Bidikutama.com – Baru-baru ini salah satu stasiun televisi ternama, TV One, berhasil membuat sebuah gebrakan baru dalam dunia jurnalistik di Indonesia dengan menjadi pelopor pengguna pertama teknologi Artifial Intelligence (AI) dalam menyiarkan berita. TV One menampilkan sebuah presenter avatar buatan yang dibuat semirip mungkin dengan manusia. Tak hanya itu, masing-masing presenter avatar ini dapat memperkenalkan diri dengan nama dan menyampaikan berita selayaknya presenter di studio.
Bagi saya, yang saat ini berkuliah di jurusan Ilmu Komunikasi (Ilkom) dengan memilih Jurnalistik sebagai konsentrasi utama, hal di atas berhasil membuat saya bangga hingga cemas. Apakah prospek kerja dalam jurusan saya ini masih relevan di era serba canggih sekarang?
Tentunya dengan teknologi AI proses kerja jurnalistik akan lebih dipermudah. Dari mengumpulkan, mengolah, hingga menyiarkan kembali berita pasti akan memakan waktu yang lebih singkat dan efisien dengan kecerdasan buatan. Namun apakah ilmu-ilmu yang saya pelajari dari pagi hingga sore di bangku perkuliahan akan dapat dimanfaatkan kelak dimana seorang jurnalis bisa saja berupa avatar buatan?
Disini menariknya. Sebab jurnalis tidak hanya sebuah profesi, melainkan jiwa. Seorang jurnalis ketika melakukan kerja jurnalistik diikat oleh kode etik yang mencakup profesionalitas, integritas dan moralitas. Kode Etik Jurnalistik ibarat menjadi “panduan hidup” bagi seorang jurnalis. Sebab cara kerja media adalah kepercayaaan. Tanpa adanya kepercayaan dari pembaca, media akan mati dengan sendirinya. Untuk menjaga kepercayaan, seorang jurnalis harus bekerja dengan “panduan hidup” tadi.
Kembali kepada kekhawatiran saya tadi perihal adanya kecerdasan buatan yang mungkin mengancam keberlangsungan profesi jurnalis, di satu sisi saya mencoba menenangkan diri dengan pernyataan saya diatas. Teknologi AI memang mungkin akan mengancam keberlangsungan jurnalis sebagai sebuah profesi. Tapi tidak dengan jiwanya.
Teknologi memang dibuat untuk alat kerja manusia untuk meminimalisir kesalahan dari dirinya atau human error. Namun bukan berarti teknologi jauh dari error. Dan itu pentingnya seorang jurnalis mengawasi “alat kerja”-nya agar tetap menyajikan berita sesuai dengan kode etik dan mempertahankan kepercayaan pembaca. Karena sebuah avatar memang dapat memiliki profesionalitas. Namun integritas dan moralitas, saya yakin hanya dimiliki oleh seorang manusia.
Penulis: Alif Bintang/BU
Editor : Uswa/BU