Bidikutama.com – Orientasi Studi dan Pengenalan Kampus (Ospek) atau sekarang dikenal dengan sebutan PKKMB seringkali dianggap sebagai pintu gerbang penting menuju kehidupan kampus bagi mahasiswa baru. Namun, dibalik label “perkenalan kampus,” sering kali biasanya tersembunyi fenomena gelap salah satunya perpeloncoan yang menjadi tempat senior kampus balas dendam, lantas apakah ospek benar-benar bertujuan untuk memperkenalkan kampus bagi mahasiswa baru atau hanya sekedar ajang atau panggung untuk para senior yang ingin mencari validasi kepada mahasiswa baru? Senin (12/8)
Data dari Komnas HAM menunjukkan peningkatan signifikan dalam laporan kekerasan dan perpeloncoan selama periode Ospek 2023 di kampus-kampus Indonesia yaitu sekitar 15% dari 500 mahasiswa yang disurvei melaporkan mengalami bentuk perpeloncoan seperti hukuman fisik dan ejekan publik. Temuan ini mencerminkan masalah serius dalam pelaksanaan Ospek yang tidak hanya berpotensi menyebabkan trauma psikologis bagi mahasiswa baru, tetapi juga memerlukan perhatian dan reformasi sistematis untuk memastikan pengalaman yang lebih aman dan mendukung bagi mahasiswa.
Penelitian Universitas Gadjah Mada menambah urgensi masalah ini menunjukkan bahwa 20% mahasiswa baru mengalami gejala stres pasca-trauma, sehingga diperlukan tindakan preventif dan kebijakan yang lebih tegas untuk mencegah kekerasan dalam lingkungan kampus.
Namun, ada juga suara yang menyatakan bahwa Ospek dapat menjadi pengalaman positif jika dilakukan dengan benar. Beberapa program Ospek telah berhasil memberikan manfaat nyata mengenalkan mahasiswa pada struktur kampus, jaringan sosial, dan sumber daya yang penting. Meskipun di setiap program yang berhasil, ada banyak yang masih terjebak pada tradisi dan praktik negatif. Reformasi mendesak diperlukan untuk menghapuskan praktik yang merugikan dan menggantinya dengan pendekatan yang lebih sehat dan mendukung.
Mereka yang membela praktik keras dalam Ospek berargumen bahwa pengalaman semacam itu membangun ketahanan dan karakter. Namun, pandangan ini semakin kehilangan relevansi di era kesadaran kesehatan mental yang lebih tinggi. Data dari Asosiasi Psikologi Indonesia menunjukkan bahwa 30% mahasiswa baru yang mengalami perpeloncoan mengalami dampak negatif pada kesehatan mental mereka.
Ospek, yang sering dianggap sebagai proses perkenalan kampus yang positif, sebenarnya hanyalah alat legalisasi dari praktik perpeloncoan yang penuh kekerasan dan trauma psikologis. Meskipun ada klaim bahwa Ospek dapat membangun ketahanan dan karakter, data menunjukkan bahwa efek negatif pada kesehatan mental mahasiswa baru jauh lebih dominan.
Oleh karena itu, Ospek perlu direformasi secara radikal untuk menghapuskan tradisi kekerasan yang tersembunyi di baliknya. Tidak ada alasan yang dapat membenarkan perpeloncoan di kampus dan semua upaya harus difokuskan pada menciptakan lingkungan akademis yang mendukung dan bebas dari trauma.
Penulis : Putri Nur Fadillah/Mahasiswi Untirta
Editor : Ardhilah/BU