Bidikutama.com — Sabtu (2/7) lalu, pihak Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) telah merilis daftar kelompok peserta, Dosen Pembimbing Lapangan (DPL), dan lokasi/desa pelaksanaan Kuliah Kerja Mahasiswa (KKM) Tematik Reguler II Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta). Terkait lokasi desa, peserta KKM tematik II sesalkan penemuan kegiatan yang dilakukan universitas lain di tempat KKM bersangkutan saat melakukan survei, yang membuat mereka bentrok satu sama lain.
Alif misalnya, Mahasiswa Fakultas Teknik (FT) itu menceritakan bahwa desa KKM-nya telah ditempati mahasiswa dari universitas lain untuk program Bupati Serang.
“Gua waktu hari kamis, survei sama teman-teman kelompok KKM gua buat dateng ke salah satu desa, itu gua mengalami kendala. Jadi ketika gua menghadap Sekretaris Desa (Sekdes) ternyata di desa tersebut udah ada mahasiswa lain dari UGM (Universitas Gajah Mada -red) yang dimana mahasiswa UGM ini ternyata program dari Ibu Bupati Serang, disini gua sangat menyayangkan kenapa sampai hal itu terjadi di desa gua, karna gua gaada koordinasi juga terkait itu.
Setelahnya gua langsung menemui Camat. Di situ gua ngobrol banyak minta kejelasan tentang desa itu, gua (juga) nanya (kira-kira) bisa enggak sih Pak (kalau) kita berkolaborasi? Ternyata jawabannya enggak bisa. Kalau misalkan gua berkolaborasi di situ, program yang ada malah acak-acakan. Nah disini gua juga bingung sampe akhirnya Camat menyarankan kami untuk pindah desa,” sesal Alif.
Alif menyayangkan kejadian ini bisa terjadi.
“LPPM itu tidak ada koordinasi lebih lanjut di tingkat kecamatan dan desa, jadi yang disibukkan mahasiswanya karena terjun langsung,” keluh Mahasiswa FT itu.
Alif berharap, pihak LPPM bisa bertanggung jawab dan terjun langsung ke desa yang telah ditentukan agar nantinya tidak terjadi lagi hal serupa.
Sementara itu, Mahasiswa lainnya yakni Gilang Antowi Pratama. Gilang yang juga merupakan mahasiswa FT ini turut menyesalkan kejadian tersebut.
“Bahkan kemarin sampai ada 2 kelompok yang harus pindah desa karena desa tersebut sudah ditempati Universitas lain. Belum lagi kendala pemerataan kelompok yang anggotanya lebih banyak wanita dan hanya ada satu laki-laki,” tegas Gilang.
Gilang menyampaikan, dirinya khawatir kejadian ini menyebabkan nama Untirta dipandang buruk.
“Untuk pihak LPPM, jika memang belum siap buat KKM, lebih baik jangan diselenggarakan dahulu, daripada malah membuat acak-acakan seperti ini, takutnya nama Untirta dipandang buruk oleh masyarakat,” pesannya.
Selain itu, Rubben, mahasiswa Ilmu Pemerintahan, juga mengatakan bahwa banyak mahasiswa yang merasa tidak relevan dengan apa yang telah dilakukan oleh LPPM.
“Ada kesaksian dari teman saya bahwa tanggal 24 Juni datang ke pihak LPPM, yang daftar gelombang 2 ini dinilai terlalu sedikit dibandingkan dengan KKM gelombang 1.
Tak sampai disitu setelah alur pendaftaran selesai seharusnya tanggal 1 Juli baru rilis pembagian kelompok, namun tanggal 30 Juni pembagian kelompok KKM gelombang 2 itu sudah tersebar. Tapi lagi-lagi LPPM ‘ngaret’. Pasalnya muncul nama-nama kelompok KKM yang sudah dibagikan ditanggal-tanggal selanjutnya atau dihari-hari esoknya.
(Selanjutnya) kita membuat petisi dan sudah tertandatangani 621 dari 1100 jumlah anggota atau mahasiswa KKM gelombang 2. Adapun solusi yang ditawarkan dalam petisi itu yaitu penggabungan dua kelompok menjadi satu, namun beliau (pihak LPPM -red) menjawab tidak bisa,” sambung Rubben.
Lebih lanjut, Rubben membeberkan solusi tersebut tidak bisa direalisasikan karena pihak LPPM mengaku sudah memberitahu daerah masing-masing bahwa akan ada KKM.
“Ya sudah, kita pulang dengan keadaan nihil dan petisi itu tidak melahirkan apa-apa,” tutup Rubben.
Reporter : Alvi, Ryan/BU
Penulis : Mutia/BU
Editor : Resti/BU