Bidikutama.com – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI) akhirnya mengesahkan Rancangan Undang–Undang (RUU) Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) pada hari Selasa (12/4). Dengan begitu, para sivitas Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta) memberikan tanggapannya.
RUU TPKS sudah diusulkan sejak 2012 lalu, bahkan Komisi Nasional (Komnas) Perempuan terus mendesak untuk disahkannya RUU TPKS agar dapat dijadikan sebagai perlindungan dan ‘payung’ hukum bagi para korban kekerasan seksual.
Widya Kartika, Pemberdayaan perempuan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Hukum (FH), turut memberikan tanggapannya mengenai disahkannya RUU TPKS ini.
“Akhirnya kita punya ‘payung’ hukum yang melindungi korban kekerasan seksual dan juga ini sebagai ‘angin segar’ dan langkah baru untuk kedepannya, ‘menggerus’ ruang-ruang tidak aman bagi perempuan,” tanggap Widya kepada Tim Bidik Utama melalui Whatsapp.
Widya juga menjelaskan terkait dengan dua poin yang dihapus dalam pengesahan RUU TPKS, yang menurutnya kurang untuk tindakan yang lebih lanjut.
“Namun ada dua poin yang hilang dalam UU TPKS ini yakni, pemerkosaan dan pemaksaan aborsi.
Dihapusnya poin pemerkosaan dan pemaksaan aborsi menurut Ketua Panitia Kerja RUU TPKS, Willy Aditya, adalah agar tidak adanya aturan yang tumpang tindih, karena pemerkosaan sudah diatur dalam KUHP dan aborsi diatur dalam UU Kesehatan, padahal kenyataan di lapangan belum ada perlindungan aman layanan aborsi bagi para korban pemerkosaan,” jelas Widya.
Widya juga menambahkan bahwa UU TPKS ini akan sangat berdampak baik untuk korban.
“Dampak dari disahkannya UU TPKS bagi kasus-kasus kekerasan jika mengacu pada substansinya, tentunya akan berdampak baik karena di dalamnya terdapat penguatan hak-hak korban yang selama ini sering kali diabaikan seperti, penanganan, perlindungan, dan pemulihan bagi korban,” tambah Widya.
Ikhsan Ahmad, selaku Dosen Untirta, yang sekaligus menjadi pengamat politik, memberikan pendapatnya mengenai seberapa pentingnya UU TPKS ini.
“Pada suatu kebutuhan bagaimana keterlindungan, terutama perempuan, UU ini menjadi penting sekaligus menjadi harapan akan perubahan pada keadaan yang lebih baik dan terjaga bagi upaya pencegahan dan penindakan kekerasan seksual.
Kemampuan penegakan UU tidak bertumpu pada kehadiran UU tersebut, tetapi pada konsistensi penegakkannya, mentalitas aparatnya dan yang lebih penting adalah upaya menciptakan keadilan dari suatu UU,” tuturnya kepada Tim Bidik Utama saat diwawancarai melalui Whatsapp.
Ikhsan juga menjabarkan tanggapannya mengenai disahkannya UU TPKS yang masih menjadi pertanyaan, apakah benar – benar ditegakkan sesuai dengan hukum atau hanya sebagai formalitas belaka.
“Pada dasarnya, secara keseluruhan ada persoalan serius dalam penegakkan hukum di Indonesia, yakni kurangnya trust pada APH dan persepsi tajamnya hukum ke bawah dan tumpul ke atas.
Dalam konteks ini, implikasi penegakan UU kekerasan seksual juga menjadi kekhawatiran tersendiri, ditambah adanya persepsi para pakar bahwa UU ini bersifat parsial, berangkat dari aliran feminisme, dan sebagainya,” jelas Ikhsan.
Ikhsan berharap atas disahkannya UU TPKS ini lebih ditekankan pada aspek pencegahan.
“Harapan saya, tentu saja ingin melihat kebijakan suatu perundang-undangan lebih ditekankan pada aspek pencegahannya,” harap Ikhsan.
Reporter : Osep, Cindi/BU
Penulis : Alpie/BU
Editor : Putri/BU
Hidup perempuan yang melawan! 🔥