Bidikutama.com – Reformasi merupakan sebuah bentuk upaya perubahan yang dilakukan oleh individu atau sekelompok individu kepada suatu instansi, pemerintah, organisasi, lembaga atau badan yang berada di suatu lingkungan. Umumnya reformasi dilakukan jika terdapat sebuah ketidakbecusan, penyelewengan, dan sebuah penyimpangan. (2/6)
Sejarah juga telah mencatat upaya reformasi yang berhasil dilakukan di Indonesia pada tahun 1998 oleh kelompok mahasiswa dan masyarakat. Efek dari reformasi tersebut cukup drastis, ketentuan konstitusi seperti masa jabat presiden dibatas menjadi 2 periode saja dan juga pengesahan Undang – Undang (UU) yang sekiranya dapat memulihkan sistem demokrasi yang baik.
Tahun 2023, sudah 25 tahun lamanya sejak reformasi namun demokrasi masih banyak memiliki kecacatan. Salah satu contoh kecacatan demokrasi itu adalah ‘serangan fajar’ saat Pemilihan Umum (Pemilu) tingkat desa, daerah bahkan pada pemilihan presiden. Selain itu, beberapa kejadian di Senayan seperti upaya pembungkaman yang entah ini memang permasalahan teknis atau disengaja anggota legislatif oleh ketuanya menjadi contoh yang sangat tidak relevan dalam upaya jalannya demokrasi itu sendiri.
Mereka yang di Senayan sejak tahun 2014 – 2023 banyak yang dulunya merupakan mantan aktivis 98, dan lagi-lagi saat pemilu, mereka hanya menjual janji yang tidak dapat semua direalisasi. Konyolnya lagi, beberapa oknum aktivis 98 ini menjadi koruptor. Dinamika politik sekarang yang banyak dipegang mahasiswa angkatan 1980-1999 tidak ada bedanya dengan era Soeharto yang sangat ambisius terhadap kekuasaan. Bahkan ada beberapa dari mereka menghalalkan banyak cara untuk menjadi penguasa di suatu daerah. Ini menjadi krisis moral yang terjadi, dan perlu evaluasi menyeluruh terhadap kaderisasi mahasiswa agar nantinya yang duduk di Senayan atau bahkan menjadi presiden akan menumbuhkan sifat dan mempertahankan idealisme mereka secara permanen. Jawabannya ada di “REFORMASI MAHASISWA”.
Reformasi seharusnya tidak hanya dilakukan oleh pemerintah saja, mahasiswa juga perlu direformasi dari segala aspek, baik dalam aspek sosial, politik, budiluhur, dan agama. Saya juga dapat dikatakan jengah terhadap dinamika politik kampus setiap tahun, mereka memperebutkan kursi Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) secara membabi buta bahkan sampai ricuh, Komisi Pemilihan Umum Mahasiswa (KPUM) tidak dihormati dan ditekan beberapa pihak sehingga mencoreng marwah KPUM sebagai instansi mahasiswa yang independen. Bahkan terdapat penggiringan suara untuk memenangkan satu calon.
Kejadian setiap tahun ini telah banyak terjadi dan harus ada perubahan dari mahasiswa itu sendiri. Kampus merupakan miniatur negara, jika mahasiswa di kampus saja sangat egois dan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan kursi di BEM maka yang terjadi hanyalah bom waktu untuk Republik ini sendiri, sekiranya kejadian yang hampir sama pasti akan terjadi, mereka tidak memikirkan kestabilan politik, hanya memikirkan kekuasaan.
Reformasi pada mahasiswa layak direalisasi, untuk pertama perlu rasanya pembenahan pada aspek moral, mahasiswa harus di doktrin untuk jujur, menghargai, dan tidak egois.
Kedua ada pada aspek politik, konstelasi politik kampus harus lepas dari organisasi atau himpunan luar kampus. Hanya himpunan jurusan dan organisasi dalam kampus yang berhak dalam pemilihan BEM. Jangan ada agenda lain seperti penggiringan suara demi memenangkan satu calon.
Ketiga hierarki harus diterapkan, jika terdapat sengketa wajib diserahkan pada instansi yang berfungsi untuk itu, dan hargai hasil akhir.
Keempat, jangan menjadi pion elit politik kampus maupun utusan dari organisasi luar. Rusak sudah jika oligarki bermain dalam politik kampus, tidak ada bedanya dengan Republik saat ini, yang anggota legislatifnya nurut pada ketua saja, mereka lupa pada masyarakat.
Kelima bentuk sistem organisasi yang berorientasi dari mahasiswa untuk mahasiswa kepada mahasiswa, jangan ada pembungkaman.
Keenam, perbaiki kaderisasi yang orientasinya pada demokrasi sejati, tidak membatasi untuk berpikir kritis, memberikan kesempatan untuk berbicara, serta tidak ada pembungkaman secara fisik maupun mental. Pada lain sisi, banyak sekarang mereka yang berpolitik di kampus menjadi takut pada senior, semua program kerja harus sesuai dengan senior dan ini menjadi penyakit yang harus disembuhkan. Senior itu jangan ikut campur pada kabinet yang berjalan, hanya menjadi review dan tidak ada hal lebih. Apalagi kaderisasi sampai main fisik dan pembungkaman.
Tulisan di atas hanya opini, tapi reformasi pada mahasiswa harus diterapkan, ide-ide dahulu harus diganti untuk menjadikan Indonesia yang lebih baik. Karena kabinet besok akan dimiliki oleh kita, jangan sampai menyusahkan masyarakat karena kita masih dikaderisasi oleh ide-ide yang menjadi penyakit.
Penulis : Vox Discipuli, Mahasiswa Fakultas Ilmu Keguruan dan Ilmu Pendidikan angkatan 2021 (FKIP) Untirta
Editor : Uswa/BU