Bidikutama.com – Perkembangan sistem pendidikan tinggi yang terus bergerak di Indonesia juga teraplikasikan di Banten, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta) sebagai Perguruan Tinggi (PT) yang adaptif untuk terus berkomitmen melakukan perubahan terhadap bidang pendidikan, perkembangan daerah hinggan pelayanan umum. Hal tersebut juga menjadi nawacita pembangunan Untirta di Provinsi Banten. Sebagai sebuah intansi pada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang saat ini Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemenbudristek), Untirta ditetapkan sebagai instansi pemerintah yang menerapkan Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (PK-BLU) dengan status penuh melalui Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor: 1/KMK.05/2012 tentang Penetapan Universitas Sultan Ageng Tirtayasa pada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sebagai Instansi Pemerintah Yang Menerapkan Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum.
Hal ini menjadi sebuah tren positif bagi Untirta sebagai instansi yang juga mendapatkan dukungan pendanaan dalam proses aktualisasi visi dan misi sebagai lembaga pendidikan tinggi. Namun, hal ini beriringan dengan tantangan Untirta sebagai instansi yang dapat menyediakan sarana dan prasarana serta pelayanan yang baik di lingkungan Untirta.
Menilik lebih jauh mengenai status untirta sebagai Perguruan Tinggi Negeri (PTN) BLU secara definitif diamanatkan pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum. Pada Pasal 1 disebutkan bahwa Untirta sebagai PTN BLU dapat memberikan pelayanan kepada masyarakat tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan seluruh kegiatannya menerapkan prinsip efisiensi dan produktivitas, serta pada pasal 2 disebutkan pola pengelolaan keuangan BLU menggunakan pola keuangan yang memberkan fleksibilitas dengan praktek bisnis yang sehat serta bertanggung jawab terhadap memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
Berkaca dari situasi dan kondisi untirta hari ini, sebagai PTN BLU yang masih kurang baik dalam implementasi amanat konstitusi, khususnya pada aspek kesejahteraan. Ruang lingkup kesejahteraan yang meliputi seluruh elemen yang ada dikampus (Civitas Academic) menjadi tolak ukur rendahnya proses implementasi tersebut. Di tingkat mahasiswa, dalam kurun waktu 3 tahun terakhir problematika seperti ketidaksanggupan membayar UKT, minimnya sarana dan prasarana penunjang kegiatan akademik maupun nonakademik, adanya kasus pungutan berupa pembelian buku, serta adanya pungutan biaya tugas akhir mahasiswa, serta mahasiswa yang dipersulit apabila hendak mengakses fasilitas berupa tempat untuk berkegiatan, serta alat-alat laboratorium yang kurang memadai, sehingga mahasiswa harus melakukan penelitian di luar kampus. Selain itu, kedaan lingkungan kampus yang masih tidak ramah disabilitas, serta belakangan ini ada kasus terjadi di salah satu PTN BLU yang diduga Rektor Untirta terlibat dalam praktik suap mahasiswa baru di salah satu kampus negeri lain.
Hal-hal tersebut menjadi tolak ukur bahwa Untirta memiliki segudang masalah dan belum mampu meresolusi konflik internal sebagai sebuah lembaga pendidikan tinggi dan hal ini tentunya yang masih menjadi bahasan umum bahwa komersialisasi pendidikan serta praktik suap di PTN BLU masih nyata terjadi.
Pada tahun 2022 Untirta melalui Rektor Prof. Fatah Sulaiman S.T., M.T menyampaikan komitmen siap untuk menanti status PTN BH (Badan Hukum), hal ini menjadi catatan apabila status untirta menjadi PTN BH maka Untirta memiliki kemandirian dalam mengelola ekonomi dalam menjalankan program kampus. Tentu hal ini sangat kontradiktif dengan realitas yang ada, dengan perumpamaan di kondisi Untirta sebagai PTN BLU masih banyak pekerjaan rumah yang belum terselesaikan, tingkat kesejahteraan (Civitas Academic) yang masih rendah baik itu ditingkat mahasiswa, tenaga pendidik, dan dosen. Berdasarkan PP No 8 Tahun 2020 tentang bentuk dan mekanisme pendanaan PTN BH pasal 4 ayat 1 bahwa bantuan PTN BH dialokasikan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) setiap tahun anggaran pada kementerian yang menjalankan tugas pemerintahan di bidang pendidikan tinggi dan pemerintahan di bidang agama, Maka sebenernya tafsir otonom pada PTN BH tidak lepas begitu saja diputuskan oleh pimpinan tertinggi kampus, namun tetap harus berkonsultasi dan secara akuntabel mempertanggungjawabkan laporan keuangan.
Secara garis besar kemajuan Pendidikan Tinggi di Provinsi banten tentu tidak lepas dari peran Untirta, maka usulan perubahan status Untirta menjadi PTN BH sudah seharusnya menjadi babak baru dari sekian banyaknya konflik maupun problematika untirta secara internal. Perlu adanya kajian secara mendalam oleh seluruh elemen khususnya mahasiswa yang harus memperhatikan bahwa status PTN BH bukanlah resolusi dari praktik komersialisasi pendidikan, melainkan dapat berimplikasi terhadap tingkat kesejahteraan mahasiswa yang minim dirasakan hingga saat ini.
Penulis : Hairul Afandi, Deputi Kajian Internal BEM KBM Untirta
Editor : Uswa/BU