Bidikutama.com – Penetapan status tersangka kepada 14 massa aksi aliansi Geger Banten diklaim cacat prosedural. Hal itu lantaran mereka tidak diperkenankan untuk didampingi pengacara selama proses pemeriksaan. (9/10)
Demikian yang diungkapkan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Rakyat Banten selaku tim kuasa hukum aliansi Geger Banten.
“Kami melihat penetapan tersangka kepada 14 orang massa aksi ini tidak sesuai dengan prosedur yang seharusnya ditempuh pihak kepolisian,” pungkas pengacara LBH Rakyat Banten, Abda Oebismillahi.
“Karena ada hak asasi manusia yang tidak dikedepankan kepolisian, yakni LBH Rakyat Banten tidak diperkenankan mendampingi saksi,” sambung Abda.
Oleh karena itu, Abda menyebut pihaknya akan melakukan upaya hukum atas penetapan status tersangka ini. Dirinya juga menambahkan, hingga kini proses hukum masih berjalan di Polda Banten.
“Kawan-kawan LBH Rakyat Banten mempunyai upaya hukum lain kepada 14 orang tersangka ini. Hingga kini, proses hukum masih berjalan di Polda Banten, dan kami mengupayakan upaya hukum,” ucapnya.
“Praperadilan bisa jadi menjadi alternatif apabila menjadi analisa kami. Mungkin akan kami tempuh, bilamana itu yang terbaik,” lanjut Abda.
Abda juga mengatakan, pihaknya hanya diperbolehkan untuk bertemu dengan 8 massa aksi saja pada Rabu (7/10) pukul 23.30 WIB.
“Secara fisik, (mereka) baik-baik saja, tetapi ada beberapa luka-luka yang akan kita coba identifikasi, apakah memang itu dari pukulan pada saat pemeriksaan atau seperti apa,” tutupnya.
Pendampingan Pengacara dalam Pemeriksaan Diperbolehkan
Untuk diketahui, memang dalam Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Perkapolri) diatur bahwasannya setiap saksi, tersangka, atau terperiksa diperbolehkan untuk didampingi pengacara sebelum pemeriksaan dimulai.
Selain itu juga, penyidik dilarang untuk melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, baik bersifat fisik atau psikis, dengan maksud untuk mendapatkan keterangan, informasi, atau pengakuan.
Kedua aturan tersebut termaktub di dalam Perkapolri Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia, tepatnya pada Pasal 27 Ayat (1) huruf a dan Pasal 27 Ayat (2) huruf h.
Pasal 27 Ayat (1) huruf a berbunyi, “memberikan kesempatan terhadap saksi, tersangka, atau terperiksa untuk menghubungi dan didampingi pengacara sebelum pemeriksaan dimulai”.
Pasal 27 Ayat (2) huruf h berbunyi, “melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan baik bersifat fisik atau psikis dengan maksud untuk mendapatkan keterangan, informasi, atau pengakuan”.
14 Massa Aksi Disebut Memenuhi Unsur Tidak Pidana
Diberitakan sebelumnya, Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Banten telah menetapkan 14 massa aksi sebagai tersangka usai terpenuhinya unsur dalam melakukan suatu tindak pidana.
Hal itu disampaikan Kepala Bidang (Kabid) Hubungan Masyarakat (Humas) Polda Banten, Kombes Pol Edy Sumardi, dalam konferensi pers (konpers) di Mapolda Banten, Kamis (8/10).
“Berdasarkan hasil penyelidikan, pemeriksaan dan alat bukti cukup, dan berdasarkan gelar perkara telah ditetapkan 14 tersangka yang telah memenuhi unsur dalam melakukan suatu tindak pidana,” katanya, dikutip dari Detik.
Penulis : Santi/BU
Editor : Rara/BU