Bidikutama.com – Media memiliki kekuatan untuk menaikan tingkat minat beli di dalam masyarakat, sehingga penetrasi media baru tidak dapat dihindarkan. Namun jika kita tilik balik dengan seksama, tidak selalu barang yang diniagakan dalam media. Kamis (5/9)
Jauh sebelum media sosial menjadi kebutuhan dasar generasi milenial hingga generasi alpha, media audio visual (televisi) berada di puncak kepercayaan masyarakat paling tinggi, mungkin diatas percaya kepada Tuhan. Oleh karena itu, tidak sedikit perusahaan yang menayangkan iklan produknya di televisi untuk menarik perhatian masyarakat. Namun, iklan tidak akan pernah terlepas dari sebuah konstruksi, termasuk di dalamnya konstruksi perempuan dalam iklan.
Sebagai salah satu contoh adalah iklan pelembut pakaian, di mana hanya ada satu pemeran wanita dengan berbagai adegan close up selama iklan berlangsung. Kata kunci seperti kelembutan, keharuman selalu dipadukan dengan visual bagian dari tubuh wanita. Jika bisa dipertanyakan, apa hubungannya? Padahal barang yang hendak diniagakan adalah pelembut pakaian, bukan kelembutan kulit wanita pemeran iklan. Lantas mengapa?
Mengapa kemudian tidak hanya satu barang komoditi yang diperankan oleh wanita? Jika kita memberikan perhatian sedikit lebih banyak, rokok merupakan barang identik dengan kebutuhan pria, bukan wanita, walaupun tidak dapat dipungkiri wanita juga mengkonsumsi rokok sebagai kebutuhan. Namun bukan itu poin utamanya, melainkan mengapa komoditi barang yang target pasarnya cenderung kepada pria, kemudian menggunakan pemeran wanita dengan visual dan slogan yang erotis?
Dua pertanyaan diatas dapat diketahui jawabannya hanya jika kita menggunakan kacamata kritisme, dalam filsafat disebut demikian. Hal yang perlu diyakini dalam perihal ini adalah iklan merupakan suatu hal yang bersifat konstruktif, namun lagi dan lagi yang dipertanyakan mengapa banyak sekali keterlibatan wanita dan tubuhnya di dalam iklan? Yang bahkan sama sekali tidak memiliki keterkaitan antar barang yang ingin diniagakan dengan pemerannya. Bahkan, tidak sedikit barang yang mendapatkan positioning di masyarakat karena penempatan perempuan dalam pemasarannya.
Dari sedikitnya contoh yang ada, membuktikan bahwa pelembut pakaian dan rokok memiliki daya minat beli yang tinggi hingga saat ini. Apakah kedua contoh barang ini memang diperlukan oleh masyarakat? Ataukah masyarakat tetap membeli kedua barang ini karena erotisme yang ditonjolkan?
Di dunia ini memang tidak ada hal yang pasti, akan selalu ada bantahan yang melahirkan jawaban baru. Namun, dari sedikit banyaknya kasus iklan di dalam media yang memerankan wanita, tentu hal ini melahirkan suatu keyakinan bahwa wanita merupakan komoditas utama yang memiliki daya jual tinggi dalam media.
Penulis : Ipah Alya F/Mahasiswi Ilmu Komunikasi Untirta
Editor : Ardhilah/BU