Bidikutama.com – Oki Pamungkas, salah satu teman indekos almarhum Fadli Abdinursyahri Sudrajat, angkat bicara terkait kronologi kasus. Dirinya bercerita mulai dari sebelum almarhum berangkat hingga sepulang mengikuti Pendidikan Dasar (Diksar) Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Mahasiswa Penjelajah Alam Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Mapalaut). (3/3)
“Kalau dari teman-teman yang biasa nanya itu disebabkan karena riwayat penyakit. Korban memilki riwayat penyakit asam lambung, dan itu baru kena dua minggu sebelum acara pelaksanaan Diklat Mapala ini.
Pas Oki mengantar untuk berangkat ke Diklat Mapala, korban dalam kondisi sehat, bukan dalam kondisi sakit. Karena Oki pun sudah memastikan dengan cara bertanya ke korban.
‘Dli, gimana? Aman enggak? Siap enggak untuk ikut diklat?’ Korban menjawab, ‘Iya, aman. Cuman belum makan saja, karena memang tenggat waktu untuk pelaksanaannya itu masih lama. Nanti Fadli makan dulu. Nanti disempatin makan’. Terus, sore pun ditanya, ‘Sudah makan belum?’. Korban pun menjawab, ‘Sudah’.
Selama 12 hari, yang tadinya estimasi si Fadli cuma 10 hari. Selama 12 hari itu Fadli pulang diantar sama alumni Mapala-nya, namanya Bang Wito. Itu datang ke rumah dengan kondisi Fadli kelelahan.
Saya kira cuma sekadar kelelahan saja. Dengan kayak gitu, saya tinggal sebentar. Terus, pas saya ke kamar Fadli, saya liat kaki Fadli itu bengkak penuh nanah, penuh darah, penuh luka.
Saya tawarin, ‘Mau makan apa?’ Fadli menjawab, ‘Apa saja’. Saya bawain pisang. Ini kondisinya masih di kos-an. Si Fadli itu saya bawain pisang, susu, bawain obat.
Nah, yang dimakan cuma pisang sama minum susunya, obatnya enggak. Tapi, buburnya dimakan seperempat sendok. Dari situ, saya nanya teman kos-annya, Ragil. ‘Ini siapa tadi Gil yang nganterin ke sini?’
Ragil menjawab, ‘Ada tadi, Bang Wito alumni Mapalaut’. Saya tanya lagi, ‘Terus gimana ini?’ Ragil menjawab, ‘Kata Bang Wito, nanti Bang Wito mau ke sini lagi. Mau menjemput Fadli untuk dibawa ke klinik, katanya, untuk di-check up. Ini Fadli kondisinya kayak apa dan bagaimana nanti kelanjutannya’.
Terus saya bilang ke Ragil, ‘Coba Gil, tolong teleponin Bang Wito. Biar Oki yang ngomong’. Setelah itu Oki telepon ke Bang Wito, ‘Bang, lagi di mana?’.
Kata Bang Wito, ‘Lagi di sekolah’. Estimasi untuk ke rumah Oki itu sekitar 15 sampai 20 menit, kata Bang Wito. Kata Oki, ‘Ya sudah, Bang. Ditunggu secepatnya karena Fadli sudah mulai merengek kesakitan’,” jelas Oki.
Almarhum Fadli merengek kesakitannya di bagian kaki saja atau bagaimana?
“Iya, karena kan Bang Wito juga menitipkan amanat ke si Ragil untuk nyuci kaki Fadli. Perlu diketahui juga, kakinya ini penuh semut dan serangga gitu.
Nah, pas ini dicucilah pakai air hangat dicampur garam. Ini sesuai amanatnya Bang Wito. Terus, sudah kayak gitu, pas dicuci Bang Wito juga mintanya.
Bang Wito mau menjemput, tapi kalau misalkan sudah rapih, katanya. Sekalian biar nanti pas saya ke sana biar langsung dibawa saja. Maksud Bang Wito gitu.
Nah, sudah kayak gitu, si Fadli itu selalu nolak untuk dimandiin. ‘Enggak mau, enggak mau. Mau tiduran saja, nyesek, engap, gerah,’ kata Fadli.
Nah, Bang Wito datang nih. Langsung dimandiin sama Bang Wito, Oki, Ragil, Ihsan sama Kodir. Setelah dibuka celananya, penuh luka di sekujur,” ungkap Oki.
Lukanya itu dari mana sampai mana?
“Dari pangkal paha sampai kaki bawah. Dalam bentuk berdarah dan banyak serangga di dalamnya. Terus, telapak tangan kiri itu robek dan sedikit dalam menjorok gitu. Masuk ke dalam. Nah, di sininya juga banyak lecet-lecet.
Lalu saya tanya, ‘Kamu kenapa?’ Kata dianya, ‘Enggak tahu ini. Mungkin …,’. Nah, yang jadi pertanyaannya, dia yang enggak mau ngomong, atau mungkin dia yang enggak sadar gitu.
Terus, sudah kayak gitu, Bang Wito ngomong, ‘Ayo ke klinik. Untuk ngecek si Fadli. Kasihan juga,’. Si Fadli-nya langsung diantar ke Klinik Untirta. Satu motor sama Bang Wito.
Si Fadli di tengah sama si Ihsan. Ihsan nahan karena kakinya enggak bisa diangkat. Jadi kakinya itu ditopang sama Ihsan di belakang.
Saya bawa motor satu lagi, biar pulangnya bareng sama si Ihsan. Sudah kayak gitu, ada laporan dari Ihsan. Ihsan bilang kayak gini, ‘Di jalan, di Patung, Ihsan melihat si Fadli memuncratkan busa,’.
Yang tadinya Fadli ngos-ngosan berat, jadi tiba-tiba kayak nafas tenang. Kirain Oki sama Ihsan, mungkin karena capek dan ketiduran. Nah, dari situ Oki-nya pun kayak, ‘Okelah. Alhamdulillah, sudah tenang,’ gitu lho.
Terus, pas ke Klinik Untirta Kampus A, dokternya lagi enggak ada karena lagi rapat kedokteran. Sudah kayak gitu, Bang Wito minta ambulans. Minta ambulans untuk mengirim Fadli ke Rumah Sakit Umum Drajat Alun-alun.
Nah, setelah itu Oki mengangkat Fadli ke ambulans. Ada dua anggota Mapala, cowok dan cewek, yang nemenin Fadli di mobil.
Oki sama Ihsan pulang. Mengabarkan anak kos-an bahwa Fadli sudah masuk ambulans dan mau dirujuk ke rumah sakit.
Oki sama anak-anak juga alhamdulillah. Lega. Baru selang 5 atau 10 menit, karena ini masih di jalan. Ragil dapat telepon, ‘Gil, innalillahi, Fadli meninggal’,” beber Oki.
Artinya kondisi meninggal dalam perjalanan?
Iya, benar. Terus, dalam kondisi kayak gitu, Oki dan anak-anak pun histerislah. Lalu, bertanya ke Bang Wito, ‘Ini harus gimana? Ini harus gimana?’.
Dan Bang Wito pun datang ke kosan Oki. Minta maaf ke teman-teman di kos-an. Sudah berusaha semaksimal mungkinlah. Setelah itu, mencari kontak Ibu dan Bapaknya.
Berhubung Ibunya ini kerja di Serang, tadinya, di belakang terminal itu, Oki datang ke sana, tapi ternyata Ibunya sudah dua bulan berhenti kerja.
Kurang lebih 2 atau 3 bulan berhenti kerja, kata orang sana. Ternyata, Ibu Fadli lagi di Bandung. Alhamdulillah, rekan kerja Ibu Fadli itu kasih nomor Ibu Fadli.
Lalu, diteleponlah Ibunya. Ibunya bilang, dia lagi di Bandung dan sudah enggak kerja di situ, dan langsung klarifikasi Bang Wito ini. Mengklarifikasi bahwasannya Fadli meninggal.
Terus, pas banget setelah klarifikasi ke Ibunya, langsung Bapaknya telepon lewat Ragil. Dikonfirmasi ke Bapaknya. Terus, Bapak dan Ibunya langsung mengabarkan ke Abang-abangnya, sampai pas Oki pergi.
Untuk konfirmasi, pembawaan pemulangan jenazah. Dari situ ke Pandeglang-nya sekitar 1-1,5 jam kurang lebih. Itu dia di situ dingajiin segala macam, dan langsung pergi sudah kayak gitu. Oki sama anak-anak sudah ke sana. Sudah ke Pandeglang.
Dari pihak keluarga almarhum apakah ada yang meminta autopsi?
Kalau pihak keluarga lebih kayak bertanya, ‘Di sana ngapain saja? Kok bisa sampai sebegitunya?’. Terus, bertanya juga, ‘Kamu tahu enggak ini gimana ceritanya?’.
Terus, Fadli juga sempat ngeluh ke Ragil. Katanya, ‘Saya dapat gamparan sekitar 20 kali sehari saat diklat,’. Estimasinya mungkin. Saya enggak tahu ini bakalan terjadi secara rutin atau tidak.
Cuman, dia bilang, ‘Dibayangin saja coba sehari 20 kali, bahkan mungkin lebih di atas itu’. Terus, Ragil juga bertanya ke si Fadli, ‘Kamu minum alkohol?’. Fadli jawab, ‘Enggak, enggak sebotol’.
Ragil bertanya lagi, ‘Iya, tapi kamu minum kan?’. Fadli jawab, ‘Iya, tapi cuman setengah botol’. Ditanya sama si Ragil, ‘Kenapa minum?’. Kata Fadli, ‘Biar enggak ngerasain sakit’,” tutur Oki.
Alkohol tersebut merupakan jenis obat?
“Iya, kali. Nah, itu tuh saya masih enggak mengerti nih. Alkohol mana nih yang diminum. Tapi, katanya memang bukan miras,” ujar Oki.
Sebelum diksar pasti ada persiapan. Dari Oki sendiri mengetahui persiapan almarhum Fadli?
“Karena saya juga membantu proses persiapan Fadli dalam mempersiapkan barang bawaan, bahan-bahan yang dibutuhkan di sana, jadi saya sedikit tahulah.
Saya selalu nanya ke Fadli, ‘Ini kira-kira berapa hari sih acaranya?’. Fadli selalu bingung. Enggak tahu karena memang enggak ada kejelasan dari pihak Mapala-nya dalam menentukan berapa hari ke orang-orang pesertanya.
Sudah kayak gitu, si Fadli ini kayak mengestimasi barang bawaan makanan. ‘Ini kayaknya sih 10 hari, Ki,’ katanya si Fadli.
‘Ih, memang iya? Masa orang yang minim pengalaman dalam survival kayak gitu, langsung tiba-tiba ikut diklat 10 hari. Memang pada kuat?’ kata saya gitu.
Kata si Fadli, ‘Enggak tahu sih. Cuman, kalau barang bawaan sebanyak ini memang 10 hari pun cukup kalau survival,’.
Tapi, kan nyatanya saya dapat dari pesertanya, namanya Mauwiyah atau dipanggil Wiwi itu anak Ilmu Keolahragaan. Dia anak anggota Mapalaut.
Dia bilang, ‘Makanan itu engak kepakai sama sekali. Makanan yang dia bawa, yang dia goreng dari rumah pun, enggak kepakai sama sekali untuk dia bertahan hidup di hutan, terhitung dari tanggal 17, jam 23.00 berangkat ke Mandalawangi naik mobil,'” jelas Oki.
Boleh tahu lokasi diksar-nya itu di mana?
“Ini nih tempatnya. Tapi, untuk pos pertama tadi, saya dapat dari Wiwi, dia enggak tahu nama tempatnya. Cuman Mandalawangi ke sana lagi, katanya.
Terus, tadi tuh sekitar jam 01.30 turun di Mandalawangi, disuruh jalan ke pos 1. Ada 3 pos. Pos 1 dari jam 01.30 sampai jam 09.00.
Nah, pertanyaan saya, jauh banget nih, ke mana? Sudah kayak gitu, agendanya itu kurang lebih kaya pematerilah. Ikut materi.
Untuk pergi ke pos 2, itu dari siang ke magrib atau bagaimana. Kurang lebih dia pergi sekitar tiga jam. Dia di pos 2, dia ikut ke permukiman, ke Cibanten, ke Danau Biru, katanya.
Terus, di sana dia materi lagi, terus balik lagi ke pos 3, ke Gunung Karang. Ke Gunung Karang itu jam 20.00 itu baru sampai ke permukiman di kaki gunung.
Nah, sudah kayak gitu, istirahat sebentar. Setelah tidur, dia langsung ke atas, langsung naik untuk materi dan pendirian tenda di situ.
Setelah itu, kan tidur lagi. Setelah itu, bangun disuruh naik lagi setengah, tapi enggak ke puncak. Setelah itu, dari 11 peserta, semua orang dipecah secara per individu, bukan per kelompok.
Jadi, mereka bertahan hidup selama tiga hari tanpa barang bawaan yang tadi mereka bawa tadi. Makanan. Mereka cuman dibekali oleh nesting. Nesting itu kompor.
Sedangkan waktu itu, si Wiwi bilang, ‘Bukan karena kita dilarang menyalakan api, tapi kita enggak karena keadaan alam. Di sana hujan’. Jadi, enggak bisa nyalain api karena hujan. Makanya di situ banyak kan kaki yang kena kutu air.
Dari situ kan pulang jam 22.00. Turun ke permukiman. Sedangkan Fadli, almarhum Fadli ini pulangnya subuh. Jadi pertanyaan. Terus si Fadli juga lapor, ‘Susah. Saya buang air di celana karena saya enggak sanggup jalan,’.
Dari laporan Wiwi pun, dia mengaku dia sempat jatuh terus menyundul tulang keringnya Fadli ini yang kiri. Bengkak karena kesenggol sama Wiwi.
Terus, Wiwi-nya enggak tahu yang kanan tuh bengkak karena apa, katanya. Dari situlah si Fadli selalu kencing di celana gitu,” tutup Oki.
Reporter : Rara, Ratu/BU
Penulis : Nabil/BU
Editor : Thoby/BU
BUBARKAN MAPALAUT!
Lanjut part 2 bang. Kan katanya sepuluh hari ya? Ini baru hari pertama?
Sangat detail sekali ya ceritanya..
Gilasih
Tidak ada perikemanusiaan Sekaleeeee….
Gregeeet sekali dah… Harus nya panitia lebih jeli lagi dalam melaksanakan kegiatan entah itu dari segi fasilitas, keamanan dan Kenyamanan peserta….
Usut tuntas dah masalah ini biar tidak ada korban selanjutnya… Panitia udah pada dewasa tapi pemikiran nya seperti bocah….
Kalo nyawa udah hilang kayak gini kan ngga bisa mungkin balik lagi….
Parah sekali kegiatan nya… Sadiiiissssss….
Keterlaluan sih, bener kata temennya ini masih minim pengetahuan survival masih aja dipaksa survival per individu, panitianya gimana dah. Mesti banget kudu wajib diusut terus nii biar ga kejadian lagi hal hal begini, apa ga kasian itu orangtuanya almarhum denger kabar duka, taunya anaknya kuliah nyari ilmu malah begini sampe meninggal. Udah kaya mau masuk pasukan khusus aja diklat sampe nyawa taruhannya, keterlaluan.
USUT SAMPE TUNTAS! Jgn biarkan bebas!
Usut sampe tuntas ini namanya bukan pengkaderan atau Diklat namanya penyiksaan, itu nyawa anak orang mapala senaknya aje nyiksa belum tentu orang tuanya jg kek gitu biadab!
Coba tanya, nasib temen² yang lain gimana selain Fadli. Masih jaman diklat nyiksa. Apanya yg pelatihan wkwkwk. Pelatihan calon almarhum?
Diklat itu mendidik bukan menyiksa saya baru denger ada diklat yg isinya penyiksaan sampe2 di gamparan 20 kali per hari lu punya perasaan ga sampe2 main tangan sumpah acara ini g bermutu g ada manfaatnya sama sekali jangan ngadain acara kalau isinya menyiksa orang
Mungkin panitianya sekalian bales dendam karna dulu dia begitu:v tapi sumpah si jahat banget dah gangerti lagii
Setelahnya… Siapa yang akan bertanggung jawab(?)
Kalo mau diusut orang tua fadlinya seharusnya yang meminta keras untuk diusut sampe ke akarnya! #ripcasefadli
Diklat apaan tuh kayak gitu, gak punya otak ya gak mikirin resiko buat pesertanya gimana. Makanan peserta palingan dimanakan sama panitianya tuh. Diklat itu pake cara yg manusiawi dan mendidik, bukannya dengan cara menindas manusia yg lemah. Coba tuh tuker posisi panitia nya jadi pesertanya, palingan pada sengsara juga kan kalian semua.
Diklat apaan tuh kayak gitu, gak punya otak ya gak mikirin resiko buat pesertanya gimana. Makanan peserta palingan dimanakan sama panitianya tuh. Diklat itu pake cara yg manusiawi dan mendidik, bukannya dengan cara menindas manusia yg lemah. Coba tuh tuker posisi panitia nya jadi pesertanya, palingan pada sengsara juga kan kalian semua.
Manajemen resikonya gimana ini?
Idihhhhhh Diklat apaan kaya gitu Ampe makan korban segala. Eewwwwww.
. Harus diUsut Ampe tuntassssss.
Diklatnya seperti tidak memiliki standarisasi, harus di kaji ulang wahai senior kalo mau ngadain diklat tuh jangan di barengi dengan nafsu senioritas!!!
Cinta alam dan gunung gak perlu masuk mapala #boikotmapalaut
semoga ada proses pemeriksaan visum, biar clear.
Panitia penyelenggara ny bego…..udah kayak latihan militer aja,latihan militer j g segitunya…
Harus di usut tuntas,dan harus ada pertanggung jawaban dari penyelenggara,biar g terjadi lagi…
Sekarang udah jaman 2021 masih ada aja senioritas….
Goblok panitia kaya gitu mah bukan orang gak punya hati semena mena sama ank orang bunuh lagi aja panitia nya
Padahal bang Padli itu orangnya kuat banget…sering naik gunung…tapi klo disiksa ku gitu siapa sih yang kuat….mapala tolol
Ini nama nya bukan diklat. Penyiksaan nama nya. Kalo diklat seharus nya kita cuma nyari tau sedalam mana ilmu dri masing masing siswa bukan sehari di gampar 20 kali. Ini bisa di tuntut gasih?
Kasian orang tua tau nya anak nya kuliah cari ilmu. Ini malah seenak nya gampar. Orang tua nya aja mau gampar anak nya mikir mikir lah ini. Cuma PANITIA.
Emosii aing
Ga habis fikir aja gitu. Tegas boleh. Tapi tegas bukan berarti nyiksa gitu. Ini anak orang lohh. Semoga kedepannya ga ada lagi kegiatan balas dendam yang berkedok diklat.
Sumpah gaabis pikir sama salahsatu UKM ini. Yang salah itu gimana manajemen kegiatan UKM dari orang atau anggota Mapala sendiri. Masa ngadain Diklat sampe merenggang nyawa. Seharusnya panitia mikirin resiko yang akan terjadi dan juga penanganannya juga dalam bilik acara. Mikir dong disini mahasiswa itu masih nyari ilmu, kasian orang tua yang cari uang susah payah untuk anaknya. Dari awal Maba udah feeling ternyata bener, bad banget.
JANGAN KASIH SELESAI DENGAN “KEKELUARGAAN”, USUT TUNTAS!
tai lo semua, goals nya apaansi bikin diklat kek gini? mau gerilya? tai lah jamet2 gunung kek lo semuA, mandi bego
siap-siap viral yaaa..
nyiksa manusia di hutan, sekarang gantian lo-lo pada yg disiksa gratis di hotel prodeo, tunggu aja…