Bidikutama.com – Tahun 2020 sudah berakhir, namun tidak dengan masalah yang datang kepada negara Indonesia. Salah satu masalah terbesar yang tengah dihadapi selain pandemi Covid-19 adalah pengelolaan sampah, termasuk juga sampah rumah tangga. (21/2)
Data statistik tahun 2019 menunjukkan, jumlah sampah konsumsi di Indonesia mencapai 175.000 ton per hari.
Sudah cukup banyak program yang dilakukan untuk mengatasi permasalahan sampah, namun belum ada satu pun yang menunjukkan hasil nyata.
Bahkan, Wakil Menteri (Wamen) Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Alue Dohong, menyatakan bahwa jumlah timbulan sampah nasional pada 2020 mencapai 67,8 juta ton.
Sementara di Banten sendiri, sampah juga menjadi masalah yang hampir tak tertangani.
Diketahui, baru-baru ini penuhnya Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Cipeucang, Tangerang Selatan (Tangsel), membuat sampah 400 ton perhari di sana harus dialihkan ke TPA Cilowong, Kota Serang.
Padahal, TPA Cilowong sendiri merupakan salah satu TPA di Banten yang sudah tidak mampu menampung lebih banyak lagi volume sampah.
Atas kedaruratan sampah yang sudah mencapai titik kritis, tentu harus ada pihak-pihak yang mengembangkan inovasi pengelolaan sampah.
Salah satu yang sudah melakukannya ialah alumni Agroekoteknologi Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta), Fahmi Fauzi.
Fahmi mengembangkan inovasi pengelolaan sampah organik dalam skala rumah tangga dengan membudidaya ulat maggot black soldier fly (BSF).
Hal itu ia lakukan juga untuk memperingati Hari Peduli Sampah Nasional (HPSN) yang jatuh tepat hari ini, Minggu (21/2).
Banyak penelitian yang telah membuktikan efektivitas maggot dalam mereduksi sampah organik. Sampah organik yang dimakan maggot dapat dikonversi menjadi komposter sederhana.
Selain memiliki value secara environment, maggot juga bisa menjadi nilai ekonomis. Karena, budidaya maggot ini salah satu budidaya yang zero waste.
Pertama, maggot dapat mengonsumsi segala hal yang bersifat organik. Karena banyak sampah domestik yang bersifat organik, maka maggot bisa menjadi alternatif pengolahannya.
Kedua, hasil budidaya maggot dapat dijadikan alternatif pakan ternak penghasil protein.
Dari kedua hal tersebut, seluruh putaran budidaya yang dilakukan dapat menghasilkan manfaat dan mengurangi volume sampah, terutama sampah organik.
Fahmi berharap, bukan hanya dirinya yang ikut peduli untuk menanggulangi kelebihan sampah.
“Saya memang belum benar-benar memahami secara jelas (tentang) teknis budidaya maggot. Namun, secara umum saya ingin ikut dalam perjuangan melawan krisis sampah di bumi, khususnya di daerah saya sendiri,” pungkas dia.
“Berangkat dari keresahan itu, saya akhirnya berinisiasi melakukan budidaya maggot untuk ikut mengurangi sampah yang ada di lingkungan,” tambah Fahmi.
Penulis : Thoby/BU
Editor : Rara/BU