Bidikutama.com – Pengadilan Negeri (PN) Serang menggelar sidang pembacaan dakwaan terhadap sembilan demonstran penolakan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Ciptaker) asal aliansi Geger Banten, pada 6 Oktober lalu, Senin (4/1). Pihak Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten disebut-sebut mempersulit upaya pembebasan kesembilan demonstran tersebut.
Hal itu diungkapkan pengacara Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Rakyat Banten yang merupakan tim advokasi bantuan hukum aliansi Geger Banten, Abda Oe Bismillahi.
Menurut Abda, pada saat sidang berlangsung, pihaknya melalui majelis hakim kembali meminta berkas perkara sebagaimana Pasal 10 Ayat (1), Ayat (2), dan Ayat (3) Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan.
Namun, pihaknya tidak kunjung mendapatkannya. Ia juga mengaku, ini merupakan kali kedua pihaknya meminta berkas perkara.
“Terdakwa berserta kuasa hukum sudah meminta berkas perkara sesuai dengan yang dimiliki oleh JPU agar penasehat hukum dapat membuat sebuah nota pembelaan atau eksepsi yang secara komprehensif dan terang,” tegas Abda.
“Bahwa demonstrasi menolak Omnibus Law yang dilakukan oleh kawan-kawan aktivis mahasiswa adalah bukan kejahatan ketertiban umum,” sambung Abda.
Padahal, kata Abda, terkait permintaan berkas perkara telah diatur dalam Pasal 143 Ayat (4) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
“Turunan surat pelimpahan perkara beserta surat dakwaan disampaikan kepada tersangka atau kuasanya atau penasihat hukumnya dan penyidik, pada saat yang bersamaan dengan penyampaian surat pelimpahan perkara tersebut ke pengadilan negeri,” bunyi pasal tersebut.
Rijal, selaku perwakilan Tim Advokasi Nonlitigasi LBH Rakyat Banten yang melakukan pendampingan terhadap terdakwa dan keluarga terdakwa, khawatir kasus ini akan berlarut-larut.
“Di saat pandemi seperti ini pihak kepolisian mempersulit adik-adik mahasiswa yang notabenenya masih kuliah,” ungkap Rijal.
“Semua mahasiswa yang ditangkap ini tidak seluruhnya ikut secara sengaja dalam aksi tersebut, tapi malah ditangkap. Berarti ada prosedur yang keliru di sini,” tambah dia.
Lantaran JPU tidak dapat menghadirkan seluruh terdakwa, persidangan pun ditunda hingga pekan depan, yakni Senin (11/1) pada pukul 13.00 WIB.
Sebagai tambahan informasi, dari 9 terdakwa, 2 di antaranya merupakan mahasiswa Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta), berinisial AK dan FSP.
Selain mahasiswa, terdakwa lainnya ada yang merupakan pedagang. Dari kalangan mahasiswa sendiri, selain asal Untirta, mereka di antaranya berasal dari Universitas Islam Negeri (UIN) Sultan Maulana Hasanuddin (SMH) Banten, Universitas Serang Raya (Unsera), dan Universitas Faletehan.
Penulis : Thoby/BU
Editor : Rara/BU