Bidikutama.com – Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta) yang dalam hal ini diwakili Suherna selaku Wakil Rektor (WR) III dan Hendra Leo Munggaran selaku Kepala Unit Pengembangan Bisnis dan Kewirausahaan (UPBK) memberikan klarifikasi terkait edaran Surat Keputusan (SK) Rektor tentang Tarif dan Layanan Fasilitas di Lingkungan Untirta. (30/1)
Leo, sapaan akrabnya, menyebut bahwa SK Rektor yang sudah tersebar sebetulnya masih berbentuk draft, alias belum final. “Itu masih draft karena SOP-nya lagi dirancang,” katanya saat ditemui Tim Bidik Utama di ruangan WR III, Kamis (30/1).
Selain itu, nantinya tarif yang akan diberlakukan hanya ditujukan bagi penyewaan pada hari libur dan Sabtu-Minggu. Sedangkan untuk Senin-Jumat tidak diberlakukan tarif penyewaan, kecuali untuk umum. “Senin sampai Jumat tidak berlaku tarif, itu hanya berlaku di hari libur dan hari Sabtu-Minggu,” tuturnya.
“Karena aktivitas akademik itu (hari Sabtu-Minggu) tidak ada, kemudian bagaimana memfasilitasi pegawai kebersihan, keamanan, dan lain-lain, itu kan harus dikasih uang lembur,” ujar Leo saat ditanya alasan pemberlakuan tarif penyewaan.
Leo juga mengaku bahwa SK Rektor sengaja disebar untuk melihat respon dan saran dari mahasiswa dan pihak-pihak lainnya. Kemudian apabila sudah diberlakukan, lanjut Leo, dana penyewaan akan masuk ke rekening Untirta, dan akan menjadi pendapatan negara.
“Isyarat Undang-Undang, bahwa Untirta BLU, maka jangan hanya cari dana di UKT, harus mencari income lagi dengan penyewaan barang negara,” tegasnya.
Di akhir wawancara, Leo juga mengatakan bahwa tidak menutup kemungkinan soal adanya perubahan objek sewa dan harga sewa.
Senada dengan di atas, Suherna juga menegaskan bahwa SK Rektor yang sudah beredar masih berbentuk draft. “Itu (SK Rektor) masih draft, jadi belum final,” katanya.
Dirinya juga menyinggung soal pemberlakuan tarif penyewaan, yang mana pada intinya sivitas akademika Untirta berhak menggunakan fasilitas pada hari Senin-Jumat dengan gratis. “(Pokoknya) Senin sampai Jumat itu free,” tutupnya.
Reporter: Thoby/BU
Penulis: Thoby/BU
Editor: Elni/BU
Memang mahasiswa berhak menggunakan fasilitas kampus untuk kegiatan yang berada di kampus. Fasilitas yang ada, mahasiswa berhak menggunakannya secara bijak. Tidak ada pungutan biaya alias gratis. Dan semoga mahasiswa juga bisa menyikapinya dengan bijak.
Nah kalo gini udah jelas.
Ini akibatnya kalo bikin SK yang ambigu.
Menimbulkan multitafsir dan kesalahpahaman.
Tidak dijelaskan di SK yang disebar bahwa civitas akademik tetap tidak dikenakan biaya jika digunakan pada hari perkuliahan.
Teknik Sipil ada praktikum yg hanya memungkinkan untuk dilaksanakan sabtu minggu, tidak adil jika SK rektor diberlakukan untuk seluruh jurusan di UNTIRTA karena bobotnya berbeda beda
Bagaimana jika mahasiswa mengadakan kegiatan dikampus dihari sabtu dan minggu seperti acaranya hmj dan ormawa apakah tetap bayar?
Terkait PTN-BLU
Kontradiksi
– PP No. 74 Th. 2012 Pasal 9 Ayat 1 menerangkan BLU dapat memungut bayaran kepada masyarakat atas barang atau jasa layanan yg diberikan.
Ini yg dimaksud enterprising the goverment atau mewirausahakan instansi pemerintah.
BLU juga terkesan menjadi bukti pemerintah yg setengah hati mengurusi instansi nya.
Dan dari aturan-aturan yang tersedia, penerapan komersialisasi kampus ini sangat rentan dan berpotensi untuk adanya penyelewengan kewenangan.
Semua ide dan imajinasi peningkatan pendapatan melalui PTN-BLU ini sesungguhnya bertentangan dengan :
– PP No. 23 Th 2005 yang menjelaskan BLU dalam kegiatan nya tidak mengutamakan mencari keuntungan
Sehingga “komersialisasi pendidikan” ini mengubah nilai kampus/PTN sebagai lembaga pemerintah yang menjadi lembaga dalam menjalankan jasa pendidikan terhadap masyarakat berubah menjadi perusahaan yang menjalankan bisnis penyedia jasa layanan pendidikan yang tentunya berdasar pada profit oriented.
Lalu soal transparansi keuangan, BLU yang diberikan kewenangan pengelolaan anggaran hampir mandiri ini harus berani transparan dan laporan keuangan dapat diakses oleh mahasiswa, alumni dan civitas nya.
Belum lagi berbagai penyelewangan kewenangan dan berakhir pada tindak pidana seperti kasus korupsi pengadaan laboratorium dan korupsi gedung COE yang melibatkan pihak ketiga.
Belum lagi dugaan penyelewengan pengelolaan dana dari IDB dan kurang optimal nya pelayanan yg disediakan oleh kampus.
Hal ini setidak nya memberikan bukti bahwa BLU dalam pelaksanaan nya masih ada pelanggaran-pelanggaran yang terjadi dan terbukti secara hukum. Sehingga potensi seperti ini masih memungkinkan terjadi.
Keinginan untuk mempercantik dan meningkatkan aset kampus serta memperbaiki kualitas pendidikan jangan sampai mengorbankan status kampus sebagai lembaga pendidikan untuk seluruh rakyat. Jangan sampai harga UKT terus naik sehingga kampus tak lagi terjangkau oleh rakyat menengah kebawah.
Mahasiswa harus merdeka dan kampus adalah sarana untuk merdeka.