Bidikutama.com – Ketika berbicara mengenai masa depan pendidikan tinggi, maka tidak terlepas juga dengan kebijakan fundamental yang dikeluarkan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) yaitu program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) dalam kurun waktu lima tahun terakhir. Di ujung berakhirnya pemerintahan Jokowi, tidaklah berlebihan kalau kita meninjau dan mengevaluasi perjalanan program MBKM tersebut dan bagaimana nasibnya ke depan. Minggu (19/5)
Sebagai lembaga pendidikan tertinggi yang mencetak para sarjana, perguruan tinggi tidak saja menghasilkan para pemikir melainkan juga sangat diperlukan menjadi tenaga-tenaga yang terampil dan profesional untuk menjadi seorang entrepreneur serta mampu terserap di pasaran kerja. Sangatlah ironis apabila para sarjana yang kita hasilkan hanya akan menambah daftar pengangguran terdidik (educated unemployed) di tengah-tengah para pengangguran tidak terdidik (uneducated unemployed) yang masih sangat banyak saat ini.
Salah satu indikator keberhasilan pendidikan tinggi kita adalah seberapa besar lulusan dapat terserap di dunia kerja serta seberapa besar yang mampu menjadi entrepreneur. Guna lebih mendekatkan diri bagi mahasiswa sebelum lulus, maka dalam program MBKM terdapat berbagai program yang langsung melibatkan mahasiswa dalam dunia kerja, misalnya melalui program Magang dan Studi Independen Bersertifikat (MSIB). Evaluasi dari program MBKM terdapat beberapa hal yang sifatnya positif, tetapi di sisi lain terdapat problematika serius yang perlu mendapatkan perhatian untuk diperbaiki.
Setidaknya ada 4 (empat) hal yang sangat positif yang diperoleh mahasiswa dengan mengikuti MBKM antara lain:
Pertama, menumbuhkan spirit entrepreneur bagi mahasiswa. Salah satu kegiatan yang ada dalam program MBKM adalah program wirausaha merdeka. Program ini tentunya memberikan bekal dan pengalaman yang luar biasa bagi mahasiswa. Sehingga mahasiswa memiliki bekal yang cukup untuk menjadi seorang entrepreneur setelah lulus menjadi sarjana.
Kedua, Mahasiswa memiliki pengalaman belajar bekerja melalui program MSIB. Program ini tentunya sangat bermanfaat bagi mahasiswa agar mereka dapat terlibat langsung dalam dunia kerja yang sebenarnya. Eksistensi mereka dalam kegiatan magang tidak ubahnya seperti karyawan yang dipekerjakan di lembaga tersebut.
Ketiga, Mahasiswa memiliki pengalaman belajar di luar program studinya. Adanya program PMM (Pertukaran Mahasiswa Merdeka) untuk dalam negeri serta Indonesian International Student Mobility Awards (IISMA) untuk pengiriman belajar di universitas di luar negeri, tentunya memberikan pengalaman karena mahasiswa bisa belajar di beberapa perguruan tinggi baik di perguruan tinggi di dalam negeri atau perguruan tinggi di luar negeri. Khusus bagi mahasiswa yang mengikuti kegiatan IISMA ke luar negeri, ia akan menikmati langsung bagaimana kultur akademik dan praktek belajar mengajar yang di universitas di luar negeri tempat ia ditugaskan. Hal ini merupakan nilai plus bagi mahasiswa yang juga akan menjadi bekal ketika ia lulus nantinya.
Keempat, Peningkatan kemampuan mahasiswa dalam hilirisasi research. Kegiatan penelitian yang ada dalam program MBKM merupakan kegiatan yang bertujuan agar mahasiswa mampu bersifat inovatif dan kreatif di dalam mengembangkan kemampuan untuk meneliti. Proyek-proyek penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa diharapkan mampu dijadikan sebagai prototipe (model permulaan) yang bisa menghasilkan output yang sangat positif, baik terkait dengan inovasi produk, pembaharuan kebijakan, pemberdayaan masyarakat, serta manfaat lainnya dari hasil penelitiannya tersebut.
Problematika MBKM
Program MBKM dalam prakteknya ternyata tidak nihil dari masalah baik yang menimpa Perguruan Tinggi Negeri (PTN) besar, menengah, maupun kecil. Belum lagi hal problematika ini juga dirasakan oleh para Perguruan Tinggi Swasta (PTS) dalam mengimplementasikan MBKM ini. Salah satu kegiatan MBKM yang dianggap memiliki poin yang besar serta mampu mengangkat perguruan tinggi adalah akses kerja sama dengan perusahaan, industri atau instansi yang bonafit yang tergolong seratus top dunia maupun nasional.
Program ini sepertinya hanya dimiliki oleh beberapa perguruan tinggi yang besar dan sudah mapan. Perusahaan-perusahaan kelas dunia masih lebih melirik perguruan tinggi – perguruan tinggi besar yang masuk dalam top twenty. Di luar kelompok perguruan tinggi tersebut perlu usaha ekstra keras untuk dapat melakukan kerja sama dengan industri atau perusahaan terbaik dunia. Bagi perguruan tinggi yang berada di bawah naungan perusahaan atau industri besar, maka program MBKM ini sangat menguntungkan karena mereka memiliki akses yang sangat besar untuk menempatkan para mahasiswanya untuk melakukan magang di beberapa perusahaan atau industri yang selama ini memback-up perguruan tingginya tersebut, sehingga perguruan tinggi tersebut memiliki keunggulan terkait akses kepada perusahaan yang bonafit.
Pada akhirnya perlu ada perenungan yang sangat serius dan mendalam di tahun terakhir kepemimpinan Mas Menteri Nadiem di Kemendikbudristek, apakah memang program MBKM ini masih diperlukan atau tidak. Wallahua’lam bis showaab.
Penulis : Agus Sjafari/Dosen FISIP Untirta, Analis Masalah Sosial & Pemerintahan
Editor : Ardhilah/BU