Bidikutama.com – Panitia Kerja (Panja) Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) menyetujui batas usia pencalonan Kepala Daerah kembali merujuk pada Putusan Mahkamah Agung (MA) dalam rapat yang digelar oleh Badan Legislasi (Baleg) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) hari ini (21/8). Dengan demikian, batas minimal usia untuk Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur adalah 30 tahun, sedangkan untuk Calon Wali Kota, Calon Bupati, Calon Wakil Wali Kota, dan Calon Wakil Bupati adalah 25 tahun, terhitung sejak pelantikan. Keputusan ini mengubah kembali Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 60/PUU-XXII/2024. Rabu (21/8).
Telah diketahui bahwa Putusan MA mengatur syarat usia calon kepala daerah ditentukan pada saat pelantikan calon terpilih. Sementara itu, Putusan MK Nomor 70/PUU-XXII/2024 menetapkan bahwa syarat usia calon kepala daerah dihitung pada saat penetapan pasangan calon dalam pemilihan kepala daerah atau Pilkada. Adapun Putusan MA Nomor 23/P/HUM/2024 pada 4 Juni 2024 lalu memerintahkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk mengubah Peraturan KPU (PKPU). Dalam putusan tersebut, MA menetapkan bahwa batas usia 30 tahun untuk calon gubernur dan 25 tahun untuk calon bupati atau wali kota berlaku pada saat pelantikan kepala daerah terpilih.
Mengacu pada Pasal 24C Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI Tahun 1945), Putusan MK bersifat final dan mengikat serta berlaku serta-merta bagi semua pihak, atau erga omnes. Jika terjadi penyimpangan dari putusan tersebut, maka hal itu dapat dianggap sebagai pembangkangan konstitusi. Jika pembangkangan ini dibiarkan berlanjut, Pilkada 2024 bisa dikatakan inkonstitusional dan tidak memiliki legitimasi untuk diselenggarakan.
Mahkamah Konstitusi (MK) adalah satu-satunya lembaga yang berwenang menafsirkan konstitusi dan menguji Undang-Undang terhadap UUD NRI Tahun 1945 dalam sistem hukum Indonesia. Oleh karena itu, pemerintah, DPR, dan semua elemen bangsa harus menghormati dan tunduk pada Putusan MK tanpa terkecuali.
Putusan MK tidak dapat disandingkan atau dibenturkan dengan Putusan Mahkamah Agung (MA). Putusan MK adalah hasil pengujian konstitusionalitas norma Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar. Oleh karena itu, Putusan MK harus dijadikan pedoman oleh semua pihak, termasuk DPR, pemerintah, dan MA. Ketika MK telah memberikan tafsir, maka itulah ketentuan yang harus diikuti oleh semua pihak. #KawalPutusanMK #TolakPilkadaAkal2an
Penulis : Annisa Marsya/Mahasiswi Fakultas Hukum Untirta
Editor : Anggi/BU