Bidikutama.com – Mural bergambar diduga mirip Presiden, Joko Widodo (Jokowi), di wilayah Kota Tangerang sudah dihapus, Kamis 12 Agustus 2021. Dosen mata kuliah Komunikasi Politik, Jurusan Ilmu Komunikasi (Ikom) Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta), Ikhsan Ahman, menilai tindakan penghapusan mural tersebut lebay. (25/8)
“Penghapusan mural Jokowi adalah sebuah tindakan lebay dan paranoid dari kekuasaan yang mulai tergerus dan defisit kepercayaan dari masyarakat.
Seharusnya mural itu dijadikan bagian dari kekebasan berekspresi yang dijamin undang-undang, ekspresi seni dan estetika yang dapat menjadi saluran-saluran dari pembungkaman yang terjadi,” ujar Ikhsan.
Menurut Ikhsan, tindakan Aparat Penegak Hukum (APH) yang mencari pembuat mural tersebut terlalu berlebihan. Ia menambahkan, seharusnya APH lebih fokus menangkap koruptor-koruptor yang masih menjadi buronan dan berlindung kepada pihak-pihak tertentu.
“Ga punya harapan dan tidak ingin berharap dengan kepemimpinan yang sekarang, harapan baru akan muncul seiring dengan kemunculan pemimpin baru,” tandasnya.
Sementara itu, Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Hukum (FH), Muhammad Haykal Afdal Aldzikri, berpendapat bahwa pemerintah hari ini seakan akan memiliki ketakutan yang berlebihan kepada kritik yang disampaikan oleh masyarakat.
“Dengan dalih presiden adalah lambang negara Indonesia adalah kekeliruan yang dilakukan oleh aparat, padahal dalam Undang-undang Dasar (UUD) 1945 pasal 35-36B disebutkan secara jelas bahwasannya tidak ada diksi kata presiden dalam kriteria lambang negara,” terang Haykal.
Haykal berujar, jika memang belum melakukan izin memang tepat untuk mencari si pelaku muralnya. Yang salah, menurutnya, adalah ketika dipidanakan dengan dalih tentang presiden sebagai simbol negara.
“Karena menurut saya ketika membuat mural ini menggunakan wajah seorang presiden yang dilanggar adalah etika dan norma kesopanan saja, kecuali memang ada Peraturan Daerah (Perda) atau Undang-undang (UU) yang mengatur tentang pelarangan mural ini,” tambah Haykal.
Ia berharap, pemerintah lebih mementingkan kepentingan rakyat dan tidak takut untuk dikritik.
“Karena kepala negara setinggi-tingginya adalah rakyat,” pungkas Haykal.
Repoter: Hanum/BU
Penulis: Okta/BU
Editor: Hafidzha/BU