Bidikutama.com – Pada April 2024, kasus korupsi timah senilai Rp 271 triliun sempat viral, dengan 16 tersangka terlibat, termasuk Harvey Moeis, suami artis Sandra Dewi. Meski terbukti merugikan negara hingga Rp 300 triliun, Harvey Moeis hanya dijatuhi hukuman 6,5 tahun penjara oleh hakim. Selasa (31/12)
Kasus yang menjadikan Harvey Moeis sebagai tersangka adalah korupsi tata niaga komoditas timah pada wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah Tbk periode 2015-2022.
Akibat perbuatan yang merugikan negara, para tersangka dalam perkara pokok dijerat Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, serta Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Dalam proses pengadilan, terjadi perbedaan pandangan antara jaksa dan hakim terkait hukuman yang pantas bagi Harvey Moeis; jaksa menuntut 12 tahun penjara, tetapi hakim menilai tuntutan tersebut terlalu berat dan memutuskan vonis lebih ringan, yaitu 6,5 tahun, dengan alasan peran Harvey Moeis dianggap tidak signifikan dalam kasus tersebut.
Menurut laporan yang dikutip dari detik.com, hakim memerinci kerugian negara sebesar Rp 300 triliun dengan rincian hitung-hitungan terkait kasus tata niaga timah ini. Berikut adalah penjelasan lebih lanjut mengenai komponen kerugian negara yang terungkap di persidangan:
- Kerugian negara atas kerja sama penyewaan alat processing pelogaman timah yang tidak sesuai dengan ketentuan Rp 2.284.950.217.912,14 (Rp 2,2 triliun)
- Kerugian Negara atas pembayaran bijih timah dari tambang timah ilegal Rp 26.648.625.701.519 (Rp 26,6 triliun)
- Kerugian negara atas kerusakan lingkungan akibat tambang timah ilegal Rp 271.069.688.018.700 (Rp 271 triliun).
Hakim menerima alasan Harvey Moeis yang mengaku hanya membantu temannya karena terdakwa memiliki pengalaman mengelola usaha tambang batu bara di Kalimantan.
Hakim juga menjatuhkan denda sebesar Rp 1 miliar kepada Harvey Moeis, yang jika tidak dibayar akan diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan. Selain itu, Harvey dihukum membayar uang pengganti sebesar Rp 210 miliar, dengan ketentuan bahwa jika tidak dibayar, harta bendanya akan dirampas dan dilelang untuk mengganti kerugian, atau jika hasil lelang tidak mencukupi, hukuman kurungan selama 2 tahun akan diterapkan.
Atas vonis tersebut, jaksa mengajukan banding karena hukuman tersebut terlalu ringan dan tidak setimpal dengan perbuatan yang telah dibuat oleh terdakwa, karena terdakwa telah terbukti bersalah merugikan negara sebesar Rp 300 triliun.
Namun tetap saja kerugian negara sebesar Rp 300 triliun tidak bisa dipungkiri bahwa itu adalah nominal yang cukup besar, kerugian negara sebesar itu bisa lebih bermanfaat untuk membangun negeri ini terutama masyarakat kecil yang ada di Indonesia.
Peran hakim dalam kasus ini hanya memperhatikan peran mereka, peran pelaku dalam kasus korupsi ini tetapi tidak memperhatikan dan mempertimbangkan dampak yang terjadi pada negara terutama terhadap masyarakat Bangka Belitung yang di mana mereka pihak yang dirugikan juga karena adanya kerusakan lingkungan di wilayah mereka akibat dari pengambilan bijih timah yang dilakukan secara ilegal.
Pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar mengkritik keras keputusan hakim.
“Alasan hakimnya tidak jelas, sopan dan berkeluarga itu bukan alasan yang dapat meringankan (vonis), ngaco ini,” ujar Fickar kepada detikcom, Sabtu (28/12/2024).
Sependapat dengan pernyataan Pakar Hukum Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, karena seharusnya dalam kasus ini hakim menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum serta rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat, seperti yang tercantum dalam Pasal 5 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.
Seperti kasus-kasus korupsi yang banyak terjadi di Indonesia ini, dalam penegakan hukumnya belum setimpal dengan perbuatan pelaku tindak pidana korupsi tersebut. Pada nyatanya tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh para pihak yang tidak bertanggung jawab ini sangat menyengsarakan rakyat dan sudah sepatutnya koruptor “dimiskinkan”.
Penyebab belum maksimalnya pemberian hukuman kepada koruptor ada beberapa faktor yang mempengaruhi, seperti adanya intervensi dari pihak luar kepada pihak yang bersangkutan, tidak maksimalnya peran hakim dalam menegakkan rasa keadilan yang tumbuh di masyarakat, kurang tegasnya aparatur penegak hukum dalam memberikan hukuman sehingga para koruptor tersebut tidak merasakan efek jera dan kurangnya partisipasi publik dalam kasus-kasus tindak pidana korupsi tersebut.
Penulis : Zalfa Adzkia Ramadhani/Mahasiswa Fakultas Hukum Untirta
Editor : Annisa M/BU