Bidikutama.com – Hukum di Indonesia dirasakan masihlah sangat berat sebelah dan jauh dari kata sempurna. Penegakkan hukum di Indonesia sering kali dapat dimanipulasi juga memandang kekuasaan dan ekonomi seseorang. Tak jarang hukum dirasakan masih belum bisa menegakkan hukum dengan benar dan jujur karena zaman sekarang uang yang berbicara dan soal hukum atas apa yang dia lakukan tidak adil dengan apa yang dia perbuat! Mayoritas orang kecil dipenjara, sedangkan orang besar dilindungi, di mana sila ke-5 saat ini? Masih banyak masyarakat yang belum bisa merasakan keadilan di negeri ini.
Berdasarkan Undang-undang Dasar 1945 (UUD 1945), Indonesia termasuk negara hukum. Maksudnya ialah segala sesuatu permasalahan di indonesia dapat diselesaikan dengan jalur hukum. Hal itu seperti yang tercantum dalam UUD 1945 pasal 28D ayat 1 yang berbunyi setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.
Maka dari itu, berarti hukum harus ditegakkan secara adil bagi seluruh rakyat Indonesia. Tetapi penegakkan hukum sekarang terasa “Tajam Kebawah Tumpul Ke Atas.” Istilah ini muncul ketika mulai banyaknya pengenaan vonis hukuman yang dirasa tidak adil antara kaum kasta bawah dengan kaum kasta atas.
Nah jadi maksudnya hukum tajam kebawah tumpul ke atas itu kalau masyarakat biasa-biasa apalagi orang miskin melanggar hukum meskipun tidak fatal sekali, dia bakal diberikan hukuman yang sesuai UUD 1945 tanpa ada belas kasihan. Jika perlakuan terus seperti ini oleh orang kaya apalagi pejabat sih tak ada masalah. Permasalahannya ketika yang melanggar hukum itu adalah orang kasta atas apalagi pejabat mereka tidak di vonis dengan hukuman yang setimpal.
Mungkin karena orang kaya dan pejabat itu bisa bayar ahli hukum alias pengacara yang bisa membela dia dengan bayaran banyak, agar bagaimanapun caranya mereka bisa lolos dari hukuman atau mendapat hukuman yang ringan. Lalu bagaimana nasib mereka dari kalangan ekonomi menengah ke bawah atau orang miskin yang tidak mampu membayar pengacara mahal?
Kalau kita pikir-pikir semua keputusan hukum ada di tangan penegakan hukum kan. Jadi yang kurang tepat itu salahnya orang miskin yang tidak bisa membela dirinya atau penegak hukum yang sudah dipengaruhi oleh pelaku kriminal atau kejahatan yang kaya dalam membela dirinya.
Adanya istilah tersebut bukanlah tanpa sebab, jika kita mengingat ulang kabar berita yang beberapa tahun terakhir kita bisa melihat berbagai macam kejadian yang menandakan “Tajam Kebawah Tumpul Ke Atas.”
Untuk mengingat lebih jelas mari kita bandingkan kasus-kasus yang hangat dan viral pada beberapa tahun lalu. Kita masih ingat kasus mega proyek E-KTP yang rugikan negara mencapai 2,3 triliun oleh Setya Novanto. Pada kasus ini Setya Novanto yang menjabat sebagai ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) saat itu divonis 15 tahun penjara dengan denda sebanyak Rp500 juta dan dicabut hak politiknya selama 5 tahun. Namun, pada akhirnya Ia tetap dipenjara dengan fasilitas bagaikan hotel berbintang dan fasilitas tertentu.
Bagai langit dan bumi ada kasus nenek Asyani yang di tuduh mencuri kayu jati dan dijatuhi vonis 1 tahun penjara dan denda Rp500 juta dengan subsider 1 hari penjara. Bisa kalian lihat kan dimana ketidakadilan hukum di negara ini. Ada banyak lagi kasus hukum lainnya seperti contoh pencurian 3 buah biji kakao yang nilai nya tidak lebih dari Rp10.000 oleh nenek Minah yang kemudian di vonis 1 setengah bulan penjara, dan ada lagi lainnya yaitu: kasus pencurian semangka, kasus pencurian pisang, dan kasus pencurian sandal jepit. Kasus-kasus ini menggambarkan betapa bobroknyanya penegakan hukum bangsa kita.
Banyak kasus korupsi yang sangat merugikan negara kita. Terlepas dari jeratan hukum, mereka mendapatkan hukuman ringan bahkan para terpidana kasus korupsi mendapat fasilitas-fasilitas yang mewah di dalam penjara.
Potret penegakan hukum di Indonesia saat ini ialah kita tidak lagi melihat secara jernih negara hukum tapi lebih di keberadaan negara dimana seperti negara kekuasaan. Yang punya kekuasaan, yang punya uang, yang punya kuasa dia layak dipotensi penegakan hukum berbeda dengan orang kalangan bawah yang lebih lemah dan tertindas di kekuasaan hukum.
Penulis: Muhammad Sadam Djohari/BU
Editor : Adi/BU