Bidikutama.com – Mungkin kita akan intermezzo dahulu dengan film atau novel matrix yang terkenal di akhir tahun 90-an. Film atau novelnya menjelaskan bahwa kehidupan manusia sudah diambang batas yang tidak bisa terelakkan karena terciptanya sebuah mesin yang ingin menguasai dunia. Manusia pada cerita tersebut dibenturkan dengan ciptaannya sendiri. Mesin terbilang berhasil untuk mencapai tujuan awalnya, di mana alat mekanik ini diciptakan untuk membantu aktivitas manusia. Namun dewasa ini, mesin membuat kesadaran palsu bagi manusia itu sendiri.
Mesin pada dasarnya hidup dengan bahan bakar yang di fermentasi dari fosil. Fosil merupakan sisa tulang-belulang yang tertanam lama di dalam tanah yang pada akhir bisa di jadikan bahan bakar. Di mana pada akhirnya bisa menumbalkan manusia untuk jadi bahan bakarnya, karena manusia bisa dikatakan sebagai makhluk hidup yang bertulang.
Dan dalam cerita itu mesin mencoba membuat sesuatu yang membuat manusia hidup hingga dewasa dengan memberikan kesadaran palsu yang dinamakan dengan Matrix. Dengan demikian, kesadaran palsu yang dinamakan matrix sudah bisa dirasakan pada kehidupan kita sekarang. Hidup manusia banyak ketergantungan oleh banyak ciptaan mesin yang memerlukan bahan bakar dan memaksa manusia sendiri untuk mengeruk bagian bumi sehingga terpenuhinya ketergantungan terhadap mesin.
Tanpa mengikuti film atau novel matrix, pada kenyataannya kehidupan manusia memang telah menuju ke arah sana. Saat ini, banyak kita melihat manusia-manusia tidak bisa membedakan antara kebutuhan (needs) dan hasrat (desire). Dengan demikian, pembenahan kehidupan sangat diperlukan untuk kebaikan kehidupan di masa yang akan datang.
Oleh karena itu, kesadaran palsu pada era modern seperti sekarang ini sudah menciptakan manusia seperti mesin. Manusia-manusia seperti mesin atau manusia yang mempermesinkan manusia inilah yang melunturkan kadar manusia sebagai mahluk beradab.
Kesadaran palsu yang telah menyebar ini yang merubah nilai guna dari suatu barang berubah menjadi nilai tanda seperti yang dikatakan Jean Baudrillad dalam fokus kajian cultural studies. Sebagai contoh, seseorang membeli alat bantu telekomunikasi seperti handphone tidak didasarkan atas kegunaannya untuk berkomunikasi namun lebih pada tanda yang berharap ada opini-opini positif di lingkungannyamengenai handphonetersebut. Terlihat bahwa dalam kasus ini nilai guna sudah tidak terlalu dipedulikan lagi. Cara pandang seperti ini terhadap mesin atau alat akan menimbulkan pemborosan apabila mesin atau alat itu memerlukan bahan bakar yang tidak dapat di daur ulang.
Mungkin kerusakan terhadap perabadan, bila didasari dengan budaya yang berlandasankan kemanusiaan akan sedikit minim. “Cogito Ergo Sum” ~ berfikirlah maka engkau ada~ Kata-kata Rene Descartes ini pun akan hidup kembali dan menjadi semangat dalam menjalani kehidupan sebagai manusia.Sehingga tidak ada lagi manusia-manusia yang ada di dunia Matrix.
Penulis : Robi Muhamad Rajab/Kontributor
Editor : Alfiyanita/BU