Bidikutama.com – Sebelumnya, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta) telah memberlakukan pembatasan waktu kegiatan malam di lingkungan kampus. Hal ini pun ditanggapi oleh sejumlah pimpinan organisasi mahasiswa (Ormawa). (20/11)
Ketua Umum Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Hukum (FH), Muhammad Haykal Afdal Adzikri, menanggapi bahwa kebijakan yang ada justru membingungkan. Hal ini lantaran tidak adanya sosialisasi dari pihak rektorat kepada ormawa.
“Ini langkah pencegahan tapi tidak adanya obrolan atau sosialisasi terlebih dahulu. Di akhir tahun seperti ini, ormawa lagi gencar-gencarnya menyelesaikan proker (program kerja -red) dan tempat yang paling bisa dipakai untuk rapat atau kumpul ya kampus,” ujar Haykal.
Pendapat serupa pun dilontarkan oleh Ketua Umum BEM Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP), Adam Pratama. Menurutnya, kebijakan ini sedikit menghambat kegiatan organisasi yang ada di Untirta.
“Harus ada sosialisi yang matang yang dilakukan oleh pihak rektorat kepada seluruh elemen mahasiswa di Untirta, agar surat edaran ini tidak terkesan dibuat oleh satu pihak,” jelas Adam.
Tanggapan lain diungkapkan oleh Ketua umum BEM Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB), Sultan Ahmad Fahrezi. Menurutnya kebijakan pembatasan waktu di wilayah kampus harus dikaji lagi.
“Jadi cukup prihatin karena sarana prasarana yang seharusnya dapat digunakan dengan baik atau bebas menjadi terbatas karena adanya surat edaran tersebut,” ungkap Sultan.
Dirinya justru mempertanyakan esensi dan efek dari adanya kebijakan ini.
“Alasan kenapa pihak universitas membuat kebijakan tersebut? dan akan membuat efek atau tujuan apa yang dituju setelah melakukan kebijakan ini? Kalaupun memang tidak ada efek dari kebijakan yang ada, jadi untuk apa?,” tanyanya.
Ketua Umum BEM Fakultas Kedokteran (FK), Fariz Ath-Thaariq Shalih, menuturkan dengan dikeluarkannya surat edaran tersebut, akan menyebabkan pembatasan aktivitas bagi ormawa.
“Biasanya mahasiswa berdiskusi, melakukan aktifitasnya di kampus dan dengan dibatasinya kegiatan di kampus akan sangat berpengaruh ke produktifitas ormawa itu sendiri, akan kembali lagi ke rapat daring kalo misalnya dibatasi kegiatan di kampus,” tutur Fariz.
Ia berpendapat, banyak hal yang dapat dilakukan oleh kampus untuk mencegah kejadian pelecehan seksual.
“Seperti memberikan edukasi kepada seluruh mahasiswa ketimbang hanya menutup kampus lebih awal,” tukas Fariz.
Ketua Umum BEM Fakultas Teknik (FT), Yovi Maulana, turut menanggapi. Menurutnya, kebijakan ini bukan solusi terbaik dalam menciptakan kampus ramah perempuan. Hal ini justru menjadi pembatas atas kebebasan ekspresi dan berkreasi.
“Kekerasan seksual semoga tidak terjadi lagi, kampus ramah perempuan semoga cepat terealisasi. Cuma yang perlu digarisbawahi surat edaran ini tidak menjadi solusi utama karena bisa jadi malah menghambat dalam berekspresi dan berkreasi,” tutup Yovi.
Reporter : Amar/BU
Penulis : Hanum/BU
Editor : Hafidzha/BU