tekanan atau seperti Wall-E, dimana penonton diminta memikirkan ulang modernisasi dan dampaknya terhadap lingkungan hidup.
Tapi di luar itu Onward sangat layak untuk penonton awam, khususnya pecinta Disney yang merindukan keajaiban-keajaiban film Disney yang menghangatkan hati, bahkan yang sudah lama tidak menangis karena keharuan akan cerita Disney yang selalu menyentuh hati seperti tweet stand up comedian dan animator, Ryan Adriandhy, di Twitter-nya, “Saya nggak punya tato di badan saya karena keputusan yang berbasis keimanan. Tapi dulu, kalau ditanya mau punya tato apa, saya selalu jawab “tulisan Hakuna Matata.” – Tapi habis nonton #PixarOnward, kalau ditanya lagi jawaban saya adalah satu line dialog di film ini.”
Jangan ragu untuk menonton film ini, jika sudah tidak ada di bioskop, kalian bisa menunggu versi film yang tersedia di website-website penyedia film. Semoga kalian merasakan keajaibannya setelah menonton, dan I hope there’s a little magic left in you.
Penulis: Audi/BU
Editor: Thoby/BU