Bidikutama.com – Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo, menuai kontroversi atas pernyataan yang mengungkapkan bahwa Presiden diperbolehkan untuk berkampanye dan berpihak dalam Pemilihan Umum (Pemilu). Pernyataan Jokowi ini tentunya menuai banyak kritikan. (1/2)
Firdaus Usman Tessibali, Dosen Fakultas Hukum, menanggapi bahwa Jokowi tidak boleh berpihak selama masih berstatus Presiden. Namun, ia menyebut bahwa jika Jokowi mengambil cuti di luar tanggung negara dan menyatakan dukungan atas nama pribadi sebagai tim kampanye, hal tersebut diperbolehkan.
“Presiden tidak boleh berpihak, tetapi Jokowi boleh. Jika Jokowi membawa jabatan dalam kampanye seperti atas nama presiden mendukung salah satu paslon. Itu tidak boleh, tetapi jika cuti di luar tanggung negara atau hari libur dan menyatakan atas nama pribadi serta terdaftar sebagai tim kampanye boleh menyatakan dukungannya,” tanggapnya.
Mahpudin, Dosen Ilmu Pemerintahan, juga menekankan pentingnya Jokowi memberikan contoh etika politik yang baik sebagai pemimpin. Dia berpendapat bahwa pejabat publik, termasuk Presiden, seharusnya tidak terlibat dalam politik praktis untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan dan fasilitas negara demi kepentingan politik.
“Harusnya sebagai pemimpin memberikan contoh yang baik terkait terkait etika politik kepada publik. ASN harus netral, Polri-TNI tidak boleh berpolitik praktis. Maka jabatan Presiden, menteri, kepala daerah, dan pejabat publik lainnya harusnya tidak terlibat dalam politik praktik. Hal ini untuk meminimalisir terjadinya penyalahgunaan kekuasaan menggunakan fasilitas negara untuk kepentingan politik semata. Selain itu, untuk menciptakan pemilu yang berkeadilan, netral, dan berintegritas, maka presiden tidak tidak boleh memihak, tidak boleh berkampanye, karena ini hanya akan menguntungkan salah satu paslon saja,” ujarnya.
Reporter: Alvina/BU
Penulis: Alvina/BU
Editor: Renal/BU