Bidikutama.com – Negara seharusnya tidak menjalankan praktik bisnis dengan rakyatnya. Namun, hal ini sering terlupakan oleh mereka yang berada dalam lingkup kekuasaan. Menjelang akhir tahun, kita diberikan “kado indah” berupa kebijakan yang justru lebih menguntungkan para penguasa dan oligarki, bukan rakyat kelas bawah dan menengah yaitu kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% dengan dalih menyelamatkan negeri dari ancaman inflasi. Sabtu (28/12)
Kenaikan 1% mungkin terlihat kecil dalam angka, tetapi dampaknya besar bagi daya beli masyarakat. Peningkatan harga jual akibat kenaikan PPN akan membuat banyak rakyat kesulitan memenuhi kebutuhan pokok.
Kebijakan ini semakin memperburuk kesenjangan ekonomi, terutama bagi kelas bawah yang sudah berjuang keras menghadapi tingginya biaya hidup. Kebijakan ini berakar pada UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Pajak. Pasal 7 ayat 1 mengatur kenaikan PPN, dari 10% menjadi 11% sejak 1 April 2022, dan akan naik lagi menjadi 12% paling lambat 1 Januari 2025.
Pemberlakuan undang-undang ini memperlihatkan ketidakpekaan pemerintah terhadap situasi rakyat yang tengah menghadapi ketidakpastian ekonomi dan sosial. Masyarakat kelas bawah dan menengah menjadi pihak yang paling terdampak oleh kebijakan ini.
Ketidakpastian dalam memperoleh pekerjaan, akses pendidikan, kesehatan, dan kebutuhan hidup lainnya semakin menekan kelompok masyarakat ini. Dalam kondisi ekonomi yang sulit, kebijakan seperti ini hanya menambah beban hidup mereka.
Pemerintah beralasan bahwa kenaikan pajak diperlukan untuk meningkatkan kemandirian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) serta mendukung program sosial seperti makan siang gratis. Namun, masyarakat menganggap dalih ini tidak realistis dan terus mempertanyakan transparansi serta efektivitas penggunaan dana pajak tersebut.
Penolakan terhadap kebijakan ini muncul tidak hanya dari mahasiswa, tetapi juga dari berbagai elemen masyarakat. Mereka khawatir akan dampaknya, seperti kenaikan harga pangan serta tingginya biaya pendidikan dan kesehatan, yang seharusnya menjadi hak dasar yang dijamin oleh negara.
Sejatinya, kesejahteraan rakyat adalah tanggung jawab negara. Namun, kebijakan seperti kenaikan PPN ini justru menunjukkan ketidakhadiran negara dalam melindungi rakyatnya.
Rakyat semakin mempertanyakan komitmen pemerintah terhadap kesejahteraan mereka di tengah himpitan ekonomi yang kian berat. Jika kebijakan ini tetap diberlakukan, kita perlu mempertanyakan peran negara dalam menjamin kesejahteraan rakyat.
Negara mana yang sebenarnya disejahterakan oleh kebijakan ini? Apakah pemerintah benar-benar berpihak pada rakyat, atau hanya pada kepentingan segelintir elite yang terus memperkaya diri?
Penulis : Muhamad Ferdansyah Putra/Presma Untirta Terpilih
Editor : Renal/BU