Bidikutama.com – Tuntutan ringan terhadap terdakwa kasus penyiraman air keras kepada penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan, terus menjadi perbincangan publik. Tak ketinggalan, sejumlah mahasiswa Fakultas Hukum (FH) Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta) juga turut memberikan komentarnya. (16/5)
Sebagaimana diketahui, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Utara (Jakut) menuntut terdakwa selama 1 tahun penjara. Tuntutan ringan itu diambil setelah JPU menilai bahwa terdakwa sudah meminta maaf dan menyesali perbuatan. Lebih daripada itu, JPU juga menyebut terdakwa tak sengaja melakukan penyiraman kepada Novel.
Ketua Criminal Law Student Association (CLSA) FH Untirta, Fairuz Lazuardi, mengatakan bahwa tuntutan ringan terhadap terdakwa kasus penyiraman air keras kepada Novel sangat tidak objektif. Menurutnya, terdakwa telah melakukan tindak pidana penganiayaan berat, serta mengakibatkan kecacatan pada salah satu mata Novel.
“Tuntutan ringan yang diberikan terhadap pelaku penyiraman air keras kepada Novel Baswedan sangatlah tidak objektif. Dalam kasus ini, jelas pelaku telah melakukan tindak pidana penganiayaan berat, sehingga menyebabkan korban mengalami cacat pada salah satu bagian organ matanya,” ujarnya kepada Tim Bidik Utama.
Jika ditelisik lebih dalam, sambungnya, terdakwa seharusnya dijerat pasal penganiayaan berat dengan rencana terlebih dahulu sebagaimana Pasal 355 Ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), yakni dengan ancaman pidana maksimal 12 tahun penjara, bukan dijerat dengan Pasal 353 Ayat (2) KUHP dengan ancaman pidana maksimal 7 tahun penjara sebagaimana yang digunakan oleh JPU.
“Jika ditinjau, seharusnya pelaku dijerat pasal penganiayaan berat dengan adanya rencana terlebih dahulu yang memiliki ancaman pidana maksimal 12 tahun penjara menurut Pasal 355 Ayat (1) KUHP. Namun, pasal yang digunakan JPU yaitu Pasal 353 Ayat (2) KUHP dengan ancaman pidana maksimal 7 tahun, dan JPU hanya menuntut 1 tahun penjara kepada para pelaku,” pungkas pria yang akrab disapa Iyung.
Bersumber dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Iyung menuturkan bahwa ketidakobjektifan JPU kian terlihat apabila membandingkan kasus serupa, yakni kasus penyiraman air keras, yang mana hakim menjatuhkan vonis penjara berkisar 8-15 tahun penjara kepada terdakwa.
“Selain itu, bersumber dari LBH Jakarta, ketidakobjektifan JPU semakin terlihat ketika kita meninjau beberapa kasus yang serupa, yaitu penyiraman air keras, (yang mana) vonis penjara yang diberikan hakim terhadap pelaku berkisar 8 sampai 15 tahun penjara,” tandasnya.
Secara terpisah, Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FH, Muhammad Fauzan, menilai bahwa tuntutan ringan terhadap terdakwa kasus penyiraman air keras kepada Novel sangatlah mencoreng wajah penegakkan hukum di Indonesia.
“Karena kita bisa tahu kasus Novel Baswedan ini pencarian pelakunya lama banget, tetapi ketika (pelaku) ditangkap atau ada dua pelaku ini muncul di muka persidangan, kan sebenarnya ada angin segar, artinya ada pelaku yang sudah ditangkap,” kata mahasiswa yang akrab disapa Ojan ini.
Reporter: Yuan/BU
Penulis : Audi, Bladys/BU
Editor : Rara/BU