Bidikutama.com – Program Magang dan Studi Independen Bersertifikat (MSIB) akhir-akhir ini berada dalam situasi yang penuh kontroversi. Hal tersebut dipicu dari hasil audit keuangan program ini dan dampak pemberian makan gratis, MSIB terancam dihapuskan. Meskipun akhirnya hanya dilakukan penyesuaian, situasi ini memunculkan masalah yang lebih mendalam. Yakni mempertanyakan kelayakan program hingga industri yang mengabaikan kontribusi mahasiswa. Kamis (8/8)
Dilansir dari pusatinformasi.mitrakm.kemdikbud.go.id, program MSIB merupakan program yang diperuntukkan bagi mahasiswa untuk mempersiapkan karier yang komprehensif dan memberikan kesempatan untuk belajar di luar program studi dengan jaminan konversi Satuan Kredit Semester (SKS).
Awal pemberitaan bahwa program MSIB mengalami kemunduran menuai kontroversi. Spekulasi dan rumor pun bermunculan. Terutama rumor mengenai bahwa program MSIB dihentikan karena buntut dari hasil audit keuangan terhadap program ini. Sejalan pula dengan wacana makan gratis yang akan direalisasikan.
Namun dilansir dari cnnindonesia.com, dalam keterangannya Abdul haris, mengatakan bahwa MSIB hanya perlu penyesuaian yaitu dengan pemunduran jadwal. Bantahan atas rumor tersebut tak kunjung menjadikan situasi membaik. Kemunduran jadwal MSIB ini lantas memunculkan tantangan yang lebih mendalam serta menuai spekulasi dari berbagai pihak.
Salah satu tantangan tersebut adalah eratnya ketergantungan program ini pada industri yang akan menerima mahasiswa. Hal ini menjadi pemicu pada kondisi dimana banyaknya mahasiswa yang tidak mendapatkan kesempatan magang. Memerlukan perhatian serius, terjadinya kondisi tersebut menjelaskan bahwa keberhasilan program MSIB sangat bergantung pada itu. Industri harus menyediakan tempat magang yang berkualitas sesuai dengan bidang studi mahasiswa.
Dengan kata lain peran industri menjadi faktor penentu. Sejalan dengan itu, industri yang ditemui sering kali tidak memiliki kapasitas untuk menyediakan posisi yang relevan dengan bidang studi. Sehingga industri tidak memberikan pengalaman yang berarti bagi mahasiswa. Yang mana kondisi itu jauh dari garis besar tujuan magang, yakni memberikan portofolio kepada mahasiswa.
Permasalahan lanjutan yang perlu digaris bawahi untuk kemudian disoroti yaitu mengenai industri yang seolah-olah tutup mata terhadap kontribusi mahasiswa. Mereka memandang mahasiswa tidak memiliki cukup kemampuan untuk berkontribusi kepada perusahaan mereka. Selain itu, program ini dianggap semata-mata sebagai kewajiban administratif. Sehingga cara mengalokasikan peran/sumber daya untuk mahasiswa pun tidak sesuai.
Pada beberapa kasus, mahasiswa malah terjebak dalam tugas-tugas yang tidak relevan. Seperti fotokopi atau hanya membuat kopi. Tanpa mendapatkan pengalaman yang berarti atau portofolio yang berguna. Sehingga, pada akhirnya kondisi tersebut menimbulkan spekulasi mengenai kelayakan program MSIB itu sendiri.
Apabila industri hanya melihat mahasiswa sebagai tenaga kerja murah yang tidak memberikan kontribusi yang berarti, maka tujuan dari program ini tentu tidak akan terlaksana. Sebaliknya, industri harusnya menyadari bahwa mahasiswa adalah individu yang berpotensi dapat memberikan kontribusi nyata. Mengingat mahasiswa yang mengikuti MSIB ini telah memperoleh pengetahuan teori dan keterampilan pada bidang studinya.
Sangat memungkinkan mahasiswa membawa perspektif baru dan inovasi ke dalam proyek industri. Dengan pendekatan dan solusi-solusi kreatif mereka yang mungkin tak terpikirkan oleh tenaga kerja yang sudah berpengalaman. Melihat potensi tersebut, industri seharusnya dapat memberikan tanggung jawab dan portofolio yang berarti kepada mahasiswa.
Melihat dari berbagai aspek, penyesuaian yang dilakukan terhadap program MSIB ini tidak hanya dipengaruhi oleh hasil audit keuangan. Tetapi, dipengaruhi juga oleh faktor komunikasi antara universitas dan pihak ketiga yakni industri. Ketidakjelasan dalam komunikasi ini sering mengakibatkan ketidaksesuaian antara tujuan program dan kenyataan yang terjadi di lapangan.
Sehingga, diperlukan adanya upaya serius untuk memperbaiki komunikasi antara semua pihak yang terlibat. Terutama dalam penentuan tanggung jawab dan posisi yang jelas bagi mahasiswa selama magang. Pihak universitas perlu lebih aktif dalam mengarahkan dan memfasilitasi hubungan antara mahasiswa dan industri. Namun, di sisi lain industri pun harus memberikan kesempatan yang berharga bagi mahasiswa.
Jadi, bukan hanya sekadar pencarian perusahaan atau magang semata, program ini juga dapat menjadi jembatan antara dunia akademis dan industri. Dengan memperbaiki komunikasi dan meningkatkan kualitas pengalaman magang, maka program MSIB akan menjadi inisiatif yang tidak hanya layak dipertahankan. Tetapi juga dapat menjadinya kebermanfaatannya bagi mahasiswa dan dunia industri.
Penulis : Usniati Fadillah/Mahasiswi Untirta
Editor : Adzika/BU