“Tuan, inilah ayam jago saya, apabila kalah kami sanggup takluk kepada tuan” janji Pucuk Umun kepada Pangeran Sabakingking.
“Saya pun demikian, apabila kalah dengan ayam jago mu, saya akan menghamba kepadamu” balas Pangeran Sabakingking.
Bidikutama.com – Matahari pagi mulai memanasi Gunung Karang yang hijau ketika kumpulan orang-orang mulai memadati lapangan. Untuk menghadapi berbagai kemungkinan, masing-masing pihak melengkapi diri dengan senjata masing-masing. Diantara sekumpulan orang tersebut dialah Pangeran Sabakingking yang lebih dikenal dengan Sultan Maulana Hasanudin.
Dari kejauhan telah tampak, selain ada golok di pinggangnya, Pucuk Umun juga memegang tombak. Sedangkan di pinggang Maulana Hasanuddin terselip sebilah keris pusaka warisan Wali Songo. Di tepi utara lapangan, Maulana Hasanuddin tampak mengenakan jubah putih dengan sorban di kepala. Sementara disisi selatan, Pucuk Umun berpakaian hitam-hitam, dengan rambut gondrong sampai leher, mengenakan ikat kepala.atahari pagi mulai memanasi Gunung Karang yang hijau ketika kumpulan orang-orang mulai memadati lapangan. Untuk menghadapi berbagai kemungkinan, masing-masing pihak melengkapi diri dengan senjata masing-masing. Diantara sekumpulan orang tersebut dialah Pangeran Sabakingking yang lebih dikenal dengan Sultan Maulana Hasanudin.
Mulanya, bertarunglah ayam jago Pucuk Umun dan ayam jago Maulana Hasanuddin, gemuruh senangpun datang dari Pucuk Umun dan Ajarnya. Serangan ayam jago Pucuk Umun seperti suara guntur, tepuk tangan dan rasa riang menyelimuti rombongan Pucuk Umun yang meyakini bahwa ayam jago mereka bakal memenangkan pertarungan. Adapun di pihak Pucuk Umun, telah hadir juga 800 ajar (sejenis pendeta) dan beberapa Punggawa (Panglima) Pajajaran yang semuanya tampak komat kamit membaca jampi-jampi.
Namun meski serangan bertubi-tubi dilancarkan oleh ayam jago Pucuk Umun kepada ayam jago Maulana Hasanuddin. Ayam jago Maulana Hasanuddin tidak surut dan terus berusaha mengalahkan ayam jago Pucuk Umun. Disatu waktu akhirnya ayam jago Maulana Hasanuddin mampu menghancurkan ayam jago Pucuk Umun menjadi debu. Melihat kekalahan ayam jago Pucuk Umun, gemuruh senang dan tepuk tanganpun berhenti menjadi sepi senyap.
Jauh sebelum pertarungan adu ayam berlangsung, Di Kerajaan Sunda Banten, datanglah seorang pemuda yang diketahui saat itu adalah Sabakingking, dimana saat itu ia dinilai sebagai pemuda gagah berani serta pandai dalam ilmu agama islam, yang pada saat kecil memang dibesarkan dalam asuhan Kerajaan Demak.
Ya, hampir 490 tahun silam, sewaktu ayah Maulana Hasanudin , Sunan Gunung Jati berucap “Hai anakku Hasanuddin, turunlah engkau dari Gunung Munara dan berjalanlah engkau ke arah barat ke Gunung Pulosari, yaitu negeri Azar,”
Negeri Azar adalah negerinya Pucuk Umun yang dinamai Ratu Azar Domas. Lalu pergilah ke Gunung Karang yaitu negerinya Azar. Setelah berbicara, ayahanda beliau kembali ke Cirebon. Kemudian mendapat petunjuk, akhirnya beliaupun turun gunung dan akhirnya berhenti di negeri Banten Girang yakni di sungai Dalung.
“ Proses islamnya Banten ya dimulai dari sini (Banten Girang) yang pada waktu dahulu terjadi pertarungan dan perjanjian antara Pucuk Umun, patih dari Kerajaan Sunda Banten dengan sultan pendatang yang ingin menyebarkan islam,” ujar Abdu Hasan, sejarawan pemandu wisatawan Banten Girang.
Dengan masing masing kepentingan diantara keduanya, maka terjadilah pertarungan ayam jago untuk memenangkan dan mempertahankan kepentingannya tadi. Di mana Pucuk Umun berkepentingan mempertahankan eksistensi ajaran Sunda Wiwitan (Hindu) di bawah naungan Negeri Padjajaran. Sedangkan Maulana Hasanuddin berkepentingan agar kegiatan dakwah Islam di Banten dapat berjalan tanpa hambatan yang berarti.
Namun jika diungkap lebih lanjut, tambah Abdu Hasan, orang pertama yang masuk islam di Banten Girang ini adalah Ki Ajar Jong (Mas Jong) dan Ki Ajar Ju (Agus Jo). Dimana tak lama setelah sesampainya Maulana Hasanuddin di Banten Girang dan duduk disisi sungai Dalung, keluarlah Mas Jong dan Agus Jo dari dalam Goa tempat pertapaan beliau berdua, lalu bersalaman dan mencium tangan Maulana Hasanuddin setelah bercerita akhirnya beliau berdua diajari membaca syahadat oleh Maulana Hasanuddin dan keduanya bertekad bulat memeluk Islam.
Melanjutkan kisah pertarungan ayam, setelah ayam jago Pucuk Umun kalah, Pucuk Umun tak serta merta tunduk dan menaati janjinya sebelum bertarung yakni bersyahadat dan masukk islam. Pucuk Umun lebih memilih pergi ke bagian lain dari Banten. Adapun pengikutnya yang loyal, memutuskan untuk memisahkan diri dari masyarakat Islam. Mereka menetap di Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Lebak sampai sekarang sebagai satu komunitas yang melanggengkan ajaran Sunda Wiwitan atau mungkin sekarang lebih dikenal dengan sebutan Suku Baduy.
Seperti yang dituliskan penulis asal Perancis, Claude Guillot bahwa pada hari itu juga,setelah kekalahan, 800 ajar Pucuk Umun menyatakan diri masuk Islam dengan mengucapkan dua kalimat syahadat di hadapan Sultan Maulana Hasanuddin. Dengan masuknya mereka ke dalam masyarakat muslim, maka semakin muluslah jalan bagi Sultan Maulana Hasanuddin untuk mewujudkan sebuah Negara Islam di Banten.
Maka setelah berhasil menaklukkan Banten Girang pada tahun 1525 M, dan mempersatukannya dengan Banten Pasisir, Sabakingking mendirikan kesultanan Islam di Banten yang pertama. Atas prakarsa Syarif Hidayatullah, pusat pemerintahan yang semula bertempat di Banten Girang dipindahkan ke Banten Pesisir.
Seiring dengan perannya dalam memperjuangkan agama islam, Sabakingking mendapatkan gelar Sultan dari Mekkah. Penobatan Sabakingking dengan gelar “Maulana Hasanuddin” sebagai pemimpin dan yang mengislamkan Banten, dilakukan pada tanggal 1 Muharram 933 H yang bertepatan dengan tanggal 8 Oktober 1526 M.
Sejarah panjang membawa pada kebudayaan islam Banten yang melekat hingga sekarang. Tak jarang banyak santri ataupun masyarakat pada umumnya menjadikan Banten sebagai destinasi wisata religi hingga saat ini. Kota sejuta perjuangan dari tokoh jihad pada masanya memaksa kita tertegun dengan apa yang sudah terjadi.
Dalam buku Banten: Sejarah dan Peradaban Abad X – XVII, Claude Guillot menegaskan jikalau Banten adalah negeri yang sangat kaya sumber sejarah dan memiliki kekhasan karena berada di antara dua tradisi utama nusantara, yaitu tradisi kerajaan jawa dan tradisi kerajaan jawa dan tradisi tempat perdagangan melayu.
Kerajaan ini tidak menulis sejarahnya sendiri, tetapi juga merangsang banyak tulisan dari pengunjung-pengunjung asing. Alhasil, rekontruksi atas masyarakat. kebudayaan dan mentalitas di negeri ini lebih baik daripada di negeri-negeri lain di nusantara.
Sisi unik Banten sebelum islam, saat saat sebelum pertarungan ayam dilakukan, dalam cerita (babad) Banten yang dituturkan turun temurun, untuk menghadapi pertandingan itu, Pucuk Umun mempersiapkan ayam jantan yang amat sakti; tulang-tulangnya dibuat dari baja, otot-otot dan dagingnya dibuat dari besi, sayapnya dibuat dari sutera, jenggernya dibuat dari emas dan perak, paruh dan jalunya dibuat dari baja dan api, sedang semangat dan nyawanya dibuat dari dan atas bantuan Jin (Setan). Sedangkan ayam Syarif Hidayatullah dan puteranya, Hasanuddin, hanya ayam biasa tetapi semangat dan nyawanya dibuat dari dan atas bantuan malaikat.
Cerita tersebut menggambarkan adanya dua simbol kesaktian yaitu yang bersumber dari kesaktian setan dan yang bersumber dari kesaktian malaikat. Ini yang menjadikan penyebab kuatnya Islam di Banten, dan menjadi pertimbangan bagaimana orang Banten memandang dan memfungsikan agama islam itu sendiri.
“ jaman semakin maju, setiap harinya berubah, abah (Abdu Hasan) pun semakin menua. Namun abah tidak lupa sedikpun sejarah bagaimana islam diperjuangkan pada masa lalu. Semoga dari sejarah kita bisa belajar untuk menghargai para pejuang,” ujar abah sambil meneguk kopi hitamnya. “ jangan tinggalkan norma agama islam, jadilah kita muslim yang taat,” tutup abah mengakhiri perjalanan wisata dan percakapan siang tadi.
Penulis : Alfiyanita/BU
Keren