Bidikutama.com – Anak merupakan makhluk yang dititipkan kepada seseorang yaitu orang tua yang memiliki peran sangat penting untuk mendidik dan menjaga anak sampai dewasa. Mental anak harus dijaga oleh orang tua agar memiliki kehidupan psikis yang sehat yaitu mendampingi anak dan menciptakan lingkungan keluarga yang sehat. Akan tetapi, bagaimana justru orang tualah yang merusak mental anaknya sendiri? Lalu siapa yang harus bertanggung jawab? (2/7)
Belum lama ini media sosial diramaikan dengan video seorang ibu yang melakukan tindakan tidak senonoh kepada anaknya sendiri. Wanita berinisial R (22) tersebut melakukan hal yang bejat dengan membuat video saat dirinya menyentuh daerah sensitif anaknya dan “memainkannya”. Selain itu, R juga memaksa anaknya yang masih kecil melakukan hubungan suami istri dengan dirinya di atas tempat tidur.
Banyak netizen yang berkomentar bahwa sang anak terlihat biasa saja dan tertawa saat ibunya melakukan sesuatu yang tidak pantas. Dapat terlihat bahwa mental sang sudah rusak karena aksi bejatnya. Anak yang seharusnya dijauhkan dari hal pornografi justru dipaksa untuk berlakon di dalam video yang mengandung pornografi. Untungnya R sudah dibawa ke Polda Metro Jaya.
Kemudian, saat kasus R masih hangat dibicarakan media sosial kembali diramaikan oleh aksi bejat seorang ibu yang berinisial AK. Dia mengatakan bahwa dirinya ingin bercinta kepada anaknya. Dia juga melakukan hal tidak senonoh kepada anaknya yang sedang berbaring di kasur. Perilakunya merupakan hal bejat yang sangat dapat membuat mental anak rusak. Sama seperti R, untungnya AK juga sudah dibawa ke Polda Metro Jaya.
Kasus tersebut juga tidak hanya dilakukan ibu akan tetapi ayah pun turut menjadi pelaku. Seperti halnya di Mataram, NTB seorang ayah berinisial IKP (34) ditahan karena ketahuan mencabuli anaknya yang masih berumur 12 tahun. Diketahui ibu dari anak tersebut sedang bekerja di Hongkong menjadi pekerja migran Indonesia. Sang ayah mencium dan meraba daerah sensitif anaknya bahkan meminta sang anak untuk berdiri sensual di depannya dan lebih parah lagi meminta melakukan hubungan suami istri yang ditolak oleh sang anak.
Selain itu, juga marak terjadi kekerasan yang dilakukan orang tua kepada anaknya. Orang tua memang boleh memberikan hukuman “fisik” kepada anaknya, akan tetapi masih dalam batas wajar. Dalam hal ini kekerasan dimaksud yaitu kekerasan yang sudah kelewatan batas dengan memukul anak terus – terusan seperti kesetanan yang merusak mental anak. Anak yang seharusnya diberi pelukan hangat malah diberi pukulan pedas.
Berdasarkan penjabaran di atas bagaimana anak harus melindungi dirinya disaat seharusnya orang dewasa pertama yang melindungi mereka justru melakukan hal yang merusak mental mereka? Oleh sebab itu, pemerintah harus lebih peduli untuk fokus melihat banyaknya perbuatan – perbuatan orang tua yang merusak mental anak. Pemerintah harus lebih membuka mata dengan mencari cara penanggulangan agar anak mendapat kembali perlindungan yang menjadi haknya. Pemerintah harus membuka program khusus yang mewajibkan seluruh pasangan yang ingin menikah mengikuti kelas parenting yang akan menuntun mereka untuk lebih bijak dalam mendidik anak. Selain itu, untuk meminimalisir orang tua yang tidak memiliki pekerjaan dan menelantarkan anak, pemerintah harus membuka pelatihan khusus yang dapat melatih keterampilan mereka untuk memasuki dunia kerja.
Penulis: Nova Melinda Kinaro/Mahasiswa Pendidikan Matematika Untirta
Editor: Ardhilah/BU