Bidikutama.com – Siang itu sang surya bersinar sangat terik, sehingga sinarnya bisa saja menembus ke dalam lapisan kulit manusia. Bisingnya suara kendaraan yang berlalu lalang, beradu dengan suara perkakas tukang yang sedang membangun sebuah taman di tangga depan pasar itu. Setiap tangga pasar tersebut, berjejer para pedagang yang menjajakan dagangannya tanpa peduli akan proses pembangunan taman yang sedang berlangsung. Mulai dari penjual sandal, jam tangan, rujak petis, hingga jasa sol sepatu. Bahkan tidak jarang para pengunjung pasar duduk di tangga tersebut untuk sekadar beristirahat atau berkunjung pada salah satu pedagang.
Di bawah lindungan payung yang sudah usang demi menghindari teriknya sang mentari, terlihat sosok pria paruh baya yang juga menempati tangga depan pasar tersebut sebagai tempat bekerjanya sehari-hari. Rahmat, perantau asal Garut yang berusia 52 tahun itu terlihat sangat lihai menjahit sepatu-sepatu para pelanggannya, memberi kesan pekerjaan tersebut mudah untuk dilakukan.
Kendati demikian, Rahmat menempatkan peralatan sol sepatunya di sisi tangga pasar agar tidak mengganggu aktivitas para pengunjung pasar yang berlalu lalang pada tangga itu. Walau berdampingan dengan proses pembangunan, Rahmat tidak peduli dengan asap dan juga debu yang berasal dari pembangunan taman walaupun berpotensi merusak kesehatannya.
Sudah sekitar 22 tahun lamanya sejak tahun 2000, Rahmat bekerja sebagai tukang sol sepatu yang setiap harinya menggunakan tangga pasar sebagai tempatnya meraih pundi-pundi rupiah. Bukan tanpa alasan baginya memilih tempat tersebut, karena tangga pasar sering dilalui oleh pengunjung sehingga akan memudahkan para pelanggan untuk mencari dan juga menggunakan jasa sol sepatu Rahmat. Dengan harga Rp15.000/pasang, para pelanggan sudah bisa memperbaiki sepatunya kepada Rahmat tanpa membedakan bahan dari sepatu atau tingkat kerusakannya. Untuk sepatu anak kecil, Rahmat akan memberikan harga yang lebih murah yaitu sebesar Rp10.000/pasang.
Dengan kondisi penglihatan yang mulai menurun, Rahmat tetap mengerjakan pekerjaannya sebaik mungkin agar tidak membuat pelanggannya kecewa. Di usianya yang sudah menginjak setengah abad itu, Rahmat dapat menyelesaikan sepasang sepatu dengan waktu sekitar 15-20 menit lamanya. Walaupun demikian, tetap saja ada pelanggan yang protes kepada dirinya terkait jaitannya yang kurang rapih atau pekerjaannya yang terlalu lama. Rahmat menerima kritikan itu dengan lapang dada.
Pelanggan akan bisa menemukan Rahmat pada pukul 07:30 WIB saat hangatnya sang mentari masih terasa sampai dengan pukul 16:30 WIB dimana sang surya yang perlahan tenggelam digantikan dengan gelapnya malam, Rahmat akan menutup pekerjaannya karena ia tidak bisa bekerja dalam kegelapan mengingat kondisi matanya yang sudah tidak normal seperti dahulu.
Dibalik raut wajahnya yang selalu ramah kepada para pelanggan, sebenarnya Rahmat sedang kebingungan memikirkan jika taman itu sudah selesai dibangun. Ia bingung harus berpindah kemana jika tangga tempatnya bekerja harus digusur dan digantikan oleh taman. Bukan perkara yang mudah untuknya dikenali oleh para pelanggan. Kenyataanya, Rahmat harus merintis kurang lebih satu tahun lamanya untuk mendapatkan pelanggan tetap, karena mengingat banyaknya pekerja sol yang sama seperti dirinya di area tersebut.
“Kalau tempatnya sih nggak kemana-mana diem disini aja, cuma nanti bingung kalo taman ini dibuat nanti dibongkar tempatnya (tangga). Dari tahun 2000 sudah disini, sekarang mau dibangun taman di area ini jadi mau ga mau harus pindah karena nanti enggak boleh juga kan takut ditangkep Satpol PP,” ujar Rahmat.
Proses pembangunan taman di Pasar Badak Pandeglang itu dimulai sejak dua bulan yang lalu. Saat itu memang hanya memperbaiki saluran air di pinggir jalan karena sering terjadi banjir apabila hujan deras melanda. Akan tetapi Rahmat mengatakan jika mulai minggu depan nanti kemungkinan semua tangga di area pasar itu akan diruntuhkan dan dibangun sebuah taman di sepanjang depan pasar Badak Pandeglang.
Sebenarnya Rahmat bisa saja berpindah tempat ke dalam pasar tersebut, akan tetapi ia mengatakan bahwa hal itu sama saja dengan merintis karir dari awal.
“Kalau begitu harus merintis lagi, orang-orang jadi enggak tahu kalau tukang sol di dalem. Kalau di pinggir jalan gini kan keliatan jadi gampang dicarinya, harus ngerintis dulu satu tahun baru pada tahu. Dulu juga pas disini (pinggir jalan) harus ngerintis dulu, baru orang-orang pada sol di sini,” ujar Rahmat sembari melanjutkan pekerjaannya.
Saat ini yang bisa Rahmat lakukan hanya melanjutkan pekerjaannya sembari menunggu waktu penggusuran tempatnya ia bekerja, sekaligus memutar kepala memikirkan tempat baru untuknya bekerja yang masih bisa dijangkau dengan mudah oleh para pelanggan nantinya.
Penulis : Tegar/BU
Editor : Uswa/BU