Bidikutama.com – Artificial Intelligence (AI) merupakan kecerdasan robot buatan manusia yang dirancang untuk meringankan pekerjaan manusia. Namun, kecerdasan ini dapat membawa petaka.
Melansir dari EuroNews, seorang pria di Belgia mengakhiri hidupnya setelah mengobrol tanpa henti tentang pemanasan global dengan Chat Generative Pre-Trained Transformer (ChatGPT) selama 6 minggu dan menjauh dari istrinya sendiri.
Pierre (bukan nama sebenarnya) sudah mencoba berbincang dengan istrinya terkait pemanasan global, tetapi ia merasa manusia sudah tidak lagi memiliki solusi untuk itu (pemanasan global). Akhirnya, Pierre beralih ke Chatterbot (ChatBot) tipe ChatGPT yang merupakan salah satu produk hasil pengembangan AI. Eliza, nama dari ChatGPT tersebut menyimpulkan bahwa akar dari permasalahan di bumi adalah manusia, sehingga ia (Pierre) diminta untuk mengakhiri hidupnya.
Mahasiswa Teknik Elektro, Tristan menjelaskan bagaimana AI bekerja dalam membantu kehidupan manusia, contohnya ada pada sensor mobil ketika hendak parkir. Ia juga menjelaskan bahwa kecerdasan AI dapat dikembangkan lebih sempurna hingga pada taraf robot AI dapat belajar, sama seperti manusia.
Tristan menanggapi bahwa kasus ini merupakan salah satu dari kelemahan pengembangan AI yang belum sempurna, sehingga terjadinya kecacatan dalam penggunaannya. Ia juga mengatakan bahwa AI diciptakan untuk membantu manusia dalam pekerjaannya, bukan ditujukan sebagai pengganti manusia.
“AI ini tidak sepenuhnya dapat dipercaya, karena pembuatnya sendiri adalah manusia itu sendiri,” ujar Tristan
Ia berharap manusia menggunakan akal pikirannya untuk kehidupan sehari-hari, terlebih dalam memilah mana yang benar dan salah, bukan bergantung pada kecerdasan yang dibuat oleh manusia itu sendiri.
Menanggapi kasus yang sama, salah seorang Mahasiswa Teknik Informatika 2021, Dhafin menyatakan bahwa kekurangan dari kecerdasan AI terdapat aspek emosionalnya. Jawaban yang diberikan oleh ChatBot adalah hal yang logis dan dapat membantu pekerjaan manusia.
“Cara berpikir AI yang logis dan tidak mengikutsertakan perasaan. Karena sistem perasaan pada manusia jauh lebih kompleks,” tutur Dhafin.
Menurut Dhafin, ada hal yang dapat dilakukan untuk menyempurnakan AI, yaitu dengan merancang sistem perasaan pada robot selayaknya manusia.
Namun, hal ini disangkal oleh Najiah, salah satu Mahasiswa Ilmu Komunikasi 2020. Najiah beranggapan bahwa segala hal yang diciptakan oleh manusia tidak akan sempurna sampai ke tahap memahami perasaannya.
Najiah memandang kasus ini dalam sudut komunikasi, bahwa berbicara dengan robot termasuk kedalam kegiatan komunikasi, karena terjadinya sebuah pertukaran informasi. Komunikasi dalam kehidupan sehari-hari terkadang menjadi efek domino, sehingga sudah seharusnya setiap orang dapat menyeleksi media dalam komunikasi untuk setiap masalah.
“Sah-sah saja dan memperkaya media komunikasi (berkomunikasi dengan ChatGPT), manusia harus lebih selektif memilih dan memilih efek komunikasi yang akan dihasilkan terhadap dirinya,” tukas Najiah.
Reporter : Ali, Aya/BU
Penulis : Aya/BU
Editor : Aleda/BU