Bidikutama.com – Selama bulan Ramadhan, kantin di kampus terlihat lengang. Tidak ada kegiatan jual-beli disana, semua toko tertutup tirainya masing-masing. (17/3)
Diva Octavianus, mahasiswa rantau asal Kutabumi, Tangerang, yang merupakan seorang Protestan tidak menjalankan ibadah Puasa di bulan Ramadan, tetapi ia tetap menjalani perkuliahan selayaknya teman-teman muslim lainnya.
Hari itu, Diva kedapatan untuk menjalani perkuliahan pada siang hari. Perutnya bergemuruh. Wajar, waktu sudah menunjukan jam makan siang. Lantas, Diva yang sudah terbiasa hidup berdampingan dengan keberagaman itu memutuskan untuk mencari makan siang di luar kampusnya.
Tetapi, tempat makan langganan Diva juga tutup. Peraturan Daerah Kota Serang No. 2 Tahun 2010 pasal 10 mengatur larangan bagi warung makan dilarang beroperasi pada siang hari di bulan puasa. Peraturan itu diperkuat dengan Surat Himbauan yang diteken tiga lembaga, Pemerintah Kota Serang, MUI, Kementerian Agama dengan Nomor: 400.8.1/424-Kesra.Setda/III/2024 yang salah satu poinnya tertulis warung makan hanya boleh beroperasi dari pukul 16.00-04.30 WIB.
Diva mengungkapkan, beberapa warung memang tetap ada yang melayani makan di tempat. Namun dengan kondisi warung yang tertutup dengan tirai. Meski sudah ditutup untuk menghormati lingkungan, mahasiswa ini kadang masih kerap merasa was-was jika kedapatan makan di tempat.
“Lebih ke gak enak dilihatin orang aja sih kalau beli makan, meskipun gua kristen tapi, kan, orang gak tahu. Jadi pas diliatin kayak ketahuan batal puasa,” ujar Diva.
Karena itu, Diva jadi lebih memilih untuk memasak di indekosnya. Meski lebih kompleks ketimbang membeli, ia merasa lebih nyaman dan sebagai bentuk saling menghormati.
Pria ini juga mengaku sangat menghargai nilai-nilai religi dan budaya tempat ia tinggal. Menurutnya, justru bulan Ramadan menciptakan momen tersendiri dibanding bulan-bulan lainnya. Termasuk untuknya.
Hal serupa juga dialami Michael Alberto, mahasiswa rantau asal Rajek, Kabupaten Tangerang. Michael, sebagai penganut Protestan juga, sempat kebingungan untuk memenuhi kebutuhan perutnya di tengah hari pada bulan puasa. Ia juga mengaku peraturan daerah itu berdampak pada operasional warung makan di sekitar indekosnya. Oleh karena itu, Michael lebih memilih memasak di kost. Hitung-hitung hemat biaya pengeluaran, pikir Michael.
Pria berdarah Sumatera Utara ini, berpendapat semestinya warung makan tetap diperbolehkan buka diluar jam ketentuan itu. Namun tetap dengan beberapa syarat guna menghormati warga yang berpuasa. Ia khawatir pendapatan para pedagang tersebut akan berdampak, mengingat jam operasional mereka yang diperketat.
“Karena bagaimanapun itu mata pencaharian mereka, dan masih banyak orang dari berbagai kalangan yang butuh makanan yang mereka jual,” ujar Michael.
Baik Diva maupun Michael kompak dalam menghormati keberagaman keyakinan maupun budaya di tempat mereka menetap. Dimana langit Bumi dipijak, disitu langit dijunjung. Namun kadang perihal urusan perut memang suka bikin bingung.
Penulis : Alif Bintang/BU
Editor : Ardhilah/BU